3,2
Angka yang sangat. Sangat. Sangat. Buruk.
Perasaan ia sudah belajar deh kemarin, tapi kenapa hasilnya tetap se--seperti itu.
Gadis ini menghela nafas pasrah. Sudahlah memang nasibnya yang sangat lemah dalam hal matematika.
Ya, tapi meskipun lemah, tetap saja nilai seperti ini sangat jauh dari perkiraannya.
Untungnya kelas sudah kosong karena anak-anak lain sibuk dengan urusan masing-masing. Jadi gadis ini bisa bergalau ria di dalam kelas sendirian. Maklum saja, ini kan jam makan siang. Tapi meskipun sudah waktunya makan, gadis yang sangat menggemari coklat ini tidak punya nafsu makan sama sekali.
Semuanya terasa pahit sekarang. Salahkan nilai matematikanya yang anjlok!
Mari menempelkan keningnya ke mejanya yang dingin. Mungkin dinginnya meja bisa mendinginkan isi kepalanya juga. Entah kenapa, kepalanya terasa panas sekarang. Sial, apa yang harus ia lakukan?
"Yo!"
Tepukan pelan mendarat di kepala Mari dan itu sedikit membuatnya meringis karena tanpa sengaja tadi kepalanya juga menghantam meja meskipun tidak begitu keras. Mata hitamnya pun bertemu dengan mata ungu milik seseorang yang barusan menginterupsinya.
Atau yang barusan menjedugkan kepalanya ke meja. Payah!
"Apa!" Mari menjawab ketus sembari menolehkan kepalanya, ia menatap salah satu sahabatnya yang tengah nyengir lebar di depannya dengan pandangan kesal. Mood-nya benar-benar sedang tidak bagus saat ini.
"Lihat, lihat, nilai ulanganku!" sebuah kertas putih menjadi pemandangan Mari kali ini, pasalnya si bodoh Momoshiro yang tadi nyengir tak jelas itu kini tengah memamerkan hasil ulangannya ke depan wajahnya. Menyebalkan!
Tak ada pilihan lain, mata gelap milik Mari akhirnya dipaksa untuk menjelajah kertas ulangan milik Momoshiro, sampai akhirnya matanya melihat dua buah angka di pojok kanan atas kertas itu.
9.0
........
Mari mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memfokuskan pandangan, mungkin saja ia salah lihat karena mood jeleknya. Ia mengucek matanya sekali lagi tapi angka itu masih sama.
Apa maksudnya ini?
Tangan kecil gadis inipun segera menyambar kertas di depannya dan meneliti kertas itu sekali lagi, dan setelah puas melihat kertas yang sama jenisnya dengan miliknya tadi, ia beralih menatap Momoshiro dengan tatapan tidak percaya.
"Hebat kan? Nilaiku tertinggi ke dua setelah Kaichou!" pemuda jabrik itu berucap bangga.
Kepala Mari seakan tertimpa batu berukuran sangat besar saat mendengar ucapan Momoshiro bahwa nilainya terbaik ke dua setelah Kaichou mereka. Hah? Yang benar saja? Ada apa dengan dunia ini?
Mari benar-benar tidak habis pikir, bagaimana mungkin, ia kalah dari Momoshiro!
Duk! Duk!
Suara benturan kepala dan meja terdengar berkali-kali di dalam kelas 2-8 yang sepi. Tentu saja itu adalah kepala milik Mari, ia mengutuk kinerja otaknya yang tiba-tiba melambat jika itu sudah menyangkut matematika. Ia merasa sangat bodoh sekarang, bodoh, bodoh, bodooohh!
"He? Kau kenapa, Mari? Berapa nilai matematikamu?"
Mendengar pertanyaan super polos dari teman sekelasnya itu membuat Mari seakan tersambar petir di siang bolong, ia segera berdiri dari kursinya dan mengambil kertas ulangannya yang masih tergeletak manis di meja, beruntung baginya Momoshiro tidak melihat hasil ulangannya.
