"Marco-jichan!!!!"
Suara nyaring seorang gadis yang tiba-tiba terdengar dari arah pintu ruangannya membuat Marco menoleh, manik birunya melebar ketika mendapati keponakan perempuannya berlari memasuki kantornya dengan terburu-buru. Dua anak laki-laki yang sangat ia kenali berjalan santai di belakang sang gadis.
"Otanjoubi omedetou, Ojichaaan~" ucapan gadis tujuh tahun yang kini tersenyum lebar ke arahnya itu tak ayal membuat Marco terkejut luar biasa.
Ia hanya bisa mematung di tempat duduknya memperhatikan gadis bernama Mari yang kini berdiri di depan meja kantornya itu, tangan kanannya membawa sebuah kotak sedang terbungkus kado bercorak biru cerah─Yang kini diulurkan padanya. Sedangkan tangan kirinya membawa sebuah kotak yang lain. Sepertinya itu juga kado.
Marco menatap bergantian antara kado di tangan Mari dan ekspresi wajah gadis itu sendiri, ia mengedipkan mata birunya sekali sebelum akhirnya senyuman lembut nampak menghiasi wajahnya yang awalnya disinggahi oleh raut wajah lelah karena seharian bergelut dengan laptopnya.
Pria pirang ini bangkit dari duduknya, ia meraih tubuh kecil gadis kesayangannya dan memeluknya dengan erat. Bisikan 'arigatou' yang terdengar sangat pelan meluncur dari bibirnya sukses mengundang tawa dari sang keponakan.
"Apa itu untuk Marco-jichan, yoi?" tanyanya. Kepala Mari mengangguk dengan semangat dan senyumnya pun melebar melihatnya, "Arigatou ne, Mari-chan," ucpanya seraya memberikan kecupan lembut di pucuk kepala Mari.
"Hehe, sama-sama, Marco-jichan... Oh iya, Sabo-nii dan Kaoru-chan juga punya hadiah untuk Marco-jichan, lho."
Eh?
Kini perhatian Marco teralih dari Mari ke dua anak lelaki yang dari tadi berdiri di belakangnya, "Kalian juga? Hmm, kukira yang diberikan oleh Mari ini hadiah dari kalian bertiga, yoi," ia berkata jahil.
Dan Marco terkekeh pelan melihat reaksi Sabo yang mengerucutkan bibirnya, "Tahun ini Mari membeli kado untuk Marco-san dengan uang tabungannya sendiri, aku sudah mengatakan untuk membeli satu hadiah saja, tapi dia menolak dan mengatakan bahwa tahun ini dan seterusnya, Mari ingin memberikan hadiah ulang tahun untuk Marco-san dengan usahanya sendiri," jelas Sabo. Dan sayup-sayup, Marco juga mendengar gerutuan dari keponakan laki-lakinya itu tentang Mari yang juga membeli hadiah untuk anak laki-laki lain.
Marco berjongkok di depan Sabo dan juga Kaoru, tangannya terulur untuk mengusap kepala dua anak lelaki di depannya, ia tersenyum melihat Sabo dan Kaoru ikut memberikan sebuah kado untuknya, "Ini untuk Marco-san," dua anak lelaki di depannya berucap kompak.
"Arigatou, kalian baik sekali," katanya tulus seraya menerima hadiah dari keduanya, "Hmmmm, lalu... siapa anak laki-laki yang ada hubungannya dengan Mari dan kalian bahas sejak tadi itu?"
Bola mata hitam Sabo terbelalak─sepertinya ia kaget mendengar pertanyaannya─sebelum menatap Kaoru di sampingnya yang hanya mengangkat bahunya.
"Marco-san? Jangan bilang kalau─"
"─Sabo-kun, kau pikir Marco-jichan tidak tahu kalau kalian berdua membicarakan sesuatu dan itu ada hubungannya dengan Mari, yoi?"
".... seharusnya aku tahu."
Tawa Marco tak lagi bisa dibendung mendengar keluhan dari Sabo.
One Piece © Eiichiro Oda
The Prince of Tennis © Takeshi Konomi
Marco and Law's Birthday © Mari-chan
Setelah kekacauan kecil yang terjadi di dalam kantor Marco, pria ini akhirnya mengajak ketiga anak-anak manis yang sempat mengganggu pekerjaannya itu untuk jalan-jalan.
Ia berpamitan pada sekretarisnya dan mengatakan akan pulang lebih awal dan meminta Whitey Bay─sang sekretaris─untuk meng-handle segala urusan di kantor selama dirinya tidak ada.
Marco berjalan pelan sambil menggendong tubuh kecil Mari─yang dengan ajaibnya bisa tertidur pulas ketika dirinya menginterogasi Sabo dan Kaoru─dengan sebelah tangannya sedangkan satu tangannya yang lain menggandeng tangan kecil Kaoru. Sabo yang usianya sudah sepuluh tahun sudah menganggap dirinya dewasa untuk tidak selalu diperhatikan oleh Marco dan memilih berjalan seorang diri.
"Marco-san, kita mau ke mana?" tanya Sabo di tengah perjalanan mereka menuju tempat parkir.
Tapi bukan jawabanlah yang Marco berikan, melainkan senyuman penuh arti yang sepertinya belum dimengerti oleh pemuda pirang itu, "tempat yang menyenangkan, yoi," katanya pelan.
Dari sudut matanya, Marco melihat Sabo menggembungkan pipi dan melipat tangannya di depan dada, "kalau ke taman bermain, aku tidak mau ikut," tekadnya.
Marco tak kuasa menahan tawanya mendengar ucapan Sabo, "Kita lihat saja nanti, Sabo-kun."
"Marco-jisan, apakah ini ada hubungannya dengan yang tadi kami ceritakan, tentang kado satunya yang dibawa oleh Mari?"
Pertanyaan dari Kaoru membuat Marco menyeringai, anak ini ternyata paham isi pikirannya, "Kaoru-kun sepertinya lebih pintar, ya, haha."
Tak pelak, ucapan enteng dari Marco membuat Sabo mendelik dan menatapnya tak percaya, "Marco-san, jangan bilang kalau kita mau pergi ke rumah anak itu?" pekiknya tidak terima.
"Tidak ada salahnya 'kan, lagipula besok dia ulang tahun kok, kenapa tidak sekalian kita ajak dia jalan-jalan, benarkah itu, Kaoru-kun?"
