Padahal anak itu kalau soal liburan tidak pernah ketinggalan, lihat saja keluarganya yang hampir setiap akhir pekan liburan ke tempat keluarga besarnya di bagian lain kota Tokyo.
Lalu, apa yang terjadi di hari terakhir itu sehingga mood-nya benar-benar buruk seperti ini?
Seluruh anak Seigaku bahkan tak ada yang berani bertanya, tak terkecuali Kaidou Kaoru yang hanya mendesis di kursinya.
The Prince of Tennis © Konomi Takeshi
Mrs. Ecstasy © Mari-chan
Catatan buat yang ngerasa perlu dicatetin (?): Ini sengaja plot-nya dibuat beda sebeda-bedanya dari yang pertama, soalnya pas baca cerita yang 'itu' tiba-tiba ngakak dan malah kehilangan feel. Ini yang baruuuu... dengan keluarga baru Mari tentu saja, HAHAHA #heh
HERE WE GO!
"Kau ini kenapa, sih?" Akhirnya pertanyaan itu terucap. Bukan dari Kaidou yang diharapkan bisa mengurai raut kusut wajah Mari karena selama ini memang cuma si Ular itu yang bisa melakukannya. Tapi kali ini pertanyaan muncul dari Momoshiro Takeshi. Hebat.
Mari tak menjawab, digenggamnya hape silver pemberian sang ojisan dengan semakin erat, manik hitamnya mendelik tajam ke arah Momoshiro yang langsung menelan ludah, "Jangan tatap aku seperti itu, kau membuatku takut," Momoshiro berkelit.
"Diam kau! Kau pikir ini salah siapa sehingga kita terlambat pulang, hah! Pakai acara ketinggalan kereta juga, dasar Momo-chi!!"
Alis Momo terangkat mendengar keluhan Mari yang ia yakini tidak ada hubungannya sama sekali dengan cemberutnya dia saat ini, tapi tak pelak ucapan Mari membuatnya sedikit kesal, "Hei, siapa yang awalnya mengatakan 'Momo-chiii, minta tolong belikan camilan, doong... hehehe... sepertinya Tezuka-senpai juga berniat membeli sesuatu... tolong, ya... Mari tidak berani jika harus jalan bersama Tezuka-senpai' hah? Ayo katakan siapa?" Momo menirukan ucapan Mari seraya memicingkan mata.
"Apa! 'Kan Mari hanya minta tolong, Momo tidak suka? Ya sudah! Jangan duduk di sini, minggir!"
"Hah? Ap─"
"Momoshiro! Kau pindah ke tempat duduk Kaidou, dan Kaidou, duduklah di sebelah Fujisaki. Sekarang!"
Suara Ryuzaki-sensei melengking memenuhi gerbong tempat anak-anak Seigaku, seluruh anggota klub tenis yang baru saja menjuarai turnamen nasional ini tak berani membantah, mereka semua terdiam, suara yang terdengar hanyalah langkah kaki Momoshiro dan Kaidou yang bertukar tempat duduk.
Mrs. Ecstasy
"Jadi?"
"Mooooouuu, Kaoru-chaaaaaaaan!"
Kaidou menghela napas merasakan Mari menubruknya setibanya ia di kursi Momoshiro (sebenarnya dari awal ini kursi Kaidou, dan entah kenapa dimonopoli oleh si bodoh itu), tak ada yang bisa dilakukan kecuali mengusap punggung Mari. Menenangkannya.
"Imoe menyebalkaaaaaan."
Alis hitam Kaidou menukik tanda bahwa ia heran meskipun Mari sendiri tak bisa melihatnya, tunggu dulu, siapa tadi katanya? "Hah? Imoe?" Gumamnya.
"Iya! Imoe! Imoooeeeee!" Mari melepaskan diri dari Kaidou dengan cepat, mata gelapnya berkilat entah karena apa, Kaidou tak tahu.
"Oh, siswi Shitenhouji yang temanmu itu?" tanya Kaidou. Mari mengangguk semangat. "Kenapa dengannya? Bukankah kalian baik-baik saja kemarin?" kembali pemuda pengoleksi bandana ini mengajukan pertanyaan.
