"Iya, Mari... mereka ada di atap sekolah, sepertinya pertengkaran mereka kali ini cukup serius, kau harus menghentikannya sebelum semuanya terlambat."
Tanpa mengatakan apapun lagi, gadis yang dipanggil Mari itu langsung meninggalkan kelas 2-8 dan bergegas menuju atap sekolah di mana dua sahabatnya—yang kata teman sekelasnya—tengah berkelahi di sana.
"Dasar mereka berdua memang bodoh... kenapa kalian selalu bertengkar sih, seperti anak kecil saja," Mari mengomel tak jelas dengan masih memacu langkah semakin cepat. Ia jelas kesal kepada dua pemuda itu, kenapa seolah-olah hari mereka itu tak lengkap tanpa berantem. benar-benar kekanak-kanakan.
Bisa tidak sih mereka berdua akur sebentar saja, seperti halnya saat keduanya bertanding melawan Rikkaidai itu. Eh, tapi mereka juga sempat berkelahi yah pas pertandingan itu.
Gadis bertubuh kecil ini terlihat ngos-ngosan saat dirinya sampai di depan pintu yang menghubungkannya dengan atap sekolah, ia menumpu berat tubuhnya dengan kedua tangan yang ia letakkan di kedua lutut. Nafasnya tidak teratur. Rambut hitamnya juga sedikit berantakan karena berlari dengan kencang tadi.
Kalau dipikir lagi, ia sering sekali mengalami hal ini hanya gara-gara dua orang yang menjabat sebagai sahabatnya itu. Ah, sudahlah, tidak penting. Dengan sekali dorong, Mari pun mulai memasuki atap sekolahnya.
"Kaoru-chan, Momo, yamete—eh???"
Prince of Tennis: Takeshi Konomi
Eien No Rival: Mari-chan
Mari masih berdiri dengan wajah monk di atap sekolah yang baru saja ia masuki. Wajar saja ia syok, atap sekolah ini kosong, ia bahkan sempat melihat beberapa merpati terbang di depannya, mungkin mereka terbang karena kaget mendengar ia mendobrak pintu dengan sangat kencang.
Aneh. Atap ini kosong melompong tanpa penghuni. Lah? Bukannya tadi Ikeda mengatakan kalau Kaoru-chan dan Momo berantem di sini? Apa ia yang salah dengar?
"Ke mana Kaoru-chan dan Momo?" sang gadis menggumam lemas, ia hampir sesak nafas karena berlari dari kelasnya ke sini untuk menghentikan pertengkaran kedua anggota reguler Seigaku itu, tapi kenyataannya?
Tapi, tunggu deh... Memang agak aneh sih. Mari menyenderkan tubuhnya ke pagar pembatas atap dan menyangga dagunya seolah berpikir. Saat ia berlari menuju ke sini, ia tidak melihat satupun siswa-siswi Seigaku yang terlihat berkeliaran di sekitar atap, eerr—maksudnya adalah, biasanya kalau Kaoru-chan dan Momo bertengkar, mereka pasti berbisik-bisik heboh atau melakukan apalah yang mencerminkan bahwa kedua orang itu berantem.
Tapi tadi? Heeeeeeeeee??? Jangan-jangan—
"IKEDAAAAAAA... AWAS KAAAAAAAAUUUU!!" Mari menjerit kesal, ia memukul pelan pagar di belakangnya. Ia kesal. Benar-benar kesal karena teman sekelasnya yang selalu sok keren tapi tak ada keren-kerennya sama sekali itu. Ia tebak, pasti makhluk dengan poni aneh itu tengah menertawai dirinya dengan Arai sekarang.
"Menyebalkaaaann..." gadis ini mengepalkan tangan, saat ini emosinya benar-benar sudah sampai di puncak ubun-ubun. Seriuslah, ia sudah berapa tahun mengenal pemuda bersuara cempreng itu dan ia selalu saja tertipu, "HIIIIIIIIIIEEEE.. IKE—"
"Aku tidak akan kalah darimu!"
"Aku pasti akan mengikuti turnamen nasional tahun ini!"
