YA AMPUUUNN... SUDAH BERAPA LAMA INI BLOG AKU TINGGALKAAAANNN *kayang* blog-nya hampir lumutan, hiks :'(
Huhuhu... karena malam ini Mari-chan sedang senggang, Mari-chan pengen ngepost fict favorit Mari-chan disini boleh kan? hehehehe... sebenarnya fict ini pernah kupublish di fanfiction.net tapi, karena ini fict terfavorit karyaku sendiri (silahkan pukul saya) makanya, dipublish ulang diblog tercinta iniii... *senyum manis* beri tepuk tangan buat Mari-chan dong #dilemparkursi
tambahan (siapa tahu ini penting) Mari-chan sudah meminimalisir adanya TYPO dan SODARA-SODARANYA biar gak nampak di sini (KALI) -_-
OKAY... ARE YOU READY... (reader: ENGGAK!!!)
Siap gak siap, pokoknya inilah fict gaje hasil pemikiranku sendiri, fufufufu... Bagi yang udah
Karena ini pertama kalinya Mari mempublish fict di blog, jadi maklum saja kalau eerr-yah, gitulah, oke deh, kita mulai saja yaaah... ENJOOOOYYYY >///<
_________________________________________________________________________________
________________
_______
__
“TRAFALGAR
LAW!”
Teriakan
super itu menggema memenuhi kapal Sunny
Go. Tak berselang lama, terdengar derap langkah kaki seseorang yang
mengalun di dek kapal. Selanjutnya, langkah kaki itu kembali menghilang dari
dek berumput Sunny Go, Entah kemana
tujuan kaki-kaki itu sebenarnya.
“TRAFALGAR
LAW! DIMANA KAU!” terdengar lagi teriakan yang sama—teriakan seorang gadis.
“Ng,”
Law—sang tersangka hanya terlihat biasa saja saat merasakan kedatangan
seseorang yang baru saja memanggilnya dengan suara super cempreng itu. Saat ini
ia sedang bersantai di bagian atas kapal berkepala matahari itu. Ia berniat
istirahat sejenak setelah membereskan sebuah masalah yang sebenarnya tidak
penting.
“Nami-ya?” gumam sang dokter dengan nada
pelan, ia menatap seseorang yang berdiri tepat di samping dirinya yang sedang
berbaring santai lewat sebelah matanya.
“Diam kau!
Cepat! Kembalikan aku ke tubuhku semula, baka!”
An One Piece fict
By Mari-chan
Hate That I Love You
Disclaimer:
Odachi-sensei~ aku boleh mengkalim Law sebagai suamiku ‘kan??? *Puppy eyes no jutsu*
Rate T
Genre: Romance and
Humor
Pairing: Trafalgar Law
and Nami
Warning: OOC, CANON,
typo, dan semacamnya, dan sebagainya. Intinya, Mari-chan sudah menulis
Warningnya loh yah… #iniapah
Don’t Like Don’t Read
Enjoy~
“Tora-o, mau menemaniku memancing tidak?”
suara sang kapten kapal terdengar luar biasa ceria saat melihat kedatangan
penghuni baru Sunny Go bermantel
hitam yang sedang berjalan menuju dek kapal, tempat biasanya sang pemuda
bertopi jerami itu memancing.
Namun, pemuda
berkulit coklat yang dipanggil Tora-o
itu tak bereaksi sedikitpun. Ia masih memasang wajah datarnya saat menatap
siapa yang baru saja bersuara. Suara itu memang suara sang kapten kapal, namun
kalau melihat sosoknya—
“Cepat! Aku
dan Luffy sudah berada di sini, kembalikan tubuh kami, hei, Trafalgar!” bentak
Nami. Ia berkacak pinggang pada dokter yang memiliki julukan Shinogekai tersebut.
Law
mendengus menatap sosok yang saat ini menatapnya dengan sadis. Ingin sekali ia
tertawa selebar-lebarnya saat melihat siapa yang sedang berbicara sekasar itu.
namun yang keluar darinya hanyalah seringai tampannya seperti biasa.
“Nami-swan~ ini ada kue pie yang baru matang,
cobalah~” tiba-tiba, Sanji—sang koki kapal sudah berada di antara ketiga orang
yang berada di dek berumput itu.