"Hehehehe," cengiran lebar kali ini berpindah dari wajah Momoshiro dan sekarang menghiasi wajah sang gadis yang tadinya lesu tidak karuan, "A-aku ada janji dengan Kaoru-chan, hahaha, jaa, Momo-chii~" Mari pun mengambil langkah seribu dan meninggalkan Momoshiro yang entah berekspresi seperti apa.
Disclaimer © Konomi Takeshi
Matematika © Mari-chan
"USOOOOOOO, INI NILAI TERBURUK SELAMA AKU SEKOLAH, bagaimana caranya memberitahu Marco-jichaaan, aku pasti dimarahiiii," Mari mengacak helaian hitamnya, raut wajahnya kembali kusut dan sangat tidak enak dilihat oleh siapapun.
Ia mendudukkan diri di atap sekolah yang kosong, yah, ia bohong saat mengatakan ada janji dengan Kaidou dan malah berlari menuju atap. Ia jelas tidak bisa menemui sahabatnya itu sekarang, apalagi dalam keadaan seperti ini. Kaidou pasti akan tahu kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya. Dan jelas ia tidak mau Kaidou tahu kalau nilai matematikanya jelek. Itu. Buruk!
Mari menghela nafas pasrah dan menenggelamkan wajahnya ke lutut yang ia tekuk, tangan mungilnya masih erat menggenggam kertas maut itu, "Bahkan nilai Momo lebih bagus dari ini, aaaaaa--"
Sret!
"Are?" dan teriakannya spontan terhenti saat merasakan seseorang merebut kertas ulangannya. GAWAT! Lagipula, siapa yang berada di atas atap ini? Bukankah tadi ia hanya sendirian?
"3.2, nilai yang sangat tidak pantas disebut nilai, kau tahu itu, Mari?"
Glek!
Gawat, gawat, gawat! Mari menelan ludahnya gugup saat ia mendengar suara itu. Ia tahu benar siapa pemilik suara itu, suara berat dan datar dan kaku, hanya ada satu orang pemilik suara jenis ini di Seigaku dan dia adalah--
"Kau mau menjelaskan sesuatu padaku, Mari?"
Perlahan namun pasti, gadis yang sangat mengidolakan ojisannya ini mengangkat kepalanya dan mata hitamnya pun melebar saat seseorang yang menginterupsi kegalauannya sudah berjongkok di depannya. Wajah pemuda itu tepat berada di depan wajah Mari.
"Gyaaaaaaaa!" sebuah teriakan dan dorongan kuat berhasil menjauhkan sekaligus menjatuhkan sang pemuda dari hadapan gadis kelas dua itu.
Tuk!
"Ittai!" Mari mengusap keningnya saat pemuda yang tadi sempat jatuh itu bergegas bangun dan menyentil keningnya yang tertutup poni tebal "Inui-senpai, kau mengagetkanku!" bentaknya.
"Kau mendorongku sampai aku jatuh dan berteriak di depanku, seperti melihat hantu saja," Inui berucap kalem dan lanjut mengamati hasil kertas ulangan milik sang kouhai.
Habisnya kau memang mirip setan sih. Batin Mari sweatdrop.
"Dari 20 soal ini hanya 3 yang benar, kau yakin sudah belajar?"
JEDEEERRR!
Mari merasakan sebuah batu yang entah berasal dari mana kembali menjatuhi kepalanya. Aw!
"Bahkan nilai Kaidou lebih bagus daripada ini, yah tidak juga sih, nilai Kaidou untuk ulangan tadi adalah 4,1 kalian sama saja ternyata."
Satu batu lagi sukses jatuh ke kepala sang gadis.
"Sepertinya aku harus memberimu les pribadi untuk urusan matematika ini, kau setuju?"
......