Kaoru tak menjawab dan lebih memilih memperhatikan jalan aspal di bawahnya.
"Karena besok kita harus ke rumah Shirohige-jii untuk merayakan hari ulang tahun Marco-san, jadinya hari ini Marco-san mau merayakan hari ulang tahun bersama dengan Law-kun," ujarnya kalem.
"Nani! Aku tidak suka padanya, Marco-saaaan..." rengek Sabo, "untuk apa kita merayakan hari spesialmu bersamanya..." tambahnya.
Mendengar rengekan Sabo membuat Marco memutar otaknya, sepertinya keponakannya ini sangat tidak menyukai Law... Apa karena Mari dekat dengannya? Padahal mereka baru beberapa bulan bertemu. Senyum jahil menghiasi wajah Marco, sepertinya jagoan kecilnya ini memgidap sister complex terhadap adiknya, "Ei, Sabo-kun 'kan laki-laki, kenapa merengek begitu, Kaoru-kun yang lebih kecil saja tidak merengek, yoi," katanya tenang.
".... ugh!"
"Marcooooooooooo!"
Gubrak!
Sabo dan Kaoru meringis kaku menyaksikan adegan super langka yang baru saja terjadi di depan mereka.
Pria pirang yang Sabo tebak adalah pemilik rumah, melonjak kegirangan setelah melihat Marco di depan pintu rumahnya dan ketika dia berniat menerjangnya, entah bagaimana ceritanya orang itu tiba-tiba terpeleset dan meluncur lurus tanpa menyentuh Marco sedikit pun (mungkin efek dari Marco-san yang menyingkir sedikit untuk memberikan kesempatan bagi pria itu meluncur dengan leluasa) dan berakhir menabrak pot bunga yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Apa-apaan orang ini? Keringat sebesar biji jagung menghiasi pelipis Sabo. Ia pun tak bisa menghentikan pikiran-pikirannya tentang manusia pirang ajaib itu.
"Ah, maaf, aku baik-baik saja, kok, hahaha."
Dan Sabo ingin sekali menyeret Ojisan-nya yang menggendong adiknya beserta Kaoru untuk tidak bertamu ke rumah makhluk aneh itu.
"Rocinante, kau ini tidak berubah sama sekali, yoi."
Helaan napas lelah terhembus dari mulut Sabo.
"Akhirnya kau bisa menyempatkan diri datang ke sini, Marco... aku senang sekali... terutama ketika kau mengajak keponakan-keponakanmu yang manis-manis ini."
Tunggu... jadi... Marco-san mengenal orang aneh ini? Batin Sabo.
Ia menatap ojisan-nya dengan tatapan takjub, hampir semua orang di sekeliling Marco-san itu memiliki sifat aneh, norak, idiot dan sebagainya, iya termasuk seluruh ojisan dan obasan-tachi-nya tapi ajaibnya Ojisan-nya ini tidak terpengaruh keidiotan mereka. Luar biasa.
"Ayo masuk, masuk~" pria aneh itu menarik tangan Marco untuk memasuki rumahnya, tak lupa dia juga menarik tangan kecil Kaoru.
Apakah ia harus ikut masuk ke dalam? Haruskah?
"Sabo-kun, ayo masuk."
.... YANG BENAR SAJA??
Perang deathglare antara Sabo dan anak laki-laki dari Donquixote Rocinante bernama Trafalgar Law tak lagi bisa dicegah. Sejak dua anak laki-laki yang usianya terpaut tiga tahun itu bertemu di ruang tamu, keduanya sudah terlibat perang batin.
Aura-aura tidak mengenakkan menguar ke seluruh ruang tamu. Membuat empat orang lainnya sedikit tidak nyaman. Benar sekali, empat orang, karena Mari yang sangat ajaib itu langsung membuka mata ketika Marco menurunkannya dari gendongan. Dasar anak kecil.
Sabo memperhatikan anak bertopi bulu aneh di depannya dan mulai berpikir, apa yang sebenarnya dilihat adiknya dari anak ini? Dia anak yang aneh, wajahnya seram pula. Belum lagi topi bulunya itu terlihat aneh, intinya tak ada yang menarik sama sekali dari sosok Law.
"Traffy!"
Sabo mendelik mendengar suara adiknya memanggil nama Law dengan panggilan seperti itu. Apa itu Traffy? Huh! Ia menggembungkan pipinya karena kesal meski mata gelapnya masih setia mengikuti gerak-gerik adik perempuannya.
"Ini untukmu~ otanjoubi omedetou~" Mari berkata dengan ceria seraya mengangsurkan sebuah kotak berwarna kuning cerah pada pemuda kecil bernama Law itu.
Law sendiri belum terlihat bereaksi, hanya matanya yang sedikit membulat meski sedetik kemudian ekspresinya kembali seperti semula. Dasar manusia tanpa ekspresi.
"Traffy?"
Hih! Bisa tidak sih, Mari berhenti memanggilnya 'Traffy!' Itu terdengar sangat mengganggu di telinga Sabo.
"Law? Kenapa?" kini pria pirang yang tadi jatuh menabrak pot bunga itu berucap dengan nada khawatir. Dasar anak menyebalkan ini, tidak hanya sudah membuat adik perempuannya kebingungan, sekarang dia malah membuat ayahnya khawatir karena dia diam saja. Meski usia Sabo lebih muda darinya, tapi kalau urusan memberi pelajaran pada orang menyebalkan, Sabo ahlinya.
Law menggelengkan kepalanya, manik hitamnya menatap kado di tangan Mari dengan tatapan penuh selidik seolah isi dari kado Mari adalah hal yang berbahaya. Heh, memangnya kau pikir adikku yang manis itu akan memberimu apa? Kodok hidup? Mari saja takut pada kodok.
Sabo menepuk keningnya. Ugh, dirinya terlalu banyak berpikir. Ayo rileks, Sabo... rileeeks...
"Tapi hari ini bukan hari ulang tahunku."
Oh...
Mulut Mari terbuka sepersekian detik seraya menatap Law dengan tatapan tak percaya sebelum kemudian tertawa. Ia tertawa sangat kencang dan membuat seluruh mata dari orang-orang di ruang tamu keluarga Rocinante menatapnya heran. Ia mengusap sudut matanya yang berair karena terlalu semangat menertawakan ucapan Law.