Sayup-sayup Mari mendengar suara dari beberapa orang yang sangat ia kenali. Ia tahu siapa pemilik suara itu. Itu suara milik dua orang yang sedari tadi ia cari sampai ia hampir pingsan karena kebanyakan berlari. Dan suara itu berasal dari—lapangan tenis.
Lapangan—
—Tenis?
"Hah?" Mari tersentak saat otaknya yang terkadang lemot minta ampun itu akhirnya menyadari apa yang terjadi. Kali ini ia berlari dari atap dan menuju ke tempat yang ia yakini ada kedua sahabatnya. Tempat yang seharusnya ia datangi sejak awal.
Betapa bodoh dirinya saat ini, ia lupa kalau hari ini ada pertandingan penting antara Kaoru-chan dan Momo tapi ia malah melupakan hal itu begitu saja.
Ia tahu, dalam ranking match kali ini, mereka berdua berada di blok yang sama yaitu blok D. Dan di blok itu juga terdapat sang pangeran tenis, Echizen Ryoma. Itu berarti, di antara mereka bertiga akan ada satu orang yang dipastikan akan tersingkir dari barisan anggota Reguler.
Jantung gadis kelas dua ini mendadak berdegup kencang saat sebuah pikiran terlintas di otaknya, jika mereka bertiga ada di blok yang sama, besar kemungkinan, salah satu dari dua sahabatnya lah yang akan terdepak dari barisan utama tim Seigaku untuk turnamen nasional tahun ini.
Ia pernah merasakannya dulu, saat Momo berada di blok yang sama dengan Inui-senpai dan Tezuka-senpai dan teman sekelasnya itu gagal mengalahkan keduanya sehingga otomatis posisi regulernya jatuh ke tangan Inui-senpai. Efeknya? Pemuda itu mangkir dari kegiatan klub selama hampir tiga hari dan itu berdampak buruk. Terutama bagi Seigaku.
Mari jelas tidak mau itu itu terjadi lagi. Ah, payah... Jangan-jangan—maksud Ikeda membohonginya adalah—
"IKEDA NO AHOOOOUU!!!"
**********
Butuh waktu yang lumayan lama bagi Mari untuk bisa mencapai lapangan tenis Seigaku. Tidak, ia tidak nyasar seperti biasa, ia tidak akan nyasar di sekolahnya sendiri. Tapi, ada masalah lain, yaitu hobi nabraknya yang lebih parah daripada hobi tersesatnya.
Saat berlari dengan tergesa-gesa itu, ia tak sengaja menabrak salah satu senpai-nya yang tengah membawa tumpukan tugas, otomatis Mari sebagai tersangka utama yang memberantakkan tugas-tugas itu harus membantu sang senpai membereskannya.
Makin lama saja dia sampai ke lapangan.
Mari kembali ngos-ngosan saat ia sampai di lapangan, ia memegang dadanya yang terasa sesak karena lari dari atap sampai ke sini, ini lebih parah daripada larinya yang pertama.
Oh, keren sekali. Hanya karena dua orang bodoh itu, ia mengalami semua ini. awas saja mereka. Oh dan ia juga akan memberikan pelajaran kepada Ikeda. LIHAT SAJA NANTI!
Blok D tempat berlangsungnya pertandingan antara Kaidou dan Momo terlihat penuh oleh penonton. Wajar saja, siapa juga yang mau melewatkan pertandingan penting ini. Dalam ranking match kali ini, blok D memang menjadi grup neraka. Ya, lupakan sejenak grup tempat Tezuka-senpai dan Fuji-senpai berada.
Pertandingan antara dua Rival sekaligus menjadi pertandingan yang paling menentukan, siapa yang akan mengamankan posisi regulernya. Dengan segera, Mari pun mulai bergabung dengan mereka.
"Minggir, minggiirr.." katanya agak keras, ia menarik lengan beberapa pemuda yang tak ia kenali guna memberinya jalan. Aduh, maksa banget yah gadis ini.
"Hei, hei," dan tentu saja mereka protes akan kedatangan Mari yang begitu tiba-tiba dan langsung meminta tempat, payah. Tapi sekali lagi Mari tak peduli, ia menolehkan kepalanya sejenak ke beberapa pemuda yang protes itu dan menjulurkan lidahnya.