Mari terlihat menundukkan kepala meski Kaidou bisa melihat bahwa gadis itu menggerak-gerakkan kedua bola matanya. Hhhhh...
"Dia sudah berjanji akan mengatakan pada Mari tentang apa yang terjadi antara dirinya dengan Shiraishi-san... tapi, tapiiiii!" Kaidou mendesis dan menggulirkan manik hitamnya, suara cempreng Mari ini lama-lama bisa membuat telinganya gagal berfungsi dengan baik.
"Tapi Imoe-san tidak menceritakannya padamu?" tebakan itu meluncur mulus dari mulut Kaidou. Lagi-lagi Mari mengangguk. Oh... pemuda ini mengangguk sekilas sebelum sebuah keganjalan terlintas di pikirannya, "Tunggu dulu, apa maksudmu dengan 'yang terjadi di antara mereka'?"
"Kaoru-chan tidak tahu, ya... mereka itu kan teman. Tapi lebih dari sekedar teman. Ya, Mari sih nge-ship mereka, hahahaha," gadis itu tertawa kaku. Dan Kaidou kembali dibuat bingung, apa artinya dengan 'ship'?
"Intinya Mari pengen mereka lebih dari teman, Kaoru-chaaaaaaan!"
"Tidak perlu berteriak, aku bisa mendengarnya, baka Mari!"
Mereka tidak menyadari bahwa percakapan itu pun didengar oleh seluruh penghuni gerbong.
Oh, masalah antar sahabat ternyata. Pantas mood Mari jadi jelek.
Mrs. Ecstasy
Flashback.
"Jadiiiiiii~" Mari mengedipkan sebelah matanya dengan jahil ketika ia dan Imoe tengah menghabiskan waktu bersama di salah satu kedai yang berada di tengah kota Osaka.
Dua gadis ini hanya memesan teh dan beberapa camilan untuk menemani mereka ngobrol. Imoe beralasan selain lebih hemat, camilan ini juga membuat Mari tidak terlalu kekenyangan, maklum kapasitas perut siswi Seishun Gakuen itu di bawah rata-rata.
"Tapi 'kan Mari bisa makan banyak kalo camilan, Imooooee!!" Mari cemberut, "Lagipula Marco-jichan memberi uang lebih, Mari yang traktir deh kali ini."
"Ini bukan masalah uang, baka Mari! Lebih baik uangmu dipakai untuk hal lain daripada membeli banyak makanan tapi terbuang sia-sia."
Imoe berujar sok bijak. Membuat Mari semakin cemberut.
"Dan sepertinya dulu ada yang bilang, baru makan beberapa muffin buatan Izou-san langsung kekenyangan," suara cempreng Imoe menimpali. Terdengar sangat menyebalkan di telinga Mari. Sangat.
"....." Mari terdiam sebelum kembali memprotes, "Tapi muffin buatan Izou-san rasanya memang aneh, Imoe!!!!"
"Perlukah kubeberkan beberapa curhatanmu lagi kalau kau ini memang susah makan?"
"....Sudah diam!" Mari menekuk bibir, entah kenapa dia tak pernah menang jika berdebat dengan gadis di depannya ini.
"Jadi?????" Untuk kedua kalinya Mari bertanya karena belum ada tanda-tanda Imoe akan menjawab, belum lagi ia juga sempat-sempatnya mengingat kejadian beberapa menit yang lalu tentang camilan mereka.
"Kenapa kau bertanya seperti itu, sih?" Mari mengedipkan matanya mendengar pertanyaan Imoe, lha bukankah yang bertanya lebih dulu adalah dirinya? Kenapa sekarang malah Imoe yang balik bertanya???? Mari tak habis pikir.
Tangan kecil Mari meraih gelas dan menyesap teh hijaunya, rasanya agak aneh di lidah tapi ia tak peduli, tenggorokannya seketika terasa kering karena terlalu banyak berpikir.
