Smoker adalah seorang guru bahasa inggris di sekolah Mari dan iya, sudah jelas kalau Smoker itu gurunya Mari.
Selama ini Mari selalu mendapat nilai bagus dari mata pelajaran yang diajarkan oleh pria berambut putih itu. Bahkan Smoker secara pribadi mengatakan kepadanya kalau Mari adalah siswi yang berbakat dalam pelajaran bahasa inggris. Iya, itu wajar mengingat dokter pribadi Mari─Trafalgar Law─juga sangat memahami bahasa inggris. Apalagi Marco sangat mengerti bagaimana hubungan Mari dan dokter pribadinya itu. Pasti Law juga sering mengajari Mari tentang bahasa inggris.
Marco tidak akan heran jika yang memberikan surat kepadanya adalah Monet karena nilai Mari yang anjlok di pelajarannya, karena Marco sangat paham, keponakannya itu benar-benar bodoh level dewa dalam pelajaran matematika. Dan entah sudah berapa kali ia menerima surat pemberitahuan dari wanita cantik itu yang mengatakan nilai Mari buruk lagi dan jika tidak diperbaiki dia tidak akan naik kelas.
Itu bukan hal baru baginya karena itu juga terjadi selama tiga tahun penuh saat Mari menempuh pendidikan di Seishun Gakuen. Meski Marco sudah mempercayakan Inui untuk membantu Mari sekali pun, tetap saja gadis kecilnya itu tetap sangat tidak bisa diharapkan dalam pelajaran berbasis menghitung tersebut.
Marco menepuk keningnya.
Mau diajari siapa pun dan dengan metode macam apa pun, Mari akan berakhir melarikan diri dengan alasan ada urusan dengan teman-temannya. Kasus ini paling sering dialami oleh Inui Sadaharu sejak dulu, bahkan sampai sekarang pun masih. Benar-benar membuat jengkel. Tapi bagi Marco itu wajar, tak ada orang yang pintar dalam segala hal. Iya, contohnya adalah Mari.
Tapi ini kasus langka. Nilai Mari sangat jelek di pelajaran bahasa inggris. Dan Smoker yang sepertinya agak khawatir kenapa nilai Mari yang biasanya bagus tiba-tiba jelek pun mengirim surat pemberitahuan ke Marco yang merupakan wali dari Mari.
"Hhhhh," Marco mencoba merilekskan diri di dalam ruangannya. Ada apa dengan Mari? Pikirnya.
One Piece © Eiichiro Oda
Family © Mari-chan
Tok tok tok!
Marco membuka matanya saat suara pintu kantornya diketuk oleh seseorang, ternyata ia sempat terlelap sejenak karena terlalu memikirkan keponakannya. Dengan kondisi yang masih berantakan dan setengah ngantuk, Marco hanya menjawab 'Masuk' dengan pelan dan sebuah teriakan membuatnya sedikit tersentak.
"Marco-jichan!"
Ya, yang datang ke kantornya tak lain dan tak bukan adalah sumber masalah Marco hari ini.
Meski masih sedikit terkejut karena kedatangan Mari yang tiba-tiba, tapi Marco tak bisa menahan senyumnya saat Mari berlari ke arahnya dan memeluknya dengan erat, tangannya secara alami mengusap punggung gadis kecilnya dan mengacak rambut hitamnya.
"Bagaimana sekolahmu?" Marco bertanya dengan nada lembut dan ia tersenyum saat Mari melepaskan diri dan nyengir lebar ke arahnya. Ia tahu kalau Mari baik-baik saja.
"Baguslah, nah, sekarang coba duduk, ada yang ingin Marco-jichan tanyakan padamu," nada bicara Marco sedikit serius dari sebelumnya dan ia melihat raut wajah cemas di wajah keponakannya.
"Haha," tawa renyah Marco memenuhi ruangan tempat ia biasa menyelesaikan urusan kantor, ia kembali membawa tangannya ke kepala sang gadis dan mengacak surai panjangnya, "tidak perlu cemas begitu," lanjutnya.
"Umh."
Family
"Jadi? Ada yang bisa Mari jelaskan padaku, kenapa Smoker-sensei sampai memberikan surat pemberitahuan bahwa nilai Mari jelek di pelajarannya?"