“Eh, Nami-san?” gumam Sanji pelan. Sungguh, ia
sama sekali tidak mengerti, suara Nami yang ia dengar tadi sepertinya berada di
sebelah kanan pintu dapur, namun yang ia dapatkan saat menoleh ke sisi kanan
adalah sosok dua kapten yang sedang beradu pandang dengan tatapan sengit.
Sedangkan
orang yang ia cari malah sedang—memancing? Apa-apaan ini?
Pemuda
berambut pirang itupun mendekat ke arah gadis navigator yang saat ini sedang memancing dengan tenang di pinggir
kapal, ia sama sekali tidak menyangka, gadis sexy yang gila uang dan sangat tidak mau kerepotan itu hobi
memancing? Pasti sudah ketularan Luffy. Begitulah pikir koki tampan tersebut.
“Nami-san, silahkan, camilan sorenya,” ucap
sang pemilik bounty tujuh puluh tujuh
juta berry tersebut tak lupa mata yang berbentuk love-love khas dirinya.
“Wah… Arigatou, tapi, aku lebih suka daging,
Sanji,” ucap sosok Nami itu dan langsung melahap habis pie yang disajikan oleh
sang koki.
Hening.
Hening.
“Tidaaaaaaaak…
Nami-swaaaaaan~ apa yang terjadi
padamu!” teriak sang pemilik tendangan maut itu dengan sangat lebay.
Krek!
Tubuh Sanji
seketika menjadi batu saat ia mendengar suara yang dikeluarkan oleh sosok Nami
di depannya. Suara itu. Cengiran itu. Hobi itu. tidak salah lagi, itu suara—Luffy?
“Ngh, oi,
Sanji, ada apa denganmu?” ucap Luffy dalam tubuh Nami seraya turun ke dek
berumput Sunny Go. Ia memperhatikan
dengan seksama tubuh Sanji yang membatu dengan tatapan polos khas dirinya,
sedetik kemudian, Senchou dari Mugiwara no Ichimi itu mengangkat
bahunya acuh dan kembali ke kegiatan semula—memancing.
“Sanji-kun!” Nami bergegas menghampiri tubuh
sang koki yang terbaring tak berdaya dengan wajah membiru. Ia menepuk-nepuk
pipi—yang tadinya—putih koki pirang tersebut dengan penuh semangat.
“Sanji-kun, bangun hei, Sanji-kun!” teriak Nami lagi.
Lagi-lagi Law
hanya mendengus pelan menatap kegilaan para kru Topi Jerami yang tersaji di
hadapannya. Sungguh, kalau bukan karena rencana matang yang ia susun itu harus
melibatkan mereka, ia tidak akan mau bersusah payah seperti ini.
Seperti
halnya kejadian tadi—beberapa jam lalu.
.
.
.
Flashback.
Sang Sichibukai ber-bounty empat ratus empat puluh juta itu sedang bersantai di dek
berumput milik Mugiwara no Ichimi,
tentu saja setelah ia menghabiskan waktu makan roti selama satu jam penuh.
Mungkin bagi
kru lainnya, memakan roti hanya membutuhkan waktu setidaknya lima belas menit,
namun tidak bagi dokter tampan itu.
Alasannya?
Karena sudah jelas. Trafalgar Law. Sangat. Membenci. Roti. Perlu diulangi?
“Tora-o, kenapa kau sangat tidak suka
roti?” pertanyaan dengan nada polos itu meluncur dari sang Kapten kapal dan
lagi-lagi hanya dijawab oleh dengusan kasar sang tamu. Baru saja dia ingin
melupakan makanan dari gandum itu, tapi malah kembali diingatkan oleh sang
pemilik kapal. Sangat. Menyebalkan.
Kedua Kapten
pemakan buah iblis itu kali ini sedang bersantai di dek rumput Sunny Go.
Sebenarnya, hanya Law yang
bersantai, sedangkan sang pemilik kapal, pasti hanya ingin mengacaukan kegiatan
pemuda berambut biru tua itu.
“Biarkan
saja dia, Luffy, mau suka roti atau tidak, itu bukan urusan kita,” dan, jawaban
malah datang dari sang navigator
cantiknya, gadis bermahkota oranye itu melirik Law lewat ekor matanya dan tak
lupa tatapan mengejek yang ia tujukan khusus bagi sang Shinogekai. Sepertinya sejak kejadian di Punk Hazard, Nami masih
sangat tidak bisa menerima sang dokter bedah kematian itu.