Setelah meneguk tehnya, Mari kembali menatap sahabatnya, "Kau janji mau menceritakan padaku apa yang terjadi antara kau dengan Shiraishi-san, kan?" ujarnya lantang dan tanpa ragu.
Imoe mengerjap beberapa kali sebelum nyengir kaku, manik sewarna dengannya itu menatapnya selama beberapa detik sebelum pandangan kembali dilempar ke arah lain.
Hah? Kenapa dengannya? Mari bertanya dalam hati.
"Aku tidak pernah berjanji padamu, kau yang yang seenaknya berteriak tentang kabar baik."
Mari kembali dibuat diam.
Eeeeeehh???? Benarkah seperti itu?????
"Masa, sih? Kok Mari tidak ingat..." Mari mengusap dagunya, "ya sudah sekarang cerita dong, hehe," kembali ia memaksa sang gadis untuk bercerita.
"Tidak ada yang perlu diceritakan."
"Bohong dosa lho, Imoe~" Mari merajuk, memberikan tatapan penuh harap pada sahabatnya.
"Aku tidak bohong, Mari keponakannya om Nanas~" balas Imoe sarkastik.
Mari mendelik dan tanpa sadar menggebrak meja mereka, "Hentikan julukan aneh itu, Ojisan-ku bukan nanas tahu!"
"Mirip."
"Aaaarrgggghhh," kini ia menjambaki helaian hitamnya karena frustasi menghadapi sifat Imoe yang keras kepalanya lebih dari dirinya sendiri. Dirinya benar-benar kalah telak.
"Tapi hubungan kalian sudah selangkah lebih maju kan, kan, kan???"
"Makan kuemu, lalu kuantar ke penginapan."
HOMINAH, ANAK INI MENYEBALKAN SEKALI!
Mrs. Ecstasy
Imoe melirik Mari lewat ekor matanya. Dia memutuskan mengantar Mari ke penginapan Seigaku sebelum sahabatnya dari Tokyo itu mendesaknya lebih jauh dan menagih cerita-cerita memalukan yang kemarin ia alami dengan kapten Shitenhouji.
Nasib baik dirinya bisa ngeles sehingga Mari hanya bisa menahan emosi.
Lebih baik Mari yang emosi daripada dia membocorkan apa yang sudah terjadi kemarin. Iya, itu lebih baik, setidaknya mereka bisa kembali akur tak lama kemudian karena bahasan konyol keduanya lewat message, tapi ia bahkan tidak yakin Mari akan melepaskannya jika ia bercerita tentang kejadian kemarin.
Gadis itu bisa saja menggodanya sampai ia pingsan. Kedua remaja ini berjalan bersisian dalam diam.
"Imoooee, ayo jajan es krim!"
Hembusan napas terlepas dari mulut Imoe mendengar ajakan Mari, apakah tadi ia bilang mereka berjalan dalam diam? Lupakan saja.
Imoe bahkan tidak sempat menjawabnya karena segera setelah mengatakan hal itu, Mari langsung menyeretnya dengan semangat. Sabar... besok dia akan pulang. Batinnya lesu.
Sebenarnya kemarin yang terjadi setelah Mari pergi dengan Fuji Syusuke itu hal yang sangat memalukan baginya.
Dan karena terlalu malu, ia tidak punya kemampuan untuk mengatakannya sepatah katapun. Anggap ia aneh, silahkan. Tapi jantungnya tidak akan bertahan jika ia bercerita pada Mari. Dan memikirkan tanggapan Mari saja sudah membuatnya panas dingin.
(⌒▽⌒)(⌒▽⌒)
"Imoe? Ada apa?" Suara Shiraishi menjadi pemicu utama jantung Imoe untuk memompa darah lebih cepat.
Sejak melihat pemuda dengan tangan kiri diperban itu berlatih tanding dengan salah satu senpai Mari; Fuji Syusuke, jantung gadis ini memang sudah maraton sampai ke Tokyo, beruntung saat itu ada Mari di sampingnya jadi ia bisa bertahan.
Tapi mendengar suaranya dari jarak sedekat ini, Imoe tidak yakin Tokyo masih menjadi kota yang pas untuk dijadikan patokan maraton jantungnya.