Mari sedikit terhenyak saat mendengar pertanyaan Ojisan-nya itu, dan ia semakin merasa bersalah menyadari bahwa ia tidak mengatakannya pada Marco terlebih dulu dan akhirnya Marco tahu masalahnya dari Smoker-sensei.
"Umm..." Mari tak menjawab, ia memainkan jari-jarinya karena gugup, ia juga menolak bertatap muka dengan Marco.
"Kenapa? Tidak mau cerita?"
Mari menundukkan kepalanya, "gomen, Marco-jichan, Mari tidak bermaksud menyembunyikannya darimu," gadis ini menghembuskan nafasnya karena bingung, tapi saat ia merasakan usapan lembut di kepalanya, ia merasa sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Mari pun menatap adik dari ibunya itu dengan tatapan penuh penyesalan.
"Hai, hai, Jichan memaafkanmu, yoi~"
Senyum Mari mengembang sempurna mendengar ucapan khas dari Marco, ah, kadang Mari heran, Ojisan-nya ini kenapa bisa sabar sekali ya menghadapi Mari yang masih sangat kekanakan dan merepotkan.
Family
"Hah? Pohon keluarga?"
Sabo mencomot takoyaki yang tersedia di atas meja ruang keluarga, ia mengunyah camilan mengenyangkan itu sembari menatap adik perempuannya. Dan sebelum ia menelan takoyaki di mulutnya, ia beralih menatap Marco yang hanya mengangkat bahu tanda bahwa ia juga tidak tahu, "ada apa dengan pohon keluarga?" tanyanya lagi setelah ia menelan makanan di dalam mulutnya.
"Smoker-sensei memberiku nilai E saat tugas membuat Pohon Keluarga yang kukerjakan tidak memenuhi kriteria sebuah Pohon Keluarga yang diminta oleh Smoker-sensei," ujar Mari yang ikut-ikutan mengambil takoyaki dan memakannya dengan santai. Oh, ternyata itu masalahnya kenapa nilai Mari jelek.
"Memangnya seperti apa pohon keluarga yang kau buat?" Sabo mengangkat alisnya melihat adik perempuannya yang mendelik kaget.
"A-anoo, ituu─" satu-satunya gadis di dalam ruang keluarga itu terlihat gelagapan ke sana ke mari, mencoba mencari sebuah alasan agar pohon keluarga yang ia buat tidak lagi menjadi topik di sini.
"Apa? Kau mencoba menyembunyikannya dariku?"
Skakmat!
Itu memang niat Mari pada awalnya, tapi melihat tatapan kakaknya yang penuh intimidasi itu, dirinya jadi merinding dan ia tahu, topik nilai-Mari-yang-jelek-karena-pohon-keluarga ini tidak akan berlalu semudah itu.
"Tidak ada salahnya 'kan memperlihatkannya pada kami?"
Mari menolehkan kepalanya menatap Marco yang tersenyum lembut ke arahnya, dan ia hanya bisa mengangguk pasrah─sepertinya ia memang harus mengatakannya pada keluarganya.
Family
Sabo dan Marco tak tahu bagaimana harus bereaksi saat Mari memperlihatkan 'Family Tree'-nya kepada mereka berdua. Sepertinya, jika dilihat dari sisi mana pun, Mari tidak paham apa arti Pohon Keluarga yang dimaksud oleh Smoker.
"Ehm!" Marco pura-pura terbatuk untuk mencairkan suasana, ia tertawa kecil melihat Mari yang menatapnya dengan tatapan 'Marco-jichan pasti mau menertawaiku 'kan?'
"Hahaha, sekarang aku tahu kenapa nilaimu jelek, ahahaha," tawa Sabo pun pecah 3 menit setelah ia melihat tugas dari Mari, ia beringsut perlahan dan menepuk kepala sang adik yang masih manyun.
"Mou!" teriak Mari, ia bangkit dari duduknya dan bersiap lari ke kamarnya karena ejekan dari kakaknya itu.
"Sabo-kun, yamete, yoi," Marco mencoba menghentikan Sabo yang masih terus-terusan tertawa, pria itu mengusap kepala Sabo dan berjalan ke arah Mari, merangkul sang gadis dan mengajaknya duduk kembali.