"Kenapa kau tertawa, hah!" bentak Law tidak terima, wajahnya memanas melihat anak perempuan menyebalkan itu menertawainya. Apanya yang lucu, dasar menyebalkan.
"Hei, kalau kau membentak adikku sekali lagi, akan kupatahkan lehermu!" sahut Sabo, ia bahkan sudah mengepalkan tangannya karena kesal.
"Sabo-kun, apa yang Marco-san katakan tentang menghargai orang lain yang sedang berbicara?"
Mendengar teguran dari sang ojisan membuat Sabo menurunkan tangannya dan mengalihkan pandangan, mencoba menganggap dirinya hanya sebutir nasi di tengah hidangan lezat buatan Thatch-san.
"Sabo-san?"
"Sudah, lupakan saja kalau ada aku di sini, Kaoru-kun."
Marco tersenyum memperhatikan Sabo dan mengacak surai pirangnya karena gemas.
"Besok hari ulang tahun Traffy 'kan?" Mari bertanya dengan nada lucu. Namun Law masih juga tak menjawab, pemuda itu hanya mengangguk sekilas.
"Besok, Mari akan pergi ke rumah Shirohige-jii sampai hari minggu, untuk merayakan ulang tahun Marco-jichan dan Rakuyo-ojisan... hmmm, sepertinya ulang tahun Izou-san juga, hahaha, jadi Mari tidak akan sempat memberikan hadiah padamu esok hari, makanya hari ini saja kuberikan untukmu, tidak apa-apa 'kan?"
Law ingin sekali menjawab 'jelas saja apa-apa!' karena ini bukan hari ulang tahunnya, Law bahkan tidak mau mengingat hari ulang tahunnya. Mengingat tentang hari ulang tahunnya membuatnya kembali mengingat kedua orang tua dan adiknya. Tahun lalu ia masih merayakan hari bahagianya dengan keluarga yang sangat ia sayangi, tapi tahun ini. Ugh.
Law tidak suka ada seseorang yang mengingatkannya pada kenangan menyenangkan sekaligus menyesakkan baginya itu, terutama seorang gadis kecil menyebalkan yang sok tahu dan sok akrab ini.
Tapi... melihat senyuman penuh ketulusan yang ditunjukkan oleh Mari membuatnya tak bisa berkata apapun lagi. Ada yang aneh dengan gadis kecil itu yang membuat Law tidak bisa terlalu lama marah-marah padanya.
Tanpa berbicara sepatah kata lagi, Law menerima kado dari Mari. Dan melihat senyuman Mari yang terlihat luar biasa cerah, Law pun tak bisa mencegah senyumnya yang ikut mengembang meski nampak sangat samar.
"Semoga Traffy suka hadiahnya, hehe."
Law mengangkat alisnya, kedua matanya kini teralih dari Mari ke kotak di tangannya. Kotak di tangannya ini terasa ringan, warnanya kuning mencolok pula. Apa sebenarnya isinya?
"Hei!" Sabo yang sedari tadi menjadi sebutir nasi, kini mulai kembali bersuara, mata gelapnya menatap tajam Law yang balas menatapnya dengan tatapan datar, "Mana ucapan terima kasihmu, kau menyebalkan!" hardiknya.
"Arara, Sabo-kun benar, Law, kau harus berterima kasih pada Mari-chan~" tambah Rocinante.
Apa-apaan dua makhluk pirang itu? Batin Law. Ucapan terima kasih itu harus didasari dari hati, kenapa mereka memaksa. Lagipula anak itu yang memaksa Law menerima hadiahnya, bukankah harusnya dia yang berterima kasih karena Law mau menerima hadiahnya? Che!
"Tidak apa-apa kok, Sabo-nii, Rocinante-san... hehe."
"...arigatou."
Eh?
Law tidak tahu kenapa tiba-tiba dirinya mengucapkan kata itu, padahal sedetik yang lalu dirinya bahkan sempat berpikir seharusnya Mari yang berterima kasih padanya. Tapi, mendengar ucapan Mari yang sepertinya sedikit kecewa itu membuat perasaannya tidak nyaman.
Meski baru beberapa bulan mengenal Mari, bisa dibilang Law sering bertemu dengannya ketika Cora-san ada urusan dengan Marco. Dan nada bicara yang Law dengar dari Mari tadi tidak seperti biasanya. Itulah sebabnya tanpa berpikir panjang ia mengucapkan terima kasih.
"Aih, douitashimashite, Traffy."
Dan mendengar nada bicara Mari yang akhirnya kembali seperti semula setelah ia mengucapkan terima kasih itu sedikit membuat perasaannya lega.
Aneh. Kenapa perasaan Law bisa berubah-ubah dalam waktu sesingkat ini hanya karena seorang anak kecil berusia tujuh tahun????
"Jaaa naa, Traffy... Rocinante-san~"
"Hati-hati, Mari-chan... dan selamat ulang tahun, Marco~"
Law menghela napas melihat kelakuan Cora-san yang terlalu kekanak-kanakan dengan berteriak dan melambaikan tangan seperti halnya Mari, padahal sosok tamu-tamunya sudah jauh dari pandangannya.
Sebenarnya pria bernama Marco itu mengajak Law untuk makan bersama dengannya dan keponakan-keponakannya di restoran untuk merayakan ulang tahunnya dan Law yang hanya berselisih satu hari.
Tapi Law menolaknya.
Entahlah. Law hanya merasa bahwa dirinya tidak mau terlalu dekat dengan keluarga ajaib satu itu. Belum lagi dengan kakak laki-laki dari Mari yang sangat menyebalkan. Lagi pula, dirinya baru beberapa bulan mengenal Mari dan ia tak mau terlalu dekat dengan gadis itu. Karena selama mengenal Mari, Law sering tidak mengerti akan suasana hatinya. Terkadang ia kesal, kadang ia senang, kadang ingin sekali marah. Dan semua itu karena gadis bernama Fujisaki Mari itu.
"Ugh!"
"Law? Kenapa kau menolak undangan Marco?"
Law menoleh, menatap Cora-san yang memberikan tatapan hangat padanya. Law yakin bahwa Cora-san paham apa alasannya, tapi kenapa tetap bertanya padanya? Pemuda kecil ini menghembuskan napas dan kembali mengalihkan pandangan dari sang 'ayah', "Tidak apa-apa," katanya.