"Kenapa diam saja?" Lagi. Degupan jantungnya terasa semakin cepat saja. Lama-lama ia bisa terkena serangan jantung kalau begini caranya.
"Ah, hahaha," yang bisa dilakukannya hanya nyengir kaku dan mengutuk sahabatnya dari Tokyo itu, semoga di perjalanan Mari dan Fuji, gadis itu tersandung dan jatuh menggelinding! Kok kamu jahat sih, Imoe!!!
"Tidak apa-apa, kok, Shiraishi, hehe," ia berkelit, masih berusaha mengatur detak jantungnya. Ugh. Dan ketika suara Mari kembali terngiang dan mengatakan 'menunggu kabar baik' Imoe benar-benar ingin melempar wig Koharu padanya.
"Yang tadi itu temanmu?"
"Iya, namanya Mari. Anak Seigaku."
Shiraishi mengangguk paham dan menggumam sesuatu tentang Fuji yang dipanggil 'senpai' oleh gadis itu, "Sepertinya sebelum dia pergi, dia mengatakan sesuatu. Apa maksudnya?" pemuda itu bertanya pelan.
Watdehel.
Imoe tersentak.
Ternyata Shirashi mendengar ucapan Mari. Oke, tekad Imoe untuk melempar gadis itu dengan wig Koharu semakin kuat saja. Lihat saja kau, Fujisaki Mari!
"Hah? Mari tidak mengatakan apapun, Shiraishi salah dengar mungkin," ia mencoba mengelak, meski keringat menetes dari pelipis. Imoe gugup setengah mati. Ditambah tatapan Shiraishi yang terlalu intens membuat mentalnya tak juga membaik.
Apanya yang menunggu kabar baik jika berbicara saja Imoe kesulitan.
Padahal jika anak-anak Shitenhouji berkumpul, ia bisa bebas berbincang dengan mereka, bahkan Shiraishi juga. Tapi ketika hanya ada mereka berdua, Imoe merasa seluruh kosakata yang sudah ia susun terkikis sedikit demi sedikit dan membuatnya kehilangan kata-kata.
Ditambah suara Shiraishi yang terdengar seperti alunan musik yang kadang menenangkan tapi tak jarang membahayakan baginya ini juga tak membantu sama sekali akan kesehatan rohaninya.
Apa ini juga yang dirasakan Mari saat bersama si Calon Dokter bernama Trafalgar Law itu? Oh, tebakan Imoe sih tidak sama sekali.
"Salah dengar?" Suara Shiraishi kembali terdengar, kali ini ditambah sedikit dengan nada heran, "Sepertinya tidak... telingaku masih berfungsi dengan baik, Imoe," kapten Shitenhoji terkekeh dan itu cukup membuat Imoe merona hebat. Siapa saja tolong hentikan orang ini bersuara untuk sejenak karena suaranya membunuh sekali.
Ugh! Sekuat tenaga Imoe mencoba menahan wajahnya untuk tidak memanas meskipun sepertinya tidak berhasil sama sekali karena kini ia merasa kepalanya berasap.
Buru-buru ia menjauh dari Shiraishi dan kembali tertawa, "Itu hanya ucapan Mari, tidak ada yang penting kok," pungkasnya. Dan ia merasa jadi gadis yang benar-benar idiot sekarang.
Bangku panjang yang selalu menjadi tempat duduknya ketika melihat Shitenhouji berlatih kini terasa hening, padahal ada dua remaja yang duduk bersebelahan di sana.
Hening yang tidak nyaman karena selama ini Imoe yang cerewet jika bersama anak-anak kini mulutnya terkunci rapat.
'Mari menunggu kabar baik, Imooooee.... kabar baik!'
Imoe menggerutu dalam hati karena di saat seperti ini masih sempat-sempatnya ia mengingat ucapan junior Seigaku menyebalkan itu! Fokus, Imoe.... ayo kau pasti bisa! Jangan kalah dari Mari. Eh?