Law tidak
merespon, ia masih sibuk menenangkan cacing-cacing di perutnya yang dari tadi
protes karena mendapat asupan yang sangat tidak diharapkan. Ia hanya menatap
makhluk hitam dan oranye yang saat ini malah sibuk berargumen soal daging.
“Oi, Nami,
aku ingin daging, pinjam uangmu dong.”
Duagh!
Dan pukulan
super dari gadis berambut oranye panjang itu seketika membungkam paksa mulut
Luffy. Namun, meskipun begitu, Luffy tidak kehabisan akal, ia semakin menempel
pada Nami untuk setidaknya mendapatkan uang darinya.
“Pokoknya,
kalau kita berlabuh, aku ingin membeli daging sebanyak-banyaknya, yah, Nami~
bosan makan roti terus, lama-lama aku seperti Tora-o yang takut pada roti,” kata Luffy lagi, ia membulatkan
matanya, berharap gadis yang sangat ia sayangi itu mau mengabulkan
permintaannya. Namun—
Duagh!
Duagh! Brak!
“TIDAK ADA
SEPESERPUN UANG UNTUKMU, BAKA!”
Sungguh, Law
ingin sekali menyumpal mulut pemuda dengan luka di bawah mata iu karena
seenaknya mengatai dirinya takut roti, yang benar saja. Walau alasan dirinya
tidak suka roti masih dipertanyaakan sih.
“Nami… kau
pelit sekali…”
Law menahan
kepalan tinjunya, sungguh, kedua makhluk berwarna hitam dan oranye yang sedang
bertarung dengan sengit di depannya ini sangat mengganggu acaranya—menenangkan
para cacing tadi. Apalagi, dalam pertengkaran mereka berdua selalu menyebut
namanya.
Ini gila.
“Nami~ kau tega
sekali… Tora-o, ayo bantu aku
membujuk Nami, kau juga tidak mau makan roti terus ‘kan?” kata Luffy lagi, ia
menatap Law dengan tatapan minta pertolongan.
“Tidak ada
uang buatmu, dan jangan sekali-kali minta bantuan orang menyebalkan itu, Luffy!”
Duagh!
Satu
pukulan lagi yang pastinya mendarat di kepala bersurai hitam milik Luffy.
“Daging~”
“Masa
bodoh!”
Duagh!
Kali
ini, pemuda Sembilan belas tahun itu mendapatkan jackpot, benjolan bertingkat
pada kepala hitamnya.
“NAMI~”
“BAKA!”
Cukup! Law
benar-benar habis kesabaran, maka dengan sekali gerakan, ia yakin, ia bisa
menyelesaikan semuanya.
“Room.”
“Shambles.”
End of Flashback.
.
.
.
Law
menyeringai saat mengingat kejadian beberapa jam yang lalu itu, ternyata,
melakukan keisengan serupa dengan saat dirinya di Punk Hazard tidak buruk juga.
Lihat saja buktinya, ia bisa melihat sisi lain dari kapten bertopi jerami yang
dulunya hanya bisa mengeluarkan ekspresi bodoh.
“Trafalgar
Law!”
Cih.
Baru saja ia
mengeluarkan senyum mengejek tentang ekpresi lain dari Monkey. D. Luffy yang
harga kepalanya adalah empat ratus juta berry
itu, dirinya sudah harus mengalami gangguan jantung karena bentakan super dari
orangnya. Orang yang berada dalam tubuhnya, maksudnya.
Mata hitam
Law memicing saat melihat pemuda di depannya. Pemuda itu sedang berkacak
pinggang layaknya seorang perempuan. Yah, dalam tubuhnya memang perempuan sih.
“Kenapa,
Nami-ya?” ucap pemuda berkulit gelap
itu dengan nada mengejek.
Wajah Luffy
er—maksudnya, Nami langsung berubah menjadi merah saat melihat tanggapan kapten
bajak laut Heart di depannya,
sungguh, kalau bukan karena ia masih membutuhkan pengguna Ope Ope no Mi ini untuk mengembalikan kondisi tubuhnya, ia pasti
sudah melemparkan pemuda sok cool ini
ke laut. Biar, dia pasti langsung mati. Dalam hati, Nami tertawa setan.
“Aku sudah
mengatakannya padamu, kembalikan tubuhku seperti semula. Di sini ada Luffy
juga, kau dengar tidak, Trafalgar!”
bentak gadis cantik itu lagi, ralat, maksudnya gadis dalam tubuh seorang
pemuda.
