Getaran ponsel perak yang berada di atas meja belajar tak dihiraukan sedikit pun oleh sang pemilik. Tangan-tangan kecil namun cekatan masih terlalu asyik dengan kegiatannya; menata koper kecil dengan barang-barang yang akan menemaninya selama dua hari penuh di rumah sang kakek.
Gadis yang selalu ceria dan hobi tebar senyum ini memasukkan beberapa baju ke dalam tas, lalu jepit rambut─ia wajib mambawanya jika ingin bertemu Izou dan Haruta─dan beberapa manga.
Mari sengaja tidak membawa laptop karena dia ke sana untuk berlibur, bukan untuk menyibukkan diri dengan laptop. Marco juga sering mengatakan, jika berlibur, tinggalkanlah apa yang akan mengganggu liburanmu. Sudah jelas ojisan-nya itu merujuk pada laptop.
Uuuu, lagipula dirinya sangat yakin tidak akan punya waktu dengan laptop saat berada di sana. Shirohige Mansion itu sangat besar, mungkin sama besarnya dengan bangunan sekolahnya. Terlebih lagi, penghuni rumah itu juga orang-orang yang akan selalu membuat dirinya sibuk. Meski anak-anak dari kakeknya sudah punya tempat tinggal pribadi, tapi Shirohige Mansion tetap menjadi pilihan utama mereka tinggal.
Saturday, 21 May 2016
Wednesday, 4 May 2016
Heavy Rain
Suara gemuruh hujan beserta petir masih menjadi pendamping sesosok gadis yang masih berkutat dengan tugas sekolahnya. Manik hitamnya bergerak resah. Tugasnya harus selesai besok tapi dirinya sama sekali tidak bisa konsentrasi.
Salahkan saja petir di luar sana.
Kilatan cahaya terlampau terang memaksa kepala berhelai hitamnya menoleh, meninggalkan buku bersampul tebal di meja dan menatap horor jendela kamarnya.
"Ugh," ia bergegas membawa kedua tangannya ke telinga, menekannya kuat dan menutup matanya rapat. Suara petir yang lumayan keras membuat detak jantungnya menggila seketika.
Tak berselang lama, suara benturan benda keras terdengar dari ruangan sang gadis bersurai hitam panjang, kursi yang ia duduki menghantam lantai saat sosok yang dari tadi duduk di sana melompat dan berlari keluar kamar.
"Sabo-niiiiiiiiiiiii."
Salahkan saja petir di luar sana.
Kilatan cahaya terlampau terang memaksa kepala berhelai hitamnya menoleh, meninggalkan buku bersampul tebal di meja dan menatap horor jendela kamarnya.
"Ugh," ia bergegas membawa kedua tangannya ke telinga, menekannya kuat dan menutup matanya rapat. Suara petir yang lumayan keras membuat detak jantungnya menggila seketika.
Tak berselang lama, suara benturan benda keras terdengar dari ruangan sang gadis bersurai hitam panjang, kursi yang ia duduki menghantam lantai saat sosok yang dari tadi duduk di sana melompat dan berlari keluar kamar.
"Sabo-niiiiiiiiiiiii."
Subscribe to:
Posts (Atom)
Translate
Awesome Inc. theme. Powered by Blogger.