"Oh iya, Shiraishi... s-sebenarnya ada yang ingin kukatakan padamu sejak lama," Imoe menghela napas pendek, "tapi kita tidak pernah ada waktu ngobrol berdua."
Shiraishi menoleh dan menatapnya lewat manik gelapnya, tatapan itu terasa begitu membius. Membuat Imoe kesulitan bernapas.
Sedetik berlalu, Shiraishi menganggukkan kepala dan ia tersenyum lembut.
Imoe membuka mulutnya untuk berbicara tapi urung, suaranya seolah tercekat di tenggorokan. Ia. Butuh. Minum.
"Itu," Oh keren, hanya itu kata yang keluar dari mulutnya. Senior Shitenhouji merutuki diri sendiri yang kini terlihat semakin bodoh saja.
Ini memalukan, ia tidak suka menjadi gadis seperti ini, tapi ini benar-benar uuuuugghh!
"Ada apa?"
Great. Ia ingin menghilang saja dari sini.
Oke. Tenang Imoe, tenang.... batin gadis lima belas tahun ini. Katakan saja apa yang ada dalam hatimu, setelah itu selesai.
Mau Shiraishi menolak atau menerima itu urusan belakangan, yang jelas bicara saja dulu! Oke! Daripada menjadi duri dalam daging, kau pasti akan semakin menderita. Hadeh, perasaannya untuk Shiraishi kini malah terdengar seperti NOTP.
Ayo semangat, Imooee!!! Kembali ia membulatkan tekad.
"Sebenarnya aku─"
"SHIRAISHI!!!"
"He?"
Dan entah beruntung atau malah sial, sebelum ia menyelesaikan ucapannya, sebuah suara yang sangat-sangat-sangat familier terdengar memecah kesunyian.
Suara itu.
Keduanya menoleh dan mendapati beberapa anak Shitenhouji berlari ke arah mereka dengan dipimpin oleh Koharu... terlihat anak-anak Seigaku─minus para Reguler dan Mari─mengikuti mereka di belakang.
Keren.
.
"Seigaku?"
"Kami tidak ingin mengecewakan Kaidou-senpai dan Momoshiro-senpai, makanya kami harus berlatih dengan lebih keras."
Imoe yang kini menjauh beberapa meter dari rombongan dua klub tenis tersenyum hangat mendengar ucapan salah satu siswa Seigaku yang setahunya merupakan kouhai Mari.
Ia jadi ingat curhatan Mari yang begitu membanggakan sekolahnya, sekarang ia mengerti kenapa gadis itu sangat berapi-api jika sudah menyangkut Seigaku.
Mereka sangat bertekad bahu membahu membangun Seigaku. Luar biasa.
Ah, biarkan saja mereka berlatih dulu, masalah mengatakan hal yang dipendam lama untuk Shiraishi bisa lain waktu saja.
"Shiraishi..." Panggilan pelan darinya membuat sang kapten yang awalnya fokus ke anggota klub tenis Seigaku kini menoleh, "Aku pulang dulu, sudah senja," katanya. Shiraishi hanya mengangguk sekilas seraya berjalan menuju tempat ia meletakkan tasnya dan membereskan peralatan tenisnya.
'Kenapa dia malah beres-beres, bukannya mereka mau berlatih.' Batin Imoe keheranan.
"Kenjiro-kun, kuserahkan semuanya padamu," setelah mengatakan itu, Shiraishi berlari menghampirinya. Apa yang terjadi?
"Shiraishi, kau tidak latihan dengan mereka?"
Shiraishi menggeleng dan tersenyum penuh arti. Senyum yang sedikit banyak memberikan efek padanya.
"Bukankah ada hal yang ingin kau katakan?"
SUDAH KUDUGA!
.
"Jadi?"
"Jadi?" Di tengah debaran jantung yang menggila, Imoe masih sempat-sempatnya bermain-main dengan meniru ucapan Shiraishi. Gadis ini cari masalah, serius deh.
"Kenapa malah mengikutiku?"
Sang gadis hanya bisa nyengir kaku, "tidak apa-apa," jawabnya. Berbohong.
"Sudah berapa lama kita saling mengenal?"