"Kau tahu, Law... aku mengenal Marco sejak lama, Marco adalah orang yang sangat baik. Meski aku ini ceroboh, bodoh dan sebagainya, tapi dia tetap menganggapku sebagai teman."
Law tak merespon dan hanya memasang telinganya baik-baik untuk mendengar kelanjutan ucapan dari Cora-san.
"Yang ingin kukatakan adalah, tak ada salahnya percaya pada orang lain, Law... kau tidak sendirian di dunia ini, kau mengerti?"
Law menganggukkan kepalanya. Ia tahu Marco orang yang baik. Terlepas dari sosoknya yang aneh... hanya saja Law belum bisa sepenuhnya membuka hati untuk orang lain sejak kejadian yang menimpa keluarganya setahun yang lalu, "...aku masuk dulu, Cora-san," ucapnya, ia beranjak dari teras rumah dan menuju ke kamarnya.
"Waaaaai.... makaaaaan~"
Sabo menatap adiknya yang kini berlari dengan penuh semangat menuju salah satu meja di restoran dengan tatapan tidak percaya, ia menepuk keningnya dan menghembuskan napas lelah. Anak itu benar-benar penuh semangat.
Telinga Sabo sayup-sayup mendengar suara tawa dan tanpa menoleh pun Sabo tahu siapa yang tengah tertawa, sudah jelas itu adalah Marco-san.
"Sepertinya Mari benar-benar lapar, yoi."
Dan Sabo tidak bisa untuk tidak setuju. Ia heran, tadi di rumah Rocinante-san, anak itu sudah makan camilan yang lumayan banyak dan sekarang dia lapar lagi? "...hhh... anak kecil," ia menggumam.
Di sebelahnya, Kaoru menatapnya dengan alis terangkat, membuat Sabo gemas dan mengacak rambut gelapnya, "Kau juga lapar, ya, Kaoru-chan... hahaha... anak kecil memang sedang dalam masa pertumbuhan, makanya mereka butuh makanan lebih dari orang dewasa sepertiku, haha."
Dan yang tidak diketahui oleh Sabo, di belakang mereka Marco terkikik geli mendengar ucapannya. Keponakannya yang baru berusia sepuluh tahun itu dari mananya yang dewasa. Batinnya.
"Selamat datang, Mari-chan..."
Cengiran lebar terpeta di wajah Mari melihat sosok pria paruh baya menghampirinya seraya tersenyum, "Zeff-saaan..." teriak Mari, ia melompat dari tempat duduknya dan berlari ke arah Zeff.
Pria bernama Zeff yang tak lain adalah pemilik restoran Baratie itu berjongkok di depan Mari dan mengusap kepalanya sebelum beralih menatap tiga sosok lainnya yang tengah berjalan ke arah mereka.
"Ne, Zeff-san, hari ini Marco-jichan ulang tahun, lho," bisik Mari dan Zeff hanya tersenyum menanggapinya.
Chef utama restoran Baratie itu bangkit dari posisinya dan menepuk pundak Marco, tawa khas meluncur dari mulutnya, "Oh... anak muda kebanggan Newgate ini bertambah tua ternyata, hahaha, duduklah, akan kusiapkan makanan untuk kalian."
Bertambah... tua?
Sabo mengedipkan matanya, memperhatikan punggung chef hebat itu menjauh dari meja mereka. Dan kini kepalanya menoleh, memperhatikan ekspresi sang ojisan yang nampak sweatdrop di tempat. Tak butuh waktu lama, tawa anak laki-laki sepuluh tahun ini meledak dan diikuti pula oleh tawa Mari dan Kaoru.
"Sepertinya kalian puas sekali tertawanya."
Sabo memegang perutnya yang terasa nyeri akibat terlalu semangat tertawa, "Ma-maaf, Marco-san─pppffftt."
"Hmmmm, sudahlah, lagipula ini hari yang spesial, aku memaafkan kalian..."
"Waaai, Marco-jichan memang baik, yoooi," pekik Mari di sela tawanya. Sabo dan Kaoru pun tak kuasa menahan tawa mereka mendengar ucapan Mari yang menambahkan 'yoi' di akhir kalimat seperti halnya Marco.
"Kau ini ada-ada saja," balas Marco, senyumnya tak bisa ia cegah melihat keponakan-keponakannya terlihat ceria seperti ini. Ia beruntung bisa menghabiskan waktu dengan tiga anak-anaknya di hari ulang tahunnya sebelum mengajak mereka ke rumah Oyaji.
Karena menurut perkiraan Marco, meski di hari ulang tahunnya sekali pun, saudara-saudarinya pasti akan lebih fokus ke Mari atau Sabo, atau bahkan Kaoru─jika Marco mengajaknya─dan tidak memperdulikannya yang jelas-jelas sedang berulang tahun.
Sebenarnya itu tidak masalah, karena ia memang menganggap hari ulang tahunnya seperti halnya hari-hari biasanya. Bagi Marco, hari ulang tahun atau bukan, selama dia bisa bersama keponakan-keponakannya itu adalah hari yang spesial menurutnya.
"Marco-jichan?"
Tarikan di lengan yang dirasakan oleh Marco membuatnya terhenyak, tangan kecil Mari menarik kemejanya dan membawanya kembali dari lamunan panjang. Kristal birunya bergulir dan bertemu dengan tiga pasang mata berwarna hitam yang menatapnya khawatir. Eh?
Marco mengedipkan matanya dan baru menyadari bahwa Sabo, Mari dan Kaoru sudah tidak lagi duduk di kursi mereka dan malah berdiri di sampingnya.
"Marco-san dari tadi diam saja, ada masalah kah?"
Perasaan hangat menyelimuti rongga dada Marco, ia tersenyum lembut dan menggelengkan kepalanya. Bodohnya, ia terlalu larut dalam pikirannya sampai membuat anak-anak manis ini khawatir.
Pria pirang ini pun berdiri dari kursinya, ia menatap ketiga anak-anaknya secara bergantian dan memeluk mereka dengan erat, "Arigatou," bisiknya.
Dan ia terkekeh pelan mendapat respon pelukan tak kalah erat dari ketiganya, "Marco-jichan, otanjoubi omedetooou."