"Sabo-nii, moooouuu," Mari berusaha menahan tangisnya saat melihat sang kakak yang masih tertawa memikirkan bentuk pohon keluarga buatannya. Tapi sepertinya tidak berhasil karena Mari tengah menangis sekarang.
"Sabo-kun."
"Hai, hai, gomennasai!"
Family
"Pohon Keluarga itu seperti silsilah dari keluarga Mari."
Mari mengangguk sok paham mendengar ceramah dari Marco.
"Dimulai dari kakek-nenek dari kakek dan nenek, sampai kakek-nenek, lalu ayah-ibu dan seterusnya sampai akhirnya ada pada Mari," Marco tersenyum melihat keponakannya yang sepertinya mulai mengerti, "Dan yang Mari buat ini jelas salah, di sini hanya ada Marco-jisan dan Sabo-nii, lalu ada Mari, hmmmm."
"Habisnya, selama ini keluarga Mari hanyalah kalian berdua, jadi, Mari merasa pohon keluarga Mari tidak salah, hehe," celetuk Mari, ia mengusap kepalanya.
Sabo tersenyum tipis mendengar ucapan adiknya.
"Kau melupakan Shirohige-jii dan lainnya?" Marco mengangkat sebelah alisnya.
"Bukannya melupakan, masalahnya Mari kan tidak tahu bagaimana memasukkan Shirohige-jii dan yang lain dalam pohon keluarga Mari."
Hadeh.
"Hai, hai, tapi tetap saja 'kan, Smoker-sensei tidak menerima alasan seperti itu, jika Sensei mengatakan harus membuat pohon keluarga, ya itu harus dikerjakan, kau tahu, Smoker-sensei sedikit khawatir karena nilai Mari yang biasanya bagus jadi jelek karena tugas pohon keluarga ini," jelas Marco.
Mari menundukkan kepalanya. Memang benar, sejak ia kecil, Mari hanya tahu tentang Marco dan Sabo. Meski pun ada Shirohige-jiisan dan juga ojichan-obachan-tachi nya, tapi mereka tidak tinggal bersama Mari. Marco memang sering bercerita mengenai kedua orang tuanya, tapi tetap saja yang Mari ingat hanyalah Marco sebagai orang tuanya. Jadi, wajar saja jika gadis kelas dua SMA ini berpikir demikian.
Tapi, ucapan Marco-jisan ada benarnya, Smoker-sensei 'kan tidak tahu. Iya deh, ini semua salah Mari.
"Gomennasai."
"Hmmm, lalu, apakah Mari mendapat tugas tambahan untuk menutup nilai yang ehem─sedikit di bawah standar ini?" Marco bertanya dengan lembut dan ia mendapat anggukan semangat dari keponakannya itu.
"Oh ya?" gumam Marco.
"Tentang apa?" Sabo ikut menimpali.
"Hmmmmmmm," Mari menatap kedua lelaki yang sangat ia sayangi itu dan menyeringai, "Itu rahasia, hahaha," Mari berlari menjauh dari Marco dan Sabo sambil tertawa puas setelah melihat ekspresi kosong dari keduanya.
"Oi!"
Family
Tok tok tok!
"Masuk."
"Konnichiwa, Marco-san, ada yang ingin bertemu dengan anda."
Marco mengangguk kepada sekretarisnya untuk mempersilahkan tamunya masuk. Dan, mata birunya melebar melihat siapa yang menyempatkan diri datang ke kantornya hari ini.
"Smoker?"
"Yo, Marco!"
O_____O
"He? Dapat nilai A? Padahal kemarin dapat nilai E?" Law menyeringai mendengar cerita Mari tentang tugas bahasa inggrisnya yang diberikan khusus oleh Smoker-sensei untuk menutupi nilai buruknya yang terdahulu.
"Hmmm, tapi karena itu adalah tugas tambahan, Smoker-sensei tidak memberikanku nilai A secara utuh, tapi nilaiku B," Mari menjedugkan kepalanya ke meja cafe tempat ia dan Law makan.
"Itu lebih baik daripada nilai E, setidaknya kau sudah berusaha memperbaiki nilaimu," lanjut Law.
Mari mengangkat wajahnya, menatap dokter di depannya dan ia mengangguk semangat sebelum kembali menyantap es krim coklatnya.
"Memangnya, tugas tambahan apa yang diberikan oleh Smoker-sensei padamu, Mari?"