**********
"Haaahh, yokatta, akhirnya aku sampai juga," Mari menghela nafas lega begitu ia berhasil merangsek masuk dan sampai tepat di depan pembatas lapangan. Tapi sedetik kemudian—
"Doryaaaaaaaaaaa!!"
Eh?!
"Game, Momoshiro, 6-5."
Mata hitam gadis yang baru saja melihat betapa dahsyatnya Super Dunk milik teman sekelasnya itu terbelalak kaget. Apalagi saat ia mendengar ucapan wasit bahwa Momoshiro memimpin satu game dari Kaidou. "Kaoru-chan?" ia memekik khawatir seraya menatap sahabatnya yang tertinggal satu game, raut wajah pemuda berbandana hijau itu tetap sama. Kaku dan seram tapi kali ini terlihat sedikit kekesalan yang tertera dari wajahnya.
"Kau terlambat, Mari."
Kepala berhelai hitam milik Mari spontan menoleh ke sisi kanan saat ia mendengar suara salah satu senpai-nya. Dan benar saja, ia menemukan Inui Sadaharu tengah berdiri tenang di sebelahnya, mata berlapis kacamatanya masih tetap fokus menatap lapangan di depan tanpa sedikitpun menatapnya.
Mari terdiam sejenak, tangan kecilnya mulai mencengkeram pagar yang membatasi dirinya dengan lapangan tempat Rival Pair bertanding, "Gomennasai, aku—"
"Menurutmu siapa yang akan menang?" sang senpai kembali bertanya.
Mari menundukkan kepalanya dan menghela nafas pelan. Ia perlahan menggelengkan kepala. Jika ada satu pertandingan yang tak akan pernah ia akui siapa pemenangnya maka jawabannya adalah pertandingan antara Momoshiro dan Kaidou. Ia pernah melihat keduanya kalah dari orang lain tapi itu hanya kekalahan biasa saja, lain halnya saat mereka kalah dari sang rival.
Pasti akan berbuntut panjang.
"Nande?" suara Inui kembali terdengar, kali ini ia memperhatikan sang kouhai yang tertunduk lesu.
"Mari lebih memilih mereka bertengkar dan pertandingan tak pernah selesai daripada melihat salah satu dari mereka kalah, Inui-senpai," Mari menjawab dengan nada sangat pelan dan nyaris berbisik tapi itu sudah cukup didengar oleh pemuda tinggi di sampingnya.
"Itu dia, Boomerang Snake!"
Mari yang sedari tadi menunduk lesu langsung mengangkat kepala dan menatap lapangan di depannya saat mendengar teriakan trio ichinen yang menyerukan salah satu tekhnik andalan sahabatnya. Dan benar saja, saat ia melihat ke sisi lapangan, papan skor berubah kembali, "Game, Kaidou, 6-6, tie break!"
"T-tie break?"
**********
"Mau sampai kapan mereka akan seperti itu?" Horio menggumam, mata coklatnya tak berkedip sedikitpun dan tetap fokus ke arah lapangan. Ia masih memperhatikan dua senpai-nya yang bertanding dengan sengit lewat babak tie break. Keduanya terlihat kelelahan tapi keduanya juga tak ada yang mau mengalah dan membiarkan lawan mereka mendapatkan poin.
"Kaidou-senpai dan Momo-chan-senpai, sama-sama tidak ada yang mau mengalah yah?" tambah Katsuo.
"BAKA!" bentak Mari, ia menatap ketiga kouhai-nya yang baru saja berbisik-bisik itu "Jelas saja, mereka bisa menerima kekalahan dari orang lain meskipun itu sangat berat, tapi bagi Kaoru-chan, kekalahan dari Momo tidak pernah masuk dalam kamusnya. Dan hal yang sama juga berlaku untuk Momo-chii, dia juga tidak akan pernah mau menerima kekalahan dari Kaoru-chan, seharusnya kalian tahu itu dong!" suara Mari terdengar sangat aneh saat memarahi kouhai-tachi nya itu, ah, dari suaranya yang terdengar melengking seperti itu, sudah bisa dipastikan gadis ini tengah menahan tangisnya.