Law
mengendikkan bahunya acuh, ia mengalihkan pandangannya pada sosok gadis cantik
yang masih asik memancing di pinggir kapal. Ia menyeringai miring menatap
kebodohan Senchou Mugiwara no Ichimi
tersebut.
“Sepertinya,
kaptenmu itu tidak keberatan, Nami-ya,”
ujar Law singkat saat matanya kembali beradu dengan mata hitam Nami-Luffy.
Nami dalam
tubuh Luffy hanya bisa menganga saat mengetahui maksud ucapan dari dokter bedah
kematian menyebalkan itu. ia menatap sosok dirinya yang masih cuek memancing di
pinggir kapal.
“LUFFY, BAKA!”
Duagh!
.
.
.
“Pppfft—“
Usopp tidak bisa menahan dirinya untuk tertawa saat melihat pemandangan yang
sangat menggelikan di depannya. Sementara, Sanji yang sedari tadi mematung,
sampai sekarang belum sadar dari pingsannya. Sepertinya, ia masih tidak bisa
menerima kenyataan bahwa tubuh Nami-nya berada dalam tubuh Baka Senchou-nya.
“Oy, Luffy,
kenapa kau malah menangisi Nami seperti itu, bukankah salahmu sendiri yang tadi
memukulnya, hooaamm,” kata Zoro pelan di sela ngantuknya, sungguh, ia
benar-benar terganggu saat mendengar teriakan Nami dan suara pukulan setelahnya,
tapi, saat ia menuju ke dek kapal, yang ia temukan malah tubuh Nami yang
pingsan dengan benjolan di kepala oranyenya.
Sepertinya,
pemuda berkepala hijau ini tidak mengerti situasi sebenarnya.
“Dasar bodoh,”
gumam Law pelan, ia tahu kalau kru Topi Jerami itu bodoh seperti halnya sang
kapten, tapi ia sama sekali tidak menyangka, kru Topi Jerami benar-benar sangat
bodoh. Sangat. Bodoh.
“Hiks, aku
menyakiti diriku sendiri, ini sudah dua kali aku menyakiti diriku sendiri,
hiks, aku jahat!” Nami dalam tubuh Luffy terus-terusan meraung melihat tubuhnya
terbaring di atas kasurnya.
“Sudahlah,
Nami-Luffy, tenang dulu,” bujuk Chopper. Rusa kutub berhidung biru yang
menjabat sebagai dokter di kru bajak laut Topi Jerami itu sama sekali tidak
menyangka, akan kembali mengalami kejadian yang sama seperti saat di Punk
Hazard, yaitu merawat tubuh Nami yang terluka karena ulah Nami sendiri. Aneh.
“Trafalgar,
kenapa kau melakukan hal seperti ini lagi, merepotkan sekali,” ucap Franky, ia
kembali meneguk sodanya yang ke empat sembari memperhatikan kondisi tubuh Nami
yang mengenaskan.
“Yohohohoho,
tapi, sangat manis sekali, melihat Luffy-san
menangisi Nami-san, seperti
sepasang kekasih saja, yoho—“
Duagh!
Dan sebelum
tawa sang tengkorak mesum itu berlanjut, ia sudah terlebih dahulu terlempar ke
luar kamar, pelakunya? Tentu saja Nami dalam tubuh Luffy. Ck.
Sementara
satu wanita lagi yaitu Robin hanya bisa mengeluarkan senyum tipis saat melihat
kekacauan di dalam kamar gadis itu, ia sama sekali tidak mengerti, kenapa Law
sangat senang menjahili Nami dan Luffy. Namun saat melihat tatapan Shichibukai tampan itu yang terus
mengarah ke Nami, ia perlahan menyadarinya.
“Nami-neechan~” ucap Momonosuke pelan. Nami
menoleh sejenak ke arah anak dari Kinemon itu sebelum kemudian kembali menangis
saat melihat tatapan anak kecil berambut hitam itu, karena Momonosuke bukan
berbicara ke arahnya, melainkan ke sosok dirinya yang sedang terbaring.
Intinya, yang Momonosuke khawatirkan itu adalah sosok Luffy.
Ternyata sama
saja.
Bodoh.