Mari tersenyum ke arah dokter pribadinya itu dan lanjut memakan es krimnya tanpa mengatakan apa pun.
"Hei, sudah berani menyembunyikan rahasia dariku, eh?" Law menyentil kening Mari dengan pelan.
Sementara Mari hanya menjulurkan lidahnya ke arah Law.
"Baka," dan mereka pun tertawa bersama.
Family
"Marco, aku tidak tahu kalau ternyata dunia Mari itu sangat terfokus padamu, ya, haha."
Marco berhenti menyeduh kopinya ketika Smoker mengatakan hal itu, ia kembali menaruh cangkirnya dan menatap Smoker dengan tatapan 'apa-maksudmu?'
"Tugas tambahan yang kuberikan pada Mari untuk menggantikan tugas pohon keluarga itu, telah menjelaskan semuanya," Smoker melanjutkan.
Marco terlihat semakin tidak memahami ucapan temannya itu, "jelaskan padaku."
Flashback on
"Eerr─konnichiwa, Smoker-sensei."
Smoker segera mematikan rokoknya begitu ia melihat sosok Mari perlahan mendekati mejanya, gadis itu membawa sebuah map berwarna biru. Jika tebakan Smoker tidak salah, itu pasti tugas tambahan yang ia berikan kepada Mari.
"Ada apa, Mari?"
"... Ini, tugas yang Sensei berikan," ucap Mari, ia mengangsurkan map biru yang ia bawa kepada sang sensei.
"Aa," itulah respon singkat dari Smoker yang menerima map dari Mari, "kau boleh pergi."
Perlahan, Smoker membuka map biru yang diberikan oleh Mari dan mengambil isinya, ada dua lembar kertas dengan tulisan tangan yang sudah jelas adalah tulisan Mari di dalamnya.
Smoker meminta Mari menulis mengenai keluarganya dalam bahasa inggris, sebagai ganti pohon keluarga yang gagal ia kerjakan. Dan Mari sepertinya mengerjakannya dengan baik.
Pria berambut putih ini menyalakan kembali rokoknya dan menyandarkan tubuh besarnya ke kursi, ia mulai membaca dengan santai apa yang Mari tuliskan mengenai keluarganya.
Flashback off
"Ini, mungkin kau ingin membacanya?"
Marco melihat map biru yang dibawa Smoker dan ia melihat nama keponakan perempuannya di atas map itu, "Ini?"
"Itu tugas Mari, aku memberinya nilai A untuk ini karena ada beberapa paragrap yang membuatku hmmm sedikit tersentuh, tapi kepolosan khas Mari juga masih tertuang di dalamnya. Tapi karena ini hanya pengganti tugas utamanya, aku tidak bisa memberinya nilai A."
Marco terdiam, tangannya terulur untuk mengambil map biru di depannya, dadanya menghangat melihat tulisan Mari dalam bahasa inggris yang terlihat rapi memenuhi beberapa kertas itu.
"Jangan bilang kau tidak bisa membacanya, Marco, hahaha."
Marco hanya tersenyum mendengar candaan dari Smoker.
Family
Sebelumnya, Mari minta maaf kepada Smoker-sensei karena tugas yang lalu nilai Mari benar-benar jelek, sebagai gantinya, Mari akan mengerjakan tugas yang ini dengan baik.
Marco tersenyum membaca kalimat pembuka dari Mari yang sangat polos. Meski usia gadis itu sudah tujuh belas tahun januari lalu, tapi entah kenapa sifatnya masih saja seperti anak kecil.
“Keluarga."
Jika semua orang di dunia ini bertanya pada Mari apa arti keluarga, maka Mari akan menjawab Keluarga bagi Mari adalah Marco-jichan dan Sabo-nii. Mereka lah arti keluarga yang sesungguhnya. Ah, dan tentu saja semua keluarga Mari di Shirohige Mansion. Tapi kali ini Mari hanya akan membahas Marco-ji dan Sabo-nii.
Meski Mari sering merepotkan mereka dengan semua tingkah laku Mari yang terlalu kekanakan dan tak jarang juga membuat mereka khawatir, tapi mereka tetap sabar menghadapi Mari. Mereka tidak pernah marah pada Mari sekali pun.
Terutama Marco-jichan.
Marco-jichan adalah adik kandung dari okaasan.