Pertanyaan Shiraishi yang sangat tak terduga membuat Imoe tersentak, ia berhenti melangkah dan memperhatikan punggung Shiraishi yang berapa beberapa langkah di depannya.
"Lho, kenapa berhenti?"
"Kenapa Shiraishi bertanya seperti itu?" ia balas bertanya, masih mencoba mencari tahu ke mana arah tujuan pembicaraan mereka.
"Aku hanya ingin bilang, jika ingin berbohong seharusnya bukan kepadaku."
Imoe sukses mematung di tempat.
"Aku tahu ada yang kau sembunyikan, katakan saja."
KENAPA DIA BISA BICARA SEKALEM ITU, SIH!
Oke, tak ada jalan lain. Ayo katakan saja. Mumpung hanya ada mereka berdua. Sebelum diganggu lagi dan entah kapan lagi mereka akan punya waktu ngobrol.
"Shiraishi... sebenarnya..."
"Kau menyukaiku?"
JEDEEERR!!!!!
Imoe merasa seperti tersambar petir di siang yang cerah. Mendengar apa yang diucapkan Shiraishi tak hanya membuat jantungnya hampir berhenti berfungsi, melainkan telinganya ikut-ikutan tak berfungsi.
Dan ia meragukan apa yang didengar barusan. THT di sebelah mana, ya?
"Hah?" Ia memekik tertahan, wajahnya sudah tak ada bedanya dengan tomat sekarang.
Shiraishi terkekeh pelan dan itu hanya menambah asap di kepala berhelai hitam milik Imoe, "Kenapa? Tebakanku salah?" Kapten Shitenhouji menyeringai jahil.
"A-aku... apa sih!" teriaknya, sebisa mungkin ia menyembunyikan wajah blushingnya dari Shiraishi yang pasti masih menyeringai.
"Tenang saja, aku juga menyukaimu."
.... Imoe seratus persen yakin bahwa yang bermasalah sedari tadi itu jantungnya, bukan telinganya. Lalu, kenapa sekarang ia jadi meragukan pendengarannya? Ia benar-benar butuh dokter.
Dokter yang benar, bukan dokter yang selalu dibangga-banggakan oleh Mari.
"Dasar si Tukang kebun ini," Imoe menggumam lirih, banyak hal berputar di otaknya dan ketika ia tak tahu mana yang ingin diucapkan, dirinya malah menggumamkan hal-hal yang di luar nalar.
"......Tukang Kebun?" Shiraishi mengerjapkan mata. Sepertinya dia syok mendengar perkataannya.
Dan... Ternyata dia dengar.
"Iya, dasar Shiraishi si Tukang kebun..." BAGUS SEKALI, IMOE!!! Lanjutkan!
"Hah? Kenapa tukang kebun?"
"Karena kau telah menanam cinta di hatiku, eeaaa."
"So sweeet."‿
Mereka pun berpelukan di bawah sinar senja yang memerah.
Imoe: MAR, YANG BENER DONG KALO BUAT CERITA,WOI!
Mari: M-maaf!!! *bungkuk-bungkuk* ayo lanjutkaaan!
HAH HAH HAH, abaikan yang tadi. #PLAK
"Hah? Tukang kebun?" Shiraishi tak mengerti. Kenapa Imoe menyebut dirinya Tukang Kebun?
Sementara Imoe hampir menampar diri sendiri.
Dan lagi... Kenapa yang dikatakannya barusan sama persis dengan apa yang ia katakan pada Mari lewat chat-chat mereka. Bahwa dirinya ingin menjadikan Shiraishi sebagai Tukang Kebun-nya?
"Ituuu─"
"Hahahaha... kau lucu sekali. Baiklah, kalau begitu aku mau menjadi tukang kebunmu," dan Shiraishi kembali menyeringai, sepertinya ia tahu maksud kalimat yang diucapkan Imoe.
"...Hah? A-aku kan cuma bercanda."
"Iya... aku tahu, kok~" ucap Shiraishi enteng sembari menggandeng tangan Imoe yang masih belum mengerti apa yang sebenarnya sudah terjadi.