ULULULULU.... OTANJOUBI OMEDETOU, MARCO-JICHAN DAN TRAAAAAAAAFFFFFFYYYYYY!!!!!! /lebay
Aiiiihhh >//////<
Ultahnya mereka bisa selisih satu hari gitu, ya :')
Dan karena saya udah kebingungan mau nulis cerita macam apa, akhirnya bikin yang kayak gini wkwkwk /woi
Ini cheesy banget, astaghfirullah :'(
Tapi gak apa-apa... APA PUN DEMI MARCO-JI DAN HUSBANDO TERCINTAAAAAAA #kalap
Eh, hmmmmm... di sini Mari-nya masih tujuh tahun, ya, jadi dia masih polos-polos odong begitu, wkwkwk tapi tetep sih, sifatnya yang penuh sayang untuk Law udah tumbuh sejak kecil, ya, EEEEAAAAAAA /nak
Ah apa pun itu pokoknya selamat ulang tahun manusia-manusia kesayangan Mari~ ♥_♥
And then... pastinya gak lengkap, ya kalau gak nyebar pict yang ultah hari ini.... HERE WE GOOO!!
Uuuuuuh, pict itu Mari dapat dari salah satu teman di tumblr, wahahaha... sudah lama, sih, cuma itu Mari simpen khusus buat di-upload hari ini, bwahahahaha
"Marco-jisan, apakah ini ada hubungannya dengan yang tadi kami ceritakan, tentang kado satunya yang dibawa oleh Mari?"
Pertanyaan dari Kaoru membuat Marco menyeringai, anak ini ternyata paham isi pikirannya, "Kaoru-kun sepertinya lebih pintar, ya, haha."
Tak pelak, ucapan enteng dari Marco membuat Sabo mendelik dan menatapnya tak percaya, "Marco-san, jangan bilang kalau kita mau pergi ke rumah anak itu?" pekiknya tidak terima.
"Tidak ada salahnya 'kan, lagipula besok dia ulang tahun kok, kenapa tidak sekalian kita ajak dia jalan-jalan, benarkah itu, Kaoru-kun?"
Kaoru tak menjawab dan lebih memilih memperhatikan jalan aspal di bawahnya.
"Karena besok kita harus ke rumah Shirohige-jii untuk merayakan hari ulang tahun Marco-san, jadinya hari ini Marco-san mau merayakan hari ulang tahun bersama dengan Law-kun," ujarnya kalem.
"Nani! Aku tidak suka padanya, Marco-saaaan..." rengek Sabo, "untuk apa kita merayakan hari spesialmu bersamanya..." tambahnya.
Mendengar rengekan Sabo membuat Marco memutar otaknya, sepertinya keponakannya ini sangat tidak menyukai Law... Apa karena Mari dekat dengannya? Padahal mereka baru beberapa bulan bertemu. Senyum jahil menghiasi wajah Marco, sepertinya jagoan kecilnya ini memgidap sister complex terhadap adiknya, "Ei, Sabo-kun 'kan laki-laki, kenapa merengek begitu, Kaoru-kun yang lebih kecil saja tidak merengek, yoi," katanya tenang.
".... ugh!"
(~●ω●)~ ~(●ω●)~ ~(●ω●~)
"Marcooooooooooo!"
Gubrak!
Sabo dan Kaoru meringis kaku menyaksikan adegan super langka yang baru saja terjadi di depan mereka.
Pria pirang yang Sabo tebak adalah pemilik rumah, melonjak kegirangan setelah melihat Marco di depan pintu rumahnya dan ketika dia berniat menerjangnya, entah bagaimana ceritanya orang itu tiba-tiba terpeleset dan meluncur lurus tanpa menyentuh Marco sedikit pun (mungkin efek dari Marco-san yang menyingkir sedikit untuk memberikan kesempatan bagi pria itu meluncur dengan leluasa) dan berakhir menabrak pot bunga yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Apa-apaan orang ini? Keringat sebesar biji jagung menghiasi pelipis Sabo. Ia pun tak bisa menghentikan pikiran-pikirannya tentang manusia pirang ajaib itu.
"Ah, maaf, aku baik-baik saja, kok, hahaha."
Dan Sabo ingin sekali menyeret Ojisan-nya yang menggendong adiknya beserta Kaoru untuk tidak bertamu ke rumah makhluk aneh itu.
"Rocinante, kau ini tidak berubah sama sekali, yoi."
Helaan napas lelah terhembus dari mulut Sabo.
"Akhirnya kau bisa menyempatkan diri datang ke sini, Marco... aku senang sekali... terutama ketika kau mengajak keponakan-keponakanmu yang manis-manis ini."
Tunggu... jadi... Marco-san mengenal orang aneh ini? Batin Sabo.
Ia menatap ojisan-nya dengan tatapan takjub, hampir semua orang di sekeliling Marco-san itu memiliki sifat aneh, norak, idiot dan sebagainya, iya termasuk seluruh ojisan dan obasan-tachi-nya tapi ajaibnya Ojisan-nya ini tidak terpengaruh keidiotan mereka. Luar biasa.
"Ayo masuk, masuk~" pria aneh itu menarik tangan Marco untuk memasuki rumahnya, tak lupa dia juga menarik tangan kecil Kaoru.
Apakah ia harus ikut masuk ke dalam? Haruskah?
"Sabo-kun, ayo masuk."
.... YANG BENAR SAJA??
(~●ω●)~ ~(●ω●)~ ~(●ω●~)
Perang deathglare antara Sabo dan anak laki-laki dari Donquixote Rocinante bernama Trafalgar Law tak lagi bisa dicegah. Sejak dua anak laki-laki yang usianya terpaut tiga tahun itu bertemu di ruang tamu, keduanya sudah terlibat perang batin.
Aura-aura tidak mengenakkan menguar ke seluruh ruang tamu. Membuat empat orang lainnya sedikit tidak nyaman. Benar sekali, empat orang, karena Mari yang sangat ajaib itu langsung membuka mata ketika Marco menurunkannya dari gendongan. Dasar anak kecil.
Sabo memperhatikan anak bertopi bulu aneh di depannya dan mulai berpikir, apa yang sebenarnya dilihat adiknya dari anak ini? Dia anak yang aneh, wajahnya seram pula. Belum lagi topi bulunya itu terlihat aneh, intinya tak ada yang menarik sama sekali dari sosok Law.
"Traffy!"