“Hn,” karena
bosan melihat adegan yang sangat tidak penting di dalam kamar Nami, akhirnya,
Law memutuskan untuk melangkah keluar. Ia berjalan dan kemudian bersantai di
dek kapal, dan menyandarkan tubuh tegapnya pada tiang besar yang terdapat di
sana.
.
.
.
“Cih, tak
kusangka, Shinogekai yang jenius pun
bisa galau, shurororo.”
Baru
sebentar menutup matanya, Law sudah terusik dengan suara tawa yang bahkan lebih
menggelikan daripada tawa si tengkorak. Dengan setengah malas, pemuda bermantel
hitam itu membuka sebelah matanya dan melirik sadis ke arah makhluk penuh asap
yang saat ini terlihat sedang mengejek ke arahnya.
Dengan
segala sifat cool yang ia miliki,
pemuda bertato itu kembali memejamkan mata seakan tak peduli pada ucapan si
Ilmuwan Gila yang ia culik dari Punk Hazard.
“Pura-pura
tidak dengar, heh, Law,” suara yang sama terdengar lagi kali ini tanpa suara
tawa menyebalkan.
“Bukan
urusanmu, Caesar, kau sebaiknya diam, atau kami tidak akan mengembalikanmu pada
Joker,” ucap Law dengan nada dingin. Sejujurnya, ia ingin sekali
memotong-motong tubuh si Asap gila percobaan yang saat ini berada di pojok dek
berumput itu, namun, sepertinya mood
sang dokter sedang buruk, sehingga ia tidak minat sedikitpun meladeni
peliharaan kesayangan Joker itu, siapa lagi kalau bukan Caesar Clown.
“Shurorororororo—“
Cklek!
Caesar
langsung menghentikan tawa khasnya saat melihat sebilah pedang yang ia tahu
adalah Nodachi tengah mengarah tepat ke wajahnya. Ia menelan ludahnya saat
melihat wajah dingin sang Shichibukai
yang menatapnya tajam.
“Tak perlu
serius begitu, Law, kalau aku terluka, entah apa yang akan dilakukan Joker pada
kalian ‘kan?” ucap manusia asap itu lagi, keringat dingin mengaliri wajahnya
saat membayangkan betapa berbahayanya pedang panjang itu. (apakah asap bisa
mengeluarkan keringat? Entahlah). “Hei, Law, turunkan pedangmu,” lanjutnya lagi
seraya berharap, pemuda di depannya mau menurunkan senjata kebanggannya itu.
“Cih,” Law
menurunkan Nodachi-nya dari wajah memelas makhluk menyebalkan itu dan kembali
menuju tempat duduknya, ia menyamankan kembali posisinya dengan menyender pada
tiang besar tersebut.
.
.
.
“Nami dalam
tubuh Luffy sepertinya terlalu lelah menangis, ia sampai tertidur, sedangkan
Luffy dalam tubuh Nami belum sadar juga, sepertinya pukulan Nami memang terlalu
dahsyat. Kapten pun sampai belum siuman.”
Lagi dan
lagi, kegiatan sakral yang dilakukan oleh Law terganggu. Kali ini suara seorang
wanita. Suara yang lembut. Hanya satu orang yang memilikinya. Nico Robin. Siapa
lagi?
“Hn, bukan
urusanku,” respon Law pelan, ia sama sekali tak tertarik mengurusi masalah navigator dan kapten kru Topi Jerami
itu.
“Benarkah?
Nami selalu menggumamkan namamu, sepertinya ia benar-benar ingin kembali ke
tubuhnya. Kau juga sebenarnya tidak tega ‘kan melihat Nami terluka seperti itu.”
Law
benar-benar mengutuk wanita cantik berambut hitam itu. Kenapa dia dilahirkan
sebegitu jeniusnya. Pasti wanita itu mengerti kenapa dirinya melakukan semua
ini pada Nami dan Luffy.
“Aku bilang
bukan urusanku, dan berhenti mencampuri urusanku, Nico-ya,” ujarnya dingin. Ia berniat memejamkan mata hitamnya lagi kalau
saja ucapan selanjutnya dari wanita bersurai hitam itu tidak ia dengar.
“Kau cemburu
akan kedekatan Kapten dan Nami, begitukah, Trafalgar? Makanya, kau menjahili
mereka berdua, atau lebih tepatnya, menjahili Nami.”
Checkmate!
Law
tersentak.