Marco-jichan mengasuh Mari dan Sabo-nii sejak kami masih kecil, dengan bantuan Shirohige-jii dan yang lainnya juga kok. Mari bahkan tidak mengingat bagaimana okaasan dan otousan, yang selalu Mari ingat adalah Marco-jiichan.
Padahal saat kedua orang tua kami meninggal, usia Marco-jiichan tergolong masih remaja. Tapi beliau bisa merawat kami berdua yang sebenarnya masih sangat memerlukan kasih sayang dari ayah dan juga ibu dengan sangat baik, sehingga baik Mari maupun Sabo-nii tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Mari jadi penasaran, kenapa dulu Shirohige-jii mengijinkan Marco-jichan merawat kami? O.O
Membayangkan pemuda di usia 20-an yang harusnya masih memikirkan bagaimana bersenang-senang di usia muda tapi sudah harus mengasuh dua keponakannya, pasti itu sangat merepotkan baginya. Dan memikirkan hal itu di usia Mari yang sekarang membuat Mari sadar bahwa Marco-jichan itu sungguh luar biasa.
Marco-jichan rela melewatkan masa mudanya demi kami berdua :') Marco-jichan bahkan tidak pernah mengeluhkan kehadiran kami. Tidak pernah menganggap kami berdua adalah beban dan dia tetap menyayangi kami.
Marco-jichan adalah orang yang sangat sopan, dia tidak pernah berkata kasar, dia selalu menjaga tutur katanya jika sedang berbicara dengan kami meski kami masih anak-anak. Tapi justru itu yang membuat kami begitu menghormati dan menyayanginya. Mari yakin, Sabo-nii itu mengidolakan Marco-jisan melebihi aktor-aktor di film-film. Orang-orang di sekitar kami juga menghormatinya karena sifatnya itu.
Dan yang paling Mari sukai dari Marco-jichan adalah, Marco-jichan selalu tersenyum dalam keadaan apa pun, bukan senyum palsu atau senyum miris, tapi senyum yang membuat kami merasa nyaman saat melihatnya.
Marco-jichan mengatakan, senyum dapat memberi kekuatan di saat kalian mengalami kesulitan. Entah Marco-jichan menyadarinya atau tidak, tapi senyumnya itulah yang menguatkan kami. Membuat kami lebih mempercayai diri sendiri. Marco-jichan memang sosok yang sangat luar biasa. Hmm, sudah berapa kali Mari menulis kata luar biasa di sini ^^.
Rasanya, rasa terima kasih sebesar apa pun tak akan cukup jika itu untuk Marco-jichan.
Jika di Pohon Keluarga yang dibuat oleh teman-teman itu berawal dari kakek dan nenek mereka, maka pohon keluarga Mari akan selalu diawali oleh Marco-jichan... atau Shirohige-jii, hehe...
Meski Mari sedikit syok saat mendapat nilai E karena pohon keluarga buatan Mari. Menurut Mari, pohon keluarga buatan Mari harusnya mendapat nilai A++ Karena Mari menulis nama orang terhebat di dunia di bagian paling atas. Hmmm, tapi sudahlah.
Sekian tulisan singkat Mari mengenai keluarga Mari, arigatou, Smoker-sensei.
Sign, Fujisaki Mari.
Family
Setitik air mata jatuh dari bola mata biru Marco setelah ia membaca tugas dari Mari. Ia juga sempat tertawa pelan saat membaca di beberapa paragraph.
Marco benar-benar tidak tahu kalau ternyata Mari menganggapnya sepenting itu. Jadi ini sebabnya Mari merahasiakan tugas ini darinya dan Sabo, "Gadis itu," Marco memasukkan kembali kertas tugas dari Mari ke dalam map birunya dan berjalan keluar kamar.
Pria pirang ini berhenti sejenak di depan pintu kamar Mari, ia membukanya perlahan dan menemukan Mari sudah terlelap di atas tempat tidurnya.
Sepertinya Mari kelelahan karena jalan-jalan dengan Law. Terbukti setelah dokter itu mengantar Mari pulang, gadis itu langsung tertidur.
Dengan pelan, Marco menuju tempat Mari yang sudah menjelajah alam mimpi dan mendudukkan diri di atas tempat tidur sang gadis. Tangan kanannya terulur, mengusap mahkota hitam milik sang keponakan.