MARI, JELASKAN PADAKU APA MAKSUDNYA SHIRAISHI MENGATAKAN BAHWA IA TAHU!!!
Dan begitulah, hubungan mereka memang maju dari hanya sekedar teman menjadi Tukang Kebun dan Majikannya. Nista? Sangat!
Dan.... MANA MUNGKIN IA MENCERITAKANNYA PADA MARI???????
(⌒▽⌒)(⌒▽⌒)
Imoe mengacak rambutnya ketika ia malah mengingat kejadian kemarin. Oke, lupakan saja lah. Anggap saja yang kemarin hanya mimpi.
Tapi mimpi apa seperti itu????
"Imoooee! Es krimmu meleleh."
Eh? Imoe membulatkan matanya dan dirinya baru menyadari bahwa kini mereka berada di sebuah cafe es krim. Berita bagusnya, es krimnya meleleh karena dirinya malah mengingat hal memalukan.
"Kau tidak enak badan?" Mari bertanya dengan nada khawatir yang sangat kentara, membuatnya merasa bersalah sudah membuat khawatir seperti itu, "Maafkan Mari... ayo deh kita pulang," ajak gadis itu lagi.
Sebenarnya bukan salahmu juga, Mar... Imoe membatin lelah. Tapi sebagian memang salahmu, ya sudahlah. APAH!!!
"Makan es krimmu. Jangan lupa bayar," Senior Shitenhouji berucap lesu.
"Eeeehhhh??? Mari yang bayar????" Mari memekik syok.
"Bukankah kau dapat banyak uang saku dari Om Nanas?" Lanjutnya semakin lesu.
"Imoe.."
"Ah, aku pusing," kini giliran Imoe yang merajuk, ia menempelkan kepalanya ke meja cafe, "Aku ingin segera istirahat sebelum pusingnya semakin menjadi."
"E-EEEHH... IYA, IYA, MARI AKAN MEMBAYARNYAAAA! JANGAN PINGSAN DULU, IMOE!!!"
End of Flashback.
"Dan Mari baru sadar bahwa Imoe tidak menceritakan apapun, Kaoru-chaaaaaaan!"
Desisan kembali meluncur dari mulut Kaidou. Pemilik tekhnik snake ini menghembuskan napas panjang mendengar cerita Mari.
Sebenarnya kalau dilihat dari semua yang diceritakan oleh Mari, yang salah itu memang Mari, meski tidak seluruhnya salah juga, sih.
Kaidou jadi bingung.
"Kalian sahabat 'kan?" Kata Kaidou, Mari mengangguk dengan raut wajah lesu, "Ya sudah, suatu saat Imoe-san pasti akan menceritakannya. Mungkin ada sesuatu yang membuat Imoe-san belum bisa bercerita," ujarnya diakhiri desisan khas.
Mari membulatkan matanya. Kaidou kembali menghela napas.
1 detik.
1 menit.
"Kaoru-chan ternyata bijaksana sekali, yaaaaa... kau benar, cepat atau lambat Imoe pasti akan menceritakannya pada Mariii... kita kan sahabat... hahaha."
Ya, ya, terserah, sekarang bolehkah ia tidur? Batin Kaidou.
"Terima kasih, Kaoru-chaaan... Mari tidak akan badmood lagi deh... Mari sayaaaaaaaang sekali padamu~"
"Hhhhh, iya iya, aku juga sayang padamu," heran deh, gampang sekali mood Mari berubah, tapi baguslah dia sudah tidak cemberut lagi, "Oke, sekarang berhenti bicara. Aku mau tidur."
"Siap, Bos!"
The End
....
INI SEBENARNYA CERITA MACAM APA, YA, HAH HAH HAH *nggelundung*
Wahai, Imoe... hutangku lunas meski dengan hasil yang seperti ini wwwww semoga suka dan jangan kutuk Mari lol
Ditunggu konkritnyaaa (cielah udah lama gak pake kata ini wkwkwk)
Sign,
Istri Sah Trafalgar Law /KABUR AH
bonus /yha |
No comments:
Post a Comment