Ia tidak
pernah menunjukkan pada siapapun mengenai perasaannya. Ia selalu melakukan
segalanya dengan tenang. Dan ia sangat yakin, ia selalu bersikap biasa saja
pada kru lainnya. Apakah dengan menjahili Nami dan Luffy, ia malah sudah
membongkar rahasianya sendiri? Apakah kali ini ia keterlaluan?
“Cih,” tanpa
berkata apapun lagi, Law bangkit dari tidur duduknya dan berjalan meninggalkan sang
arkeolog.
“Fufufufu,
ternyata kau ini memang, tetap saja masih belum dewasa, Trafalgar,” gumam
Robin, wanita cantik itu tersenyum penuh arti menatap kepergian pemuda berkulit
coklat.
.
.
.
Ruangan yang
baru saja ditapaki oleh Law terlihat biasa saja, dua ranjang dengan dua makhluk
yang terbaring di atasnya.
Kamar Nami.
Dan hanya
ada Nami dan Luffy di sana, sesuai ucapan Robin, Nami sepertinya terlalu lelah
menangis hingga tertidur. Mungkin kru lainnya meninggalkan mereka karena
terlalu bingung harus berbuat apa. Tentu saja, yang menyebabkan semuanya ‘kan
dirinya.
“Bodoh,”
gumam Law pelan. Kapten bajak laut Heart
itu menyiapkan tangan kanannya dan bersiap mengeluarkan tekhnik andalannya, “Room.”
Selaput
tipis berwarna biru mulai melingkupi ketiga manusia itu, dimana salah duanya
masih belum sadar dari alam mimpi mereka—mungkin.
Sang dokter
bedah kematian itu memejamkan mata, dan tanpa membuang waktu lagi, ia
mengarahkan dua jarinya pada keduanya dan berujar pelan, “Shambles.”
Law
memperhatikan dengan seksama pertukaran yang terjadi di depan matanya. Jiwa
milik Nami perlahan kembali ke tubuh asalnya, begitu juga dengan jiwa Luffy.
Dan setelah yakin tugasnya selesai, pemuda bertato itu kembali mendengus seraya
bersiap keluar dari kamar gadis itu.
Namun, baru
beberapa langkah, ia kembali berbalik, kali ini ia menuju tempat Nami
berbaring. Law menyeringai menatap wajah gadis cantik yang gila uang itu. Ternyata sangat menyenangkan membuat gadis
ini marah, dia manis juga. Batinnya.
Dan
sejujurnya, ia menyukainya, mungkin ini gila, namun memang begitulah yang
sebenarnya. Ia merutuki hatinya yang tidak bisa bersikap professional dalam
aliansi ini, namun, siapa yang bisa menolak yang namanya cinta ‘kan?
Perlahan
tapi pasti, Law mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Nami, dan secepat kilat,
ia mengecup bibir tipis gadis cerewet itu. Hanya sesaat, ia sama sekali tidak
ingin mengganggu tidur sang gadis yang beberapa waktu yang lalu sempat
marah-marah padanya. Ia segera menjauhkan wajahnya dan kembali berjalan
meninggalkan ruangan dengan bau khas jeruk itu.
Seringai
mulai nampak menghiasi wajah tampan sang Shinogekai
saat mengingat kejadian yang hanya berlangsung beberapa detik itu, “Ternyata
memang manis,” gumamnya pelan seraya kembali melanjutkan langkahnya.
Ternyata,
berbuat jahil pada gadis pecinta jeruk itu tidak buruk juga. Benar begitu,
Trafalgar?
.
.
.
“Ngh,” Nami
melenguh pelan. Ia membuka mata besarnya dan memekik pelan saat merasakan sakit
di bagian kepalanya. Ia memegang kepala bersurai oranyenya yang masih terasa
sedikit nyeri.
Tunggu.
Kepala
oranye?
Nami
beringsut perlahan menuruni ranjang tempatnya tidur dan berjalan menuju cermin
besar yang memang tersedia di sana.
Dan
senyumnya mengembang saat menatap bayangan yang tertangkap dalam cermin di
depannya. Itu benar-benar dirinya. Nami. Ini benar-benar dirinya.
“Kyaaaaaaa~”
gadis pecinta jeruk dan uang itu bersorak dan melompat-lompat penuh kegembiraan
seolah baru saja menemukan harta karun. Ia bahkan melupakan kejadian saat ia
secara sadar telah memukul dirinya sendiri.