“Terima kasih," ucapnya pelan, "Terima kasih sudah menganggapku hebat, terima kasih sudah menyayangiku seperti orang tuamu sendiri. Aku sangat bahagia mengetahuinya. Sebenarnya, kau dan Sabo lah yang membuatku seperti ini. Saat kakakku meninggal karena kecelakaan, yang benar-benar aku pikirkan saat itu adalah kalian berdua, di usia kalian yang masih sangat kecil, kalian sudah harus jauh dari orang tua kalian. Memikirkan hal itu benar-benar membuatku ingin menangis," Marco tersenyum miris, senyum yang jarang ia perlihatkan kepada siapa pun. Bahkan di depan dua keponakannya.
"Kau tahu, mendapatkan izin dari Oyaji untuk mengasuh kalian itu sangat susah, yoi," ia terkekeh mengingat masa lalunya.
"Jangan pernah menganggap kalian adalah bebanku, yoi... kalian adalah sumber kebahagiaanku, entah apa yang terjadi padaku jika suatu saat nanti aku kehilangan kalian berdua," Marco tertawa garing, "Ah, aku mulai melantur."
"Mungkin kau dan Sabo tidak akan mengetahuinya, tapi Marco-jichan sangat berterima kasih karena kalian mau menerimaku sebagai wali kalian, kalian itu... lebih berharga bagiku melebihi apa pun," Marco mengecup kening Mari dengan lembut dan perlahan bangkit dari duduknya, "Oyasumi."
Dan Marco sedikit melebarkan matanya saat menemukan Sabo berdiri di depan kamar Mari dengan tatapan yang sangat tidak biasa.
"Sabo-kun?"
Sabo tak menjawab, ia hanya berjalan cepat ke arah Marco dan memeluk pria tinggi itu dengan erat.
“Are? Sabo-kun?"
“Arigatou, Marco-san."
Marco tersenyum mendengarnya, sejak kecil, Sabo memang tidak pernah mamanggilnya Ojisan, dan ia hanya memanggilnya dengan suffix san. Tapi itu bukan masalah besar bagi Marco, "Kau ini bicara apa, yoi?" balas Marco enteng.
Sabo mengeratkan pelukannya, jarang-jarang pemuda 20 tahun ini seperti ini, tapi mendengar ucapan Marco kepada Mari yang tertidur itu membuat perasaannya jadi melankolis. Dan meski jarang ia perlihatkan, tapi, dari lubuk hati yang terdalam, Sabo juga sangat menyayangi adik dari ibunya ini. Marco adalah idolanya, seperti halnya seorang anak laki-laki yang mengidolakan ayahnya.
"Kau ini laki-laki, tidak boleh cengeng," Marco tertawa pelan mendengar gerutuan Sabo atas nasehatnya.
"Bagaimana kalau Mari melihatmu saat sedang menangis?"
"Tidak akan, aku tidak akan menangis di depan Mari, tapi, Marco-san, aku benar-benar... berterima kasih," ucap Sabo dengan lirih.
"Sudah malam, cepat tidur, jangan sampai besok terlambat kuliah," ucap Marco, ia mengacak rambut pirang keponakan laki-lakinya yang sudah tumbuh menjadi seorang pemuda itu.
“Hai, oyasumi, Marco-san."
Lagi-lagi Marco tersenyum, "Adikmu sudah tidur, masih mau mengucapkannya?"
Kali ini giliran Sabo yang tertawa. Marco memang sangat mengerti tentang dirinya. Pasti Marco juga sudah menebak tujuan awal Sabo datang ke sini.
"Marco-san juga mengucapkannya saat Mari tidur, jadi, kenapa aku tidak?" balas Sabo.
"Ya, ya."
Niat awal Sabo memang ingin menemui Mari karena ia belum sempat mengucapkan selamat tidur pada adiknya itu karena si dokter menyebalkan itu mengantar Mari pulang tanpa sepengetahuannya yang saat itu masih mengerjakan tugas kuliah. Hasilnya, Sabo melewatkan rutinitasnya setiap malam, mencium kening sang imouto dan mengucapkan selamat tidur.