"Su-summimasen, Mari-senpai," ketiganya pun menunduk takut ke arah Mari.
Eiji menepuk pelan kepala kouhai kesayangannya dan tersenyum ceria, "Hoi, hoi... Mari-chan... suaramu terlalu keras, bagaimana kalau dua orang yang di sana itu mendengarnya, nyaa~"
Mendengar ucapan senior Seigaku itu sedikit membuat Mari terbelalak, ia buru-buru menutup mulutnya dan menggumamkan maaf berkali-kali kepada sang akrobatik.
SUDAAAAAHH... Saya capek OAO dan makan ati juga sih, dari siang nangisin Law soalnya #hehmelenceng T_T dan akhirnya menyibukkan diri dengan Tenipuri dan akhirnya ngetik dan akhirnya jadi satu orifict macam ini O.O"
"BAKA!" bentak Mari, ia menatap ketiga kouhai-nya yang baru saja berbisik-bisik itu "Jelas saja, mereka bisa menerima kekalahan dari orang lain meskipun itu sangat berat, tapi bagi Kaoru-chan, kekalahan dari Momo tidak pernah masuk dalam kamusnya. Dan hal yang sama juga berlaku untuk Momo-chii, dia juga tidak akan pernah mau menerima kekalahan dari Kaoru-chan, seharusnya kalian tahu itu dong!" suara Mari terdengar sangat aneh saat memarahi kouhai-tachi nya itu, ah, dari suaranya yang terdengar melengking seperti itu, sudah bisa dipastikan gadis ini tengah menahan tangisnya.
"Su-summimasen, Mari-senpai," ketiganya pun menunduk takut ke arah Mari.
Eiji menepuk pelan kepala kouhai kesayangannya dan tersenyum ceria, "Hoi, hoi... Mari-chan... suaramu terlalu keras, bagaimana kalau dua orang yang di sana itu mendengarnya, nyaa~"
Mendengar ucapan senior Seigaku itu sedikit membuat Mari terbelalak, ia buru-buru menutup mulutnya dan menggumamkan maaf berkali-kali kepada sang akrobatik.
**********
Sejak Kaoru-chan masuk klub tenis Seigaku dan mengenal Momo, ia menjadi pribadi yang lain di mataku. Ia mulai jarang berangkat dan pulang sekolah bersamaku. Jika kutanya apa alasannya, ia akan menjawab 'aku ada latihan'
Dunianya benar-benar terpusat di tenis. Tenis. Dan tenis.
Kadang aku merasa kesepian karena dia sahabatku satu-satunya, tapi saat melihatnya bersemangat ketika tengah berdiri di tengah lapangan tenis, aku merasa kalau dia masih sahabatku yang penuh semangat meski kadang berwajah seram. Ahahahaha
Ada kalanya dia juga bersikap aneh, seperti saat tiba-tiba marah padaku tanpa alasan yang jelas-—yah, dia memang sering marah sih, tapi biasanya itu kalau aku lemot atau membuatnya repot—tapi itu marah yang lain, tebakanku, ia pasti marah karena kalah bermain tenis.
Ah, aku tidak akan pernah memahaminya kenapa dia bisa begitu kesal hanya karena sebuah pertandingan tenis?
Dan, Momoshiro Takeshi.
Aku mengenalnya sejak masuk Seishun Gakuen dan sejak kelas satu pun aku selalu berada di kelas yang sama dengannya, maka dari itu aku termasuk dekat dengan pemuda yang selalu terlihat semangat itu.
Lagipula, sifat Momo sangat easygoing dan dia juga baik, meski kadang menyebalkan juga sih. Kami jadi lebih cepat akrab daripada dengan teman sekelas yang lain.
Tapi, sejak Momo mengenal Kaoru-chan, dia juga mulai sering marah-marah tak jelas, apalagi kalau dirinya baru saja melakukan pertandingan melawan Kaoru-chan, Pasti mood-nya seharian akan kacau. Huhuhu, mereka berdua memiliki sifat yang mirip.