Sabo mendelik mendengar suara adiknya memanggil nama Law dengan panggilan seperti itu. Apa itu Traffy? Huh! Ia menggembungkan pipinya karena kesal meski mata gelapnya masih setia mengikuti gerak-gerik adik perempuannya.
"Ini untukmu~ otanjoubi omedetou~" Mari berkata dengan ceria seraya mengangsurkan sebuah kotak berwarna kuning cerah pada pemuda kecil bernama Law itu.
Law sendiri belum terlihat bereaksi, hanya matanya yang sedikit membulat meski sedetik kemudian ekspresinya kembali seperti semula. Dasar manusia tanpa ekspresi.
"Traffy?"
Hih! Bisa tidak sih, Mari berhenti memanggilnya 'Traffy!' Itu terdengar sangat mengganggu di telinga Sabo.
"Law? Kenapa?" kini pria pirang yang tadi jatuh menabrak pot bunga itu berucap dengan nada khawatir. Dasar anak menyebalkan ini, tidak hanya sudah membuat adik perempuannya kebingungan, sekarang dia malah membuat ayahnya khawatir karena dia diam saja. Meski usia Sabo lebih muda darinya, tapi kalau urusan memberi pelajaran pada orang menyebalkan, Sabo ahlinya.
Law menggelengkan kepalanya, manik hitamnya menatap kado di tangan Mari dengan tatapan penuh selidik seolah isi dari kado Mari adalah hal yang berbahaya. Heh, memangnya kau pikir adikku yang manis itu akan memberimu apa? Kodok hidup? Mari saja takut pada kodok.
Sabo menepuk keningnya. Ugh, dirinya terlalu banyak berpikir. Ayo rileks, Sabo... rileeeks...
"Tapi hari ini bukan hari ulang tahunku."
Oh...
(~●ω●)~ ~(●ω●)~ ~(●ω●~)
Mulut Mari terbuka sepersekian detik seraya menatap Law dengan tatapan tak percaya sebelum kemudian tertawa. Ia tertawa sangat kencang dan membuat seluruh mata dari orang-orang di ruang tamu keluarga Rocinante menatapnya heran. Ia mengusap sudut matanya yang berair karena terlalu semangat menertawakan ucapan Law.
"Kenapa kau tertawa, hah!" bentak Law tidak terima, wajahnya memanas melihat anak perempuan menyebalkan itu menertawainya. Apanya yang lucu, dasar menyebalkan.
"Hei, kalau kau membentak adikku sekali lagi, akan kupatahkan lehermu!" sahut Sabo, ia bahkan sudah mengepalkan tangannya karena kesal.
"Sabo-kun, apa yang Marco-san katakan tentang menghargai orang lain yang sedang berbicara?"
Mendengar teguran dari sang ojisan membuat Sabo menurunkan tangannya dan mengalihkan pandangan, mencoba menganggap dirinya hanya sebutir nasi di tengah hidangan lezat buatan Thatch-san.
"Sabo-san?"
"Sudah, lupakan saja kalau ada aku di sini, Kaoru-kun."
Marco tersenyum memperhatikan Sabo dan mengacak surai pirangnya karena gemas.
"Besok hari ulang tahun Traffy 'kan?" Mari bertanya dengan nada lucu. Namun Law masih juga tak menjawab, pemuda itu hanya mengangguk sekilas.
"Besok, Mari akan pergi ke rumah Shirohige-jii sampai hari minggu, untuk merayakan ulang tahun Marco-jichan dan Rakuyo-ojisan... hmmm, sepertinya ulang tahun Izou-san juga, hahaha, jadi Mari tidak akan sempat memberikan hadiah padamu esok hari, makanya hari ini saja kuberikan untukmu, tidak apa-apa 'kan?"
Law ingin sekali menjawab 'jelas saja apa-apa!' karena ini bukan hari ulang tahunnya, Law bahkan tidak mau mengingat hari ulang tahunnya. Mengingat tentang hari ulang tahunnya membuatnya kembali mengingat kedua orang tua dan adiknya. Tahun lalu ia masih merayakan hari bahagianya dengan keluarga yang sangat ia sayangi, tapi tahun ini. Ugh.
Law tidak suka ada seseorang yang mengingatkannya pada kenangan menyenangkan sekaligus menyesakkan baginya itu, terutama seorang gadis kecil menyebalkan yang sok tahu dan sok akrab ini.
Tapi... melihat senyuman penuh ketulusan yang ditunjukkan oleh Mari membuatnya tak bisa berkata apapun lagi. Ada yang aneh dengan gadis kecil itu yang membuat Law tidak bisa terlalu lama marah-marah padanya.
Tanpa berbicara sepatah kata lagi, Law menerima kado dari Mari. Dan melihat senyuman Mari yang terlihat luar biasa cerah, Law pun tak bisa mencegah senyumnya yang ikut mengembang meski nampak sangat samar.
"Semoga Traffy suka hadiahnya, hehe."
Law mengangkat alisnya, kedua matanya kini teralih dari Mari ke kotak di tangannya. Kotak di tangannya ini terasa ringan, warnanya kuning mencolok pula. Apa sebenarnya isinya?
"Hei!" Sabo yang sedari tadi menjadi sebutir nasi, kini mulai kembali bersuara, mata gelapnya menatap tajam Law yang balas menatapnya dengan tatapan datar, "Mana ucapan terima kasihmu, kau menyebalkan!" hardiknya.
"Arara, Sabo-kun benar, Law, kau harus berterima kasih pada Mari-chan~" tambah Rocinante.
Apa-apaan dua makhluk pirang itu? Batin Law. Ucapan terima kasih itu harus didasari dari hati, kenapa mereka memaksa. Lagipula anak itu yang memaksa Law menerima hadiahnya, bukankah harusnya dia yang berterima kasih karena Law mau menerima hadiahnya? Che!
"Tidak apa-apa kok, Sabo-nii, Rocinante-san... hehe."
"...arigatou."
Eh?
Law tidak tahu kenapa tiba-tiba dirinya mengucapkan kata itu, padahal sedetik yang lalu dirinya bahkan sempat berpikir seharusnya Mari yang berterima kasih padanya. Tapi, mendengar ucapan Mari yang sepertinya sedikit kecewa itu membuat perasaannya tidak nyaman.
