Mari tidak tahu berapa lama ia duduk dengan mulut menganga sembari memandangi sang Ojisan yang baru keluar dari kamar. Manik hitamnya tak berpaling sedikitpun dari sosok pria pirang yang kini berjalan pelan menuju ke arahnya, atau lebih tepat menuju ruang keluarga tempat dirinya bersantai.
Pria itu sudah menanggalkan pakaian kantornya yang tadi sempat Mari lihat ketika Marco pulang—kemeja putih dilengkapi jas hitam serta celana kain hitam dan tak lupa sepatu pantofel—dan kini mengenakan pakaian santai berupa kaos lengan pendek berwarna biru cerah serta celana panjang.
"Kenapa Mari melihat Marco-jichan seperti itu, yoi?" Suara Marco terdengar mengalun dengan diikuti kekehan pelan. Mari hanya berkedip beberapa kali dan meringis kaku. Mengabaikan laptopnya yang masih menyala memperlihatkan layar game zuma yang ia mainkan sudah berakhir karena kehabisan nyawa. Oh ternyata ia ketahuan memperhatikan Marco.
Thursday, 20 December 2018
Saturday, 8 December 2018
Mother's Day
Hari Ibu.
Semua teman-teman Mari di kelas membicarakan hal itu. Ia tahu apa maksud dari hari ini. Hanya saja selama ini ia tidak pernah merayakannya.
Sudah jelas, karena sejak kecil ia sudah tidak memiliki seorang ibu. Mari diasuh oleh Marco yang merupakan adik dari ibunya. Dan... Marco jelas bukan seorang ibu karena Marco laki-laki.
"Hhhh," Mari menghela napas. Ia memperhatikan beberapa teman-temannya yang asyik ngobrol satu sama lain, sayup-sayup ia mendengar mereka merencanakan apa saja yang akan mereka lakukan di hari ibu.
"Hari ibu, kah?" Gadis ini menggumam lesu, ia jadi ingin merayakannya juga. Mengucapkan selamat hari ibu pada ibunya dan mendapat balasan sebuah senyuman dan pelukan hangat.
Bagaimana ia bisa merayakan hari ibu bersama ibunya jika ibunya sudah tidak ada bersamanya sejak ia masih kecil? "Okaasan," ucapnya lirih dan penuh kerinduan.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Translate
Awesome Inc. theme. Powered by Blogger.