"Mau cokelat?"
Mari yang tengah membaca buku dengan tenang di kursi belajarnya menoleh singkat, memperhatikan kakaknya yang tersenyum menyebalkan di sampingnya. Tangan kirinya masih membawa raket yang dia sandarkan di pundak sedangkan tangan kanannya membawa sebuah jeruk.
"Abang lain kali kalau masuk kamarku ketuk pintu dulu!" bentaknya pada Ryoga yang selalu seenaknya masuk kamar tanpa mengetuk pintu.
'Krauk'
Tanpa sedikitpun peduli akan protes yang dikeluarkan sang adik, Ryoga hanya mengangkat bahu dan menggigit jeruk kesukaannya.
Mari meringis mendengar suara gigitan jeruk kakaknya, sejak kecil ia melihat Ryoga makan jeruk tapi tetap saja dirinya tidak terbiasa. Bagaimana bisa makan jeruk seperti makan apel? Apa kulitnya tidak pahit?
Mari menghembuskan napas karena merasa protesnya hanya akan menjadi sia-sia belaka jika sudah berurusan dengan Echizen Ryoga, "Memangnya Abang punya cokelat?" dengan malas ia akhirnya bertanya.
Ryoga menggeleng, "Kita beli dong," jawabnya pede.
Mari ingin sekali melempar kakaknya ke rumah Ryoma, "Yeeee Mari kira Abang mau memberi Mari cokelat karena sebentar lagi valentine. Hih dasar pelit!" gadis berhelai hitam panjang ini menjulurkan lidah ke arah sang kakak, "Keluar dari kamarkuuuuuu!" Mari berdiri dari kursi dan mendorong tubuh kakaknya untuk keluar dari kamarnya.
"Ei, Mari. Tunggu-"
Brak!
Prince of Tennis @ Takeshi Konomi
One Piece @ Eiichiro Oda
Mari's Valentine @ Mari-chan
Character(s):
1.
Nama: Fujisaki Mari, 17 Tahun, kelas 2 SMA. Berisik, makannya banyak, tukang ngerepotin orang lain. Cinta mati pada Trafalgar Law sampai terkadang tidak masuk akal. Korban kejahilan Ryoga.
2.
Nama: Echizen Ryoga. Kakak kedua Mari, biasa dipanggil Abang oleh orang-orang di sekitarnya. 19 tahun. Hobi main tenis dan makan jeruk. Aneh. Jahil. Bodoh.
3.
Nama: Kaidou Kaoru. 17 Tahun. Teman sejak kecil sekaligus sahabat dekat Mari. Dan sekarang menjadi teman sekelasnya. Kalem, tenang, perfeksionis, kalau marah seram. Ketika bermain tenis dia selalu memakai bandana, katanya sih biar cool. sering berkelahi dengan Momoshiro sejak SMP. Momoshiro sering memanggilnya 'Mamushi' entah untuk meledeknya atau bagaimana tidak ada yang tahu.
4.
Nama: Momoshiro Takeshi. 17 tahun. Teman sekelas Mari sejak SMP. Iya, sampai SMA
mereka tetap satu kelas. aneh. Anaknya ceria dan selalu menebarkan aura positif. Rambutnya jabrik tapi lucu. Hobi main tenis dan makan. Soulmate Mari dalam hal makan banyak.
5.
Nama: Marco. Usia tidak diketahui tapi anggap saja usianya 40 tahun, haha (ngarang) Om sekaligus ayah bagi Mari dan kedua kakaknya. Berpenampilan nyentrik. Baik, bahkan terlalu baik. Jenius. Rapi. Punya banyak penggemar tetapi sampai berusia 40-an belum ada tanda-tanda dia akan menikah. Karena baginya, 3 keponakannya jauh lebih penting dari hidupnya. waduh.
6.
Nama: Sabo. 21 tahun, kakak pertama Mari. Jenius seperti Marco. Paling sigap menabok Ryoga atau melakukan apapun pada Ryoga ketika dia membuat Mari menangis. Protektif. Law bahkan menyebutnya sebagai 'Sister Complex no 1' Hobinya adalah belajar (iya aneh)
Here We Go!
"Yo, Momoshiro! Kaoru!"
Momoshiro sukses tersedak burger mendengar suara yang sangat familiar memasuki gendang telinganya, "Ohok tenggorokanku terbakar, Mamushi tolong!"
'Mamushi' yang duduk di depannya hanya mendecih, meskipun begitu pemuda yang selalu terlihat kalem itu menyodorkan soda ke arah Momoshiro yang masih memegangi lehernya.
"Wahahaha maaf, maaf, aku tidak bermaksud mengagetkanmu, hahaha," Ryoga tanpa rasa bersalah menepuk pundak tegap Momoshiro.
Setelah melihat salah satu sahabat adiknya itu kembali bisa bernapas dengan lega, ia pun ikut serta duduk dengan santai di kursi yang ada di sebelah