Meski baru beberapa bulan mengenal Mari, bisa dibilang Law sering bertemu dengannya ketika Cora-san ada urusan dengan Marco. Dan nada bicara yang Law dengar dari Mari tadi tidak seperti biasanya. Itulah sebabnya tanpa berpikir panjang ia mengucapkan terima kasih.
"Aih, douitashimashite, Traffy."
Dan mendengar nada bicara Mari yang akhirnya kembali seperti semula setelah ia mengucapkan terima kasih itu sedikit membuat perasaannya lega.
Aneh. Kenapa perasaan Law bisa berubah-ubah dalam waktu sesingkat ini hanya karena seorang anak kecil berusia tujuh tahun????
(~●ω●)~ ~(●ω●)~ ~(●ω●~)
"Jaaa naa, Traffy... Rocinante-san~"
"Hati-hati, Mari-chan... dan selamat ulang tahun, Marco~"
Law menghela napas melihat kelakuan Cora-san yang terlalu kekanak-kanakan dengan berteriak dan melambaikan tangan seperti halnya Mari, padahal sosok tamu-tamunya sudah jauh dari pandangannya.
Sebenarnya pria bernama Marco itu mengajak Law untuk makan bersama dengannya dan keponakan-keponakannya di restoran untuk merayakan ulang tahunnya dan Law yang hanya berselisih satu hari.
Tapi Law menolaknya.
Entahlah. Law hanya merasa bahwa dirinya tidak mau terlalu dekat dengan keluarga ajaib satu itu. Belum lagi dengan kakak laki-laki dari Mari yang sangat menyebalkan. Lagi pula, dirinya baru beberapa bulan mengenal Mari dan ia tak mau terlalu dekat dengan gadis itu. Karena selama mengenal Mari, Law sering tidak mengerti akan suasana hatinya. Terkadang ia kesal, kadang ia senang, kadang ingin sekali marah. Dan semua itu karena gadis bernama Fujisaki Mari itu.
"Ugh!"
"Law? Kenapa kau menolak undangan Marco?"
Law menoleh, menatap Cora-san yang memberikan tatapan hangat padanya. Law yakin bahwa Cora-san paham apa alasannya, tapi kenapa tetap bertanya padanya? Pemuda kecil ini menghembuskan napas dan kembali mengalihkan pandangan dari sang 'ayah', "Tidak apa-apa," katanya.
"Kau tahu, Law... aku mengenal Marco sejak lama, Marco adalah orang yang sangat baik. Meski aku ini ceroboh, bodoh dan sebagainya, tapi dia tetap menganggapku sebagai teman."
Law tak merespon dan hanya memasang telinganya baik-baik untuk mendengar kelanjutan ucapan dari Cora-san.
"Yang ingin kukatakan adalah, tak ada salahnya percaya pada orang lain, Law... kau tidak sendirian di dunia ini, kau mengerti?"
Law menganggukkan kepalanya. Ia tahu Marco orang yang baik. Terlepas dari sosoknya yang aneh... hanya saja Law belum bisa sepenuhnya membuka hati untuk orang lain sejak kejadian yang menimpa keluarganya setahun yang lalu, "...aku masuk dulu, Cora-san," ucapnya, ia beranjak dari teras rumah dan menuju ke kamarnya.
(~●ω●)~ ~(●ω●)~ ~(●ω●~)
"Waaaaai.... makaaaaan~"
Sabo menatap adiknya yang kini berlari dengan penuh semangat menuju salah satu meja di restoran dengan tatapan tidak percaya, ia menepuk keningnya dan menghembuskan napas lelah. Anak itu benar-benar penuh semangat.
Telinga Sabo sayup-sayup mendengar suara tawa dan tanpa menoleh pun Sabo tahu siapa yang tengah tertawa, sudah jelas itu adalah Marco-san.
"Sepertinya Mari benar-benar lapar, yoi."
Dan Sabo tidak bisa untuk tidak setuju. Ia heran, tadi di rumah Rocinante-san, anak itu sudah makan camilan yang lumayan banyak dan sekarang dia lapar lagi? "...hhh... anak kecil," ia menggumam.
Di sebelahnya, Kaoru menatapnya dengan alis terangkat, membuat Sabo gemas dan mengacak rambut gelapnya, "Kau juga lapar, ya, Kaoru-chan... hahaha... anak kecil memang sedang dalam masa pertumbuhan, makanya mereka butuh makanan lebih dari orang dewasa sepertiku, haha."
Dan yang tidak diketahui oleh Sabo, di belakang mereka Marco terkikik geli mendengar ucapannya. Keponakannya yang baru berusia sepuluh tahun itu dari mananya yang dewasa. Batinnya.
"Selamat datang, Mari-chan..."
Cengiran lebar terpeta di wajah Mari melihat sosok pria paruh baya menghampirinya seraya tersenyum, "Zeff-saaan..." teriak Mari, ia melompat dari tempat duduknya dan berlari ke arah Zeff.
Pria bernama Zeff yang tak lain adalah pemilik restoran Baratie itu berjongkok di depan Mari dan mengusap kepalanya sebelum beralih menatap tiga sosok lainnya yang tengah berjalan ke arah mereka.
"Ne, Zeff-san, hari ini Marco-jichan ulang tahun, lho," bisik Mari dan Zeff hanya tersenyum menanggapinya.
Chef utama restoran Baratie itu bangkit dari posisinya dan menepuk pundak Marco, tawa khas meluncur dari mulutnya, "Oh... anak muda kebanggan Newgate ini bertambah tua ternyata, hahaha, duduklah, akan kusiapkan makanan untuk kalian."
Bertambah... tua?
Sabo mengedipkan matanya, memperhatikan punggung chef hebat itu menjauh dari meja mereka. Dan kini kepalanya menoleh, memperhatikan ekspresi sang ojisan yang nampak sweatdrop di tempat. Tak butuh waktu lama, tawa anak laki-laki sepuluh tahun ini meledak dan diikuti pula oleh tawa Mari dan Kaoru.
"Sepertinya kalian puas sekali tertawanya."
Sabo memegang perutnya yang terasa nyeri akibat terlalu semangat tertawa, "Ma-maaf, Marco-san─pppffftt."
"Hmmmm, sudahlah, lagipula ini hari yang spesial, aku memaafkan kalian..."
"Waaai, Marco-jichan memang baik, yoooi," pekik Mari di sela tawanya. Sabo dan Kaoru pun tak kuasa menahan tawa mereka mendengar ucapan Mari yang menambahkan 'yoi' di akhir kalimat seperti halnya Marco.