Eh? Jangan-jangan yang membuat Kaoru-chan sering marah-marah padaku itu juga karena dia baru saja kalah dari Momo-chii?
"5-4, Kaidou memimpin!"
Mari tersentak dari lamunan panjangnya tentang dua sahabatnya itu saat wasit berteriak menyebutkan skor pertandingan. Apa katanya tadi? 5-4? Kaoru-chan memimpin yah?
Mata hitam sang gadis kali ini dipaksa untuk memperhatikan teman sekelasnya, Momoshiro Takeshi. Ia terlihat benar-benar kelelahan. Namun, meskipun begitu, pancaran semangat tetap tersirat dari mata ungunya, "A-apakah dia tidak punya rasa capek yah?" Mari menggumam sweatdrop.
**********
Hening tercipta selama beberapa menit saat pukulan terakhir dari Kaidou dilancarkan. Semua mata terpusat ke satu titik—bola yang menggelinding sangat pelan di belakang punggung Momoshiro.
Suasana blok D tempat dilangsungkannya pertandingan pun terasa sedikit aneh, tak ada satu suarapun yang terdengar, bahkan sang wasit pun masih menahan suaranya.
Sedangkan Momoshiro sendiri, ia terlihat tak berkedip sama sekali sejak dirinya menjejakkan kakinya di lapangan sesaat setelah melakukan Super Dunk.
Tentu saja ia syok luar biasa, lawannya yang tak lain adalah sang Rival—Kaidou Kaoru, berhasil mengembalikan Super Dunk-nya. "Dia—" Momo menggumam singkat setelah menyaksikan kejadian yang hanya berlangsung beberapa detik itu. Ia melihat dengan mata ungunya bagaimana cara Kaidou memukul bola tepat setelah bola hasil pukulannya perlahan memantul.
"Out! Game and Match! Momoshiro! 7-6."
"Ka-kaoru-chan?" Mari menggumam tak percaya dari luar lapangan. Ia menutup mulutnya dengan tangan kanan karena syok. Kalau boleh jujur sih, ia syok bukan karena kekalahan dari sahabatnya, tapi ia syok karena pemuda yang hobi mendesis itu bisa mengembalikan Super Dunk milik Momo dengan tepat meskipun bola hasil pukulannya terlalu melebar sehingga menghasilkan poin untuk Momo sekaligus kemenangan untuknya.
Super Dunk dari Momo 'kan kuat sekali, meskipun bisa dikembalikan, belum tentu Kaoru-chan bisa mengontrol pukulannya. Pasti begitu. pikir Mari.
Namun, kali ini Mari merasa sangat lega melihat hasil pertandingan keduanya. Paling tidak, ia bisa melihat pertandingan yang 'normal' antara kedua sahabatnya itu.
"Aku kalah, Momoshiro," Kaidou Kaoru berucap pelan saat ia dan Momo bertatap muka di tengah lapangan, ia mengulurkan tangannya ke arah sang Rival yang terlihat berwajah lesu.
Loh?
Momo diam sejenak menatap Kaidou yang berada di seberang net, "Keh, tapi aku sama sekali tidak merasa menang melawanmu," balasnya, ia menyambut uluran tangan dari sang lawan sebelum melanjutkan kalimatnya, "Kau mengembalikan Super Dunk-ku, lain kali akan kuraih kemenangan darimu dengan hasil yang memuaskanku."
Dan kali ini giliran Kaidou yang terdiam saat mendengar perkataan lawannya, tapi ia tersenyum sejenak dan berucap, "Keh, seharusnya itu kalimatku."
Baka. Mari tersenyum saat melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya dan ia juga mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah mengalir di kedua pipinya. Mereka itu yah, sering sekali membuatnya kesal tapi tak jarang juga mereka membuat dirinya menangis tanpa ia sadari seperti sekarang ini, "Mereka memang menyebalkan."
**********
"BAKAAAAAAAAAAAAA..."
"GYAAAAAAA... GOMENNASAI, MARI, AKU TIDAK BERMAKSUD—"
"TIDAK BERMAKSUD APA, HAH? KAU MEMBOHONGIKU, BAKA IKEDA!!!!"