Tapi, tadi itu, ia malah mendengar ucapan Marco. Dan mendengar hal itu dari orang yang selama ini sudah ia repotkan benar-benar membuat hatinya tersentuh. Marco tidak pernah menganggap mereka sebagai beban. Marco menyayangi mereka seperti mereka menyayangi laki-laki itu.
Sabo tersenyum menatap adiknya yang tidurnya terlihat lelap sekali. Ia jadi penasaran, ke mana saja dia dan Law jalan-jalan? Huh, dasar!
Kalau bukan karena Mari yang begitu menyukai dokter bedah sok keren itu, Sabo pasti sudah mengusirnya setiap kali dia datang ke rumah. Karena si dokter itu selalu memotong waktunya bersama Mari.
Ah, tapi Mari terlihat bahagia dengan Law, maka Sabo dan Marco juga tidak bisa berbuat apa-apa.
"Baka," Sabo menggumam lirih, ia mengusap kepala sang gadis, menyingkirkan poni tebalnya dan mengecup kening adik satu-satunya itu dan berbisik pelan, "Oyasumi. Mari."
The End
HUOOOOOOOOOOOOOOOO, HAHAHAHAHAHAHA
Gak tahu kenapa, tiba-tiba pengen bikin fict genre Family antara Mari, Marco dan Sabo. Ini diedit, saya tambahin nama Inui-senpai di situ, numpang nama doang kok, wwwww... biar ceritanya entar nyambung ke sana-sananya (?) XD dan ditambah Shirohige-jiichan juga ding wkwkwk
Dan ini agak lebay emang HAHAHAHAHA
Gak apa, ini kan baru awal perkenalan mereka, entar juga kelihatan erornya mereka lol
Dan Traffy cintaku muncul seuprit, wkwkwkwk.. Ini kan emang fokus ke family-nya Mari :)
Sudah, sudah??
Oh, belum lengkap tanpa pict dari salah satu chara yang jadi tokoh di fict Mari ya? Oke...
Pict yang mana ya? Hmmmmmm.... ya udah, Om Marco aja ya~ mufufufufufu
OM MARCO!!! |
That was the first time I saw his bright and blue flames... so cool >/////<
Cool |
Haish, anak ini upload pict Marco versi canon malahan wkwkwk
Yaaaaa... hmmm... Habisnya dia lebih kelihatan keren saat ada api biru yang mengelilinginya begini O__O
Marco: Jadi maksudmu, hari biasanya aku gak keren, hah? dasar kau *jewer Mari*
Huhuhu, gak gitu....
Sudah ah, bwahahahahaha...
Mari masih sibuk sama tugas :')
Iya, dan jujur, ini ngetiknya di tengah gak konsennya sama tugas, maklum aja kalau jadinya begini #krik
Kayaknya, kok mood nulisku malah hadir di saat-saat gak tepat ya, di tengah tugas kuamfret misalnya. Mungkin efek bosen ngelihat ms word yang isinya begituan (?) aja, jadinya otak malah memaksa tangan untuk ngetik sebuat tulisan yang jauh dari niat awal /kowe ngomong opo Mar
......
Oke, sampai jumpa di postingan selanjutnya... entah itu mengenai Law dan Mari (canon) atau keluarga Mari beserta Law, lol... tergantung mood nulisku kayak gimana /ditendang
Bye now~
Yaaaaa... hmmm... Habisnya dia lebih kelihatan keren saat ada api biru yang mengelilinginya begini O__O
Marco: Jadi maksudmu, hari biasanya aku gak keren, hah? dasar kau *jewer Mari*
Huhuhu, gak gitu....
hhhhhh |
Mari masih sibuk sama tugas :')
Iya, dan jujur, ini ngetiknya di tengah gak konsennya sama tugas, maklum aja kalau jadinya begini #krik
Kayaknya, kok mood nulisku malah hadir di saat-saat gak tepat ya, di tengah tugas kuamfret misalnya. Mungkin efek bosen ngelihat ms word yang isinya begituan (?) aja, jadinya otak malah memaksa tangan untuk ngetik sebuat tulisan yang jauh dari niat awal /kowe ngomong opo Mar
......
Oke, sampai jumpa di postingan selanjutnya... entah itu mengenai Law dan Mari (canon) atau keluarga Mari beserta Law, lol... tergantung mood nulisku kayak gimana /ditendang
Bye now~
No comments:
Post a Comment