Mari sudah tidak tahu ada berapa banyak batu yang menjatuhi kepalanya, batu-batu tidak bertanggung jawab itu juga sukses membuatnya eror, diajari matematika oleh Inui-senpai itu lebih horor daripada diajak maraton oleh Kaoru-chan.
"Anoo, Inui-senpai, bagaimana dengan Kaoru-chan, nilainya kan jelek juga, kenapa senpai tidak mengajarinya saja?" Mari berusaha menolak secara halus tapi melihat ekspresi sang senpai yang masih kaku, sepertinya kata-katanya tidak berefek.
"Kaidou? Ah, sudah ada yang mau mengajarinya, kau tidak perlu khawatir, aku mau mengajarimu karena kau membuatku khawatir dengan kemampuan berhitungmu."
Sama sekali. Tidak berefek.
"Sepulang sekolah, datang ke kelas 3-1"
......
Marco-jichaaaan...
〜(^∇^〜) (〜^∇^)〜
"Ibu pergi ke pasar dan membelanjakan seperlima dari uangnya. Setelah itu membelanjakan lagi lima per delapan dari sisa uangnya. Sekarang sisa uangnya Rp. 12.000. Berapa uangnya mula-mula?"
"Obaasan, lain kali sebelum belanja, dihitung dulu uangnya, kan aku tidak perlu repot-repot menghitungnya lagi."
Tuk!
Sebuah pulpen menghantam kepala gadis bertubuh kecil ini "Ittai!" dan ia membentak sang pelaku yang masih tetap memasang wajah datar di depannya. Padahal ia baru saja memukul kepala Mari, tapi masih sok cuek. Menyebalkan!
"Kau ini, bukan seperti itu, ini soal cerita, cepat kerjakan!" Inui yang kali ini menjabat sebagai seorang sensei berucap tegas dengan masih mencatat sesuatu dalam bukunya.
"Mou, maksud soalnya apa sih, kenapa harus ada seperempat-seperempatnya segala, dan lagi, Inui-senpai kan tahu aku tinggal bersama Marco-ji, mana aku tahu bagaimana cara seorang ibu belanja. Apalagi dengan model seperti ini! Selain merepotkan, juga membuat pusing!"
"....." Inui membenarkan kacamatanya yang mendadak miring saat mendengar protes dari Mari, "Kau tahu, Mari, kau ternyata lebih mengkhawatirkan daripada Kaidou."
Mari menggembungkan pipinya, iya sih, dirinya dan Kaidou itu sama-sama bodoh dalam hal matematika, tapi mungkin dirinya ini level bodohnya sudah di bagian paling bawah, ibarat panci, Mari ini adalah keraknya. Oke melenceng.
"Mau kuganti soalnya?" tawar Inui, ia membuka buku catatannya dan mulai memilah dan memilih data di dalamnya.
"I-iie, tidak usah, hahahaha," sergah Mari sebelum senpai kesayangan memberikan soal yang lebih tidak masuk akal lagi.
"Ya sudah, kerjakan."
Bagaimana mau mengerjakan kalau maksud soalnya saja Mari tidak paham sama sekali. Aduuuhh, soal saja tidak paham, bagaimana jawabannya? Ia mengacak rambutnya frustasi.
"Sepertinya kau kesulitan."
Urusai!
Itulah yang Mari teriakkan di dalam pikirannya. Ah, bagaimana ini?
"Oh iya, tadi pagi aku membuat minuman yang bagus untuk otak, Mari mau mencobanya?"
.....
Plis, soal satu ini sudah horor dan makhluk di depannya ini masih saja menambah kehororannya dengan jus buatannya, siapapun tolong aku!
"Ini jus spesial--"
"Mooouuu, mau itu spesial atau tidak spesial, aku tetap tidak mau mencoba apapun minuman yang dibuat oleh Inui-senpai, sekarang diam dan ijinkan aku menulis jawabannya!"