“Nami,
kenapa teriak begitu, kau mengganggu tidurku,” kepala berambut panjang milik
Nami menoleh saat mendengar suara pemuda yang sangat ia kenali, namun, ia hanya
terkikik pelan saat pemuda itu justru kembali tertidur, ternyata mengigau.
“Tidurlah,
Luffy. Untuk sekarang, aku memaafkanmu,” ucap gadis yang sangat pintar
menggambar itu. “Untung saja si Trafalgar itu mau mengembalikan tubuh kita,
kalau tidak, aku akan menghajarnya, haha,” Nami tertawa penuh kemenangan.
1 detik…
2 detik…
“Eh?
Trafalgar?” Nami terdiam, sepertinya ia mengalami sebuah mimpi yang melibatkan
pemuda menyebalkan itu. namun, apa yang ia impikan tadi yah?
“Hah, masa
bodoh, yang penting aku sudah kembali ke tubuhku semula!” gadis itu berlari
keluar kamar dengan langkah ringan dan menuju dapur.
.
.
.
“Kau!” Nami
berteriak saat menemukan sosok pemuda bermantel hitam dengan topi putih
bercorak aneh sedang duduk santai di meja dapur. Gadis itu menatap tajam sang
dokter yang sedang menatapnya cuek.
“…”
“Kenapa kau
ada di sini, Trafalgar!” tanya Nami dengan nada kasar.
“Seperti
yang kau lihat, Nami-ya, aku sedang
minum,” jawab Law tenang.
“Huh,” Nami
mendengus kasar. Ia berjalan dengan kaku melewati tempat Law duduk. Ia berniat
mencari Sanji untuk memesan makanan ringan, namun, ia tidak menemukan koki
tampan itu dimanapun.
“Kalau
mencari Sanji-ya, ia masih belum
sadar dari pingsannya,” kata Law dengan nada datar yang seakan bisa menebak
gelagat Nami.
“Kau bahkan
tidak memiliki ekspresi apapun saat mengatakannya, Sanji-kun seperti itu karena ulahmu, tidak sopan,” ucap Nami. Namun
lagi-lagi, Law tidak merespon, ia masih asik menikmati teh hangatnya.
“Kau bahkan
tidak berterima kasih padaku yang sudah mengembalikan tubuhmu kembali seperti semula,
menurutmu, siapa yang lebih tidak sopan,” balas pemuda yang kepalanya bernilai
empat ratus empat puluh juta itu.
Nami
merasakan suhu tubuhnya memanas saat mendengar ucapan Shichibukai itu, kenapa ia harus berterima kasih, bukankah semuanya
karena ulahnya. “Kau bodoh!” Nami berteriak di depan wajah stoic Law.
“Heh,” dan
lagi-lagi hanya dibalas seringai oleh Law.
Nami
mengepalkan tangannya, ia menahan mati-matian tangan mulusnya agar tidak
meninju wajah sok cool pemuda di
depannya. Dan sedetik kemudian, gadis cantik itu berbalik menyeringai.
Law
menaikkan sebelah alisnya saat melihat seringai dari Nami. Sungguh. Ia
merasakan firasat buruk.
“Tidak
apa-apa, kau memang menyebalkan,” Nami melenggang meninggalkan dapur dengan
senyum penuh kemenangan, dan ia melirik sekilas ke arah Law sebelum melanjutkan
kalimatnya, “Oh iya, sebagai ucapan terima kasihku karena sudah mengembalikan
tubuhku seperti semula, aku akan memastikan ada roti dalam setiap menu
makananmu, Trafalgar.”
“…”
Lihat?
Benar-benar
buruk ‘kan?
Sepertinya
kau jatuh cinta pada gadis yang salah, hei, Trafalgar Law? Khukhukhu…
The End
_____________________________________________________________________________________________
_____
__
_____________________________________________________________________________________________
_____
__
hoaaa... ternyata walaupun copas dari doc tetep capek juga yak banyak juga typo-nya (apa kabar fict ini yang di FFN) <<==dia gak bisa buka ffn *kemudian guling-guling*
untuk malam ini fict ini aja dulu deh, fict lainnya besok-besok lagi kalau sempat mampir di sini, hoho...
yosh, segitu dulu yah dari Mari-chan... oyasuminasaaaiii... *tarik selimut*
No comments:
Post a Comment