Momoshiro menutup telinga dengan headset putihnya dan mulai memutar lagu dari pemutar musik yang entah sejak kapan ia bawa ke sekolah saat mendengar dua teman sekelasnya saling berteriak satu sama lain. Yang satu bersikeras marah-marah dan meneriakkan baka berkali-kali. sedangkan yang satu tetap mengaku tidak bersalah.
Kenapa dengan mereka? Batin Momo heran.
Ya, ia juga tidak mengerti sih sebenarnya apa yang terjadi pada sahabat perempuannya itu.
Contohnya saja, setelah pertandingannya dengan Kaidou tadi, gadis itu berjalan pelan ke arah mereka berdua dan tersenyum sangat manis. Dan tanpa mengatakan apapun, ia juga langsung menjewer telinganya dan Kaidou. Setelah melakukan hal itu, ia langsung ngacir meninggalkan lapangan tenis. Jelas saja ia bingung.
Tapi ia yakin, ada satu orang lagi yang tak kalah bingungnya saat melihat kelakuan gadis itu. Dan satu lagi, saat ia kembali ke kelas, gadis yang tadi menjewernya itu tengah marah-marah kepada Ikeda. Heh? Sensitif sekali dia hari ini?
"Momoshiro... bisakah kau menghentikan Mari, dia bisa menyakitiku," Ikeda berteriak minta tolong tapi sepertinya yang ia mintai tolong sama sekali tak peduli. Alhasil, Ikeda hanya bisa menghindari Mari dengan berlarian di dalam kelas.
Asli, Mari itu kalau marah bisa lebih mengerikan daripada Kaidou. Jangan remehkan kemarahan pemilik golongan darah A.
"Heee?" Momo membuka headset yang sedari tadi nempel di telinga dan memperhatikan Ikeda, "Aku tidak tahu masalah kalian, kenapa aku harus ikut campur?" katanya cuek, ia mulai bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruang kelas, "Aku lapar, mau ke kantin," lanjutnya.
"Hei, Momo—" ucapan Ikeda seketika terhenti begitu merasakan firasat buruk, oh tidak, ia berada di dalam kelas hanya dengan Mari, ini tidak bagus. Dengan sekuat tenaga, Ikeda berusaha mengejar Momo yang ternyata sudah menghilang entah kenapa. Cepat sekali dia menghilang kalau sudah menyangkut makanan O.O
"I-KE-DAAAAAAAAAAAAAAAAA..."
"GYAAAAAAAAAAAAAAA..."
"Dasar bodoh," Momo menggumam lucu mendengar teriakan Ikeda. Ia memasukkan kedua tangannya ke saku celana dan kembali berjalan menuju kantin Seigaku.
THE END
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaallllooooooowww (?)
Hohohoho... datang dengan fict baru lol
Ide ini muncul begitu saja saat sedang rewatch Eien No Rival: Momoshiro vs Kaidou itu... wkwkwkwkwk... yang scene sama Ikeda itu bayangkan saja pas orang bergoldar A lagi marah. pasti kacau yah, segala macam dilemparin #jangancurhatnak
Ah, ternyata emang hasil tulisanku tuh jadinya aneh yah OAO huhuhu... tapi kayanya ini lebih normal daripada yang awal-awal aku nulis tentang mereka, mhuahahahaha //apaan
yosh... rasanya gak afdol kalo gak ngasih pict Rival... ini aku skrinsyut dari episode itu dan aku edit sedikit, mihihihi...
Rival Paaaaaiiirrr |
Gak tahu mau ngomong apa lagi, sudah yah.... hehehehe... Oyasumiii~~
gk ada yg lebih panjang kak ???
ReplyDeleteSUGOII kok kak :D
Waaaaaaaaaiii.... makasih, Ichaaaaaa~~~ ahahaha, lebih panjang lagi??? entar yang baca bosen... tapi ini udah panjang kan???? OAO
Deleteini juga sekali ngetik langsung jadi dan langsung dipublish kok, daripada menuh-menuhin ms word #plak ternyata saya berbakat bikin oneshot yah (jangan sombong nak)
wkwkwkwk... sekali lagi, terima kasih sudah mampiiirrr *guling-guling* (?)