Inui hanya bisa diam mendengar protes sang kouhai yang sepertinya benar-benar tidak mau mencicipi jus barunya, padahal kan jus buatannya itu
"Yang ada, aku malah akan menyesal kalau minum jus milik Inui-senpai, sudah diam!"
"Ehm!"
〜(^∇^〜) (〜^∇^)〜
Uhuk!
Seumur-umur baru kali ini Inui memiliki kouhai yang seperti gadis ini. Kelemahannya dalam matematika sudah tidak ada tandingannya lagi. Dia sudah paling parah.
Sret!
Dengan pelan Inui mengambil kertas yang tadi ia berikan kepada Mari dan menghela nafas panjang, "Ini apa?" tanyanya.
Cengiran kembali menghiasi wajah Mari, "Menurut Inui-senpai, itu apa?" ia malah balik bertanya seraya menatap senpai-nya dengan tatapan semelas-melasnya.
"Gambarmu itu abstrak, mana kutahu kau menggambar apa," Inui yang sepertinya mulai emosi tidak terpengaruh sedikitpun tatapan memelas yang dipasang oleh Mari. Mungkin kalau Oishi akan langsung jatuh dalam tatapan maut dari Mari, tapi maaf saja, Inui Sadaharu bukanlah Oishi Syuichirou.
"Mou, tidak asik! Sudah sore, aku mau pulang!" Mari bangkit dari duduknya dan mulai berjalan meninggalkan sang senpai tapi langkahnya terhenti saat suara Inui menginterupsi.
"Hey, hey, satu soal saja belum selesai dan langsung mau kabur? Mari, kau ini."
Junior Seigaku berhenti sejenak di depan pintu kelas Inui dan memutar badannya ke arahnya, ia menjulurkan lidahnya sebelum kemudian kabur meninggalkan ruang kelas 3-1.
"...... Lagi-lagi dia tidak mau menurutiku, gadis itu," Inui benar-benar tidak tahu lagi bagaimana cara memaksa Mari untuk belajar matematika.
〜(^∇^〜) (〜^∇^)〜
"Kaoru-chaaaaaann..."
"Mari?" Kaidou berhenti mengayun raketnya saat melihat sahabatnya berlari menuju ke arahnya, "Kenapa baru pulang?" ia bertanya dengan nada yang sedikit naik, wajar saja ia kaget, saat pulang tadi ia tidak melihat Mari di manapun, mungkin saja dia sudah pulang duluan, tapi nyatanya? Gadis itu malah masih mengenakan seragam Seigaku dan terlihat baru pulang sekolah.
"Ada setan yang mencegahku pulang lebih awal," jawab Mari. Ngaco. Sudah jelas 'kan?
"Setan?" wajah Kaidou membiru seketika mendengar satu kata itu.
"Setan. Iya. Serius. Are? Kenapa kau pucat begitu, Kaoru-chan."
Kaidou tak menjawab tapi dilihat dari raut wajahnya, dia ini pasti sangat ketakutan, "Hooooy, Kaoru-chaaaaaann!!!"
Kata setan itu sepertinya benar-benar horor bagi seorang Kaidou Kaoru. Aduh, andai saja dia tahu kalau makhluk yang menjadi doubles partner-nya itu lebih horor daripada setan yang asli. /eh
The End
Yoooooo
Datang lagi dengan fict super absurd, wkwkwkwk
Tapi seneng banget deh bisa kembali menulis tentang Inui-senpai wwwwwww dia senpai kesayangan Mari pake banget XD
Terakhir kali Inui muncul di pertandingan Momo vs Kaoru-chan kan yah... aaaa senpaaaaiii *tubruk* /gak gitu
Inui Sadaharu |
Ngebayangin diajarin matematika sama makhluk ini lol agak horor tapi dia cakep jadi dimaafkan #disamplok
Hiaaaaa... sudah ya, sampai jumpa di postingan selanjutnyaaa~