"Kau ini ada-ada saja," balas Marco, senyumnya tak bisa ia cegah melihat keponakan-keponakannya terlihat ceria seperti ini. Ia beruntung bisa menghabiskan waktu dengan tiga anak-anaknya di hari ulang tahunnya sebelum mengajak mereka ke rumah Oyaji.
Karena menurut perkiraan Marco, meski di hari ulang tahunnya sekali pun, saudara-saudarinya pasti akan lebih fokus ke Mari atau Sabo, atau bahkan Kaoru─jika Marco mengajaknya─dan tidak memperdulikannya yang jelas-jelas sedang berulang tahun.
Sebenarnya itu tidak masalah, karena ia memang menganggap hari ulang tahunnya seperti halnya hari-hari biasanya. Bagi Marco, hari ulang tahun atau bukan, selama dia bisa bersama keponakan-keponakannya itu adalah hari yang spesial menurutnya.
"Marco-jichan?"
Tarikan di lengan yang dirasakan oleh Marco membuatnya terhenyak, tangan kecil Mari menarik kemejanya dan membawanya kembali dari lamunan panjang. Kristal birunya bergulir dan bertemu dengan tiga pasang mata berwarna hitam yang menatapnya khawatir. Eh?
Marco mengedipkan matanya dan baru menyadari bahwa Sabo, Mari dan Kaoru sudah tidak lagi duduk di kursi mereka dan malah berdiri di sampingnya.
"Marco-san dari tadi diam saja, ada masalah kah?"
Perasaan hangat menyelimuti rongga dada Marco, ia tersenyum lembut dan menggelengkan kepalanya. Bodohnya, ia terlalu larut dalam pikirannya sampai membuat anak-anak manis ini khawatir.
Pria pirang ini pun berdiri dari kursinya, ia menatap ketiga anak-anaknya secara bergantian dan memeluk mereka dengan erat, "Arigatou," bisiknya.
Dan ia terkekeh pelan mendapat respon pelukan tak kalah erat dari ketiganya, "Marco-jichan, otanjoubi omedetooou."
The End
Aiiiihhh >//////<
Ultahnya mereka bisa selisih satu hari gitu, ya :')
Dan karena saya udah kebingungan mau nulis cerita macam apa, akhirnya bikin yang kayak gini wkwkwk /woi
Ini cheesy banget, astaghfirullah :'(
Tapi gak apa-apa... APA PUN DEMI MARCO-JI DAN HUSBANDO TERCINTAAAAAAA #kalap
Eh, hmmmmm... di sini Mari-nya masih tujuh tahun, ya, jadi dia masih polos-polos odong begitu, wkwkwk tapi tetep sih, sifatnya yang penuh sayang untuk Law udah tumbuh sejak kecil, ya, EEEEAAAAAAA /nak
Ah apa pun itu pokoknya selamat ulang tahun manusia-manusia kesayangan Mari~ ♥_♥
And then... pastinya gak lengkap, ya kalau gak nyebar pict yang ultah hari ini.... HERE WE GOOO!!
HAPPY BIRTHDAY, MARCO-JICHAAAN~ |
>///////< |
CIIIIIIIEEEEEEEEE.... YANG DAPAT HADIAH DARI ACE, CIIIIIIIIIIIEEEEEEE >////////< Aaaaaah, ini indah sekaliiiiii *nangis*
Uuuuu |
♥♥♥ |
Marco's birthday pin |
Hiksu.... Marco-jichaaaan... Selamat ulang tahuuunn... semoga di usiamu yang always misterius ini Marco-jichan diberi kesehatan... diberi kekuatan untuk menjalani hari-hari tanpa bang Ace /HALAH
Dan semoga cepet ketemu Luffy.... saya kangen pengen lihat aksi Marco-jichan lagi, wkwkwkwk
Pokoknya selamat ulang tahun buat Ojisan tersayang~ *peluk* /tumben
HSHSHSHSHSHSH |
TRAAAAAFFFFFYYYYYYYYY...... SELAMAT ULANG TAHUN, MY HONEY BUNNY SWEETY, MY HUSBANDO, MY CAPTAIN, MY LOVE, MY LIFE, MY EVERYTHIIIING /alaybangetsumpah
Hiks... ganteng banget, saya boleh nangis gak sih /YHA
Bang, WHY YOU SO GANTENG, BAAAANG T////T |
Masyaallah |
And I'm just like: HAHAHAHAHAHA YA, YA, TERSERAH *kekepin yang ter-perfect dari yang perfect* /jedeerr
Traffy, plis, Traffy... jangan smirk-smirk gitu, ah... kalau jantung saya copot gimanaaa... kamu mau tanggung jawab???? #dor
*blood goes everywhere* |
HUHUHU, EMAAAAAAK... SAYA CINTA BANGET SAMA ORANG INI, MAAAAAK... NIKAHKAN KAMI SEKARANG /WOI /JANGANNGACO *cekek Traffy* /plak
Trafalgar Law's Pin |
KALAU SAYA AJA NANGIS LIHAT PIN-NYA OM MARCO, TERUS APA KABARNYA SAYA PAS LIHAT PIN-NYA TRAFFY, YAAAAAA???? T_____T
Iya, saya nangis ;_______; DAN SERIUSAN PENGEN TERBANG KE JEPANG, PENGEN KELILING TOKYO ONE PIECE TOWEEERRRR 😭😭😭
Tapi kemudian sadar bahwa saya gak punya duit (ಥ_ಥ) sedih amat ToT
Ah, pokoknya buat husbando saya satu-satunya ini, selamat ulang tahuuuuuun...... makin cakep, makin hawt, makin ganteeeeeng DAN MAKIN CINTA SAMA SAYA >////////////< /dikampleng
Love you, Traffy ganteeeng ♥///////♥
HAPPY BIRTHDAY, MY PRECIOUS GUYS~ |
INDAH SEKALI, GUSTIIII T//////T |
Sudah, ini postingan panjang amat ternyata Σ( ° △ °|||)︴ saya gak sadar ( ̄▽ ̄;)
Sekali lagi sebelum saya tutup (???) postingan kali ini, SELAMAT ULANG TAHUN, TRAFFY DAN MARCO-JICHAAAAAAAN~ .
Bubaaaaaay...
No comments:
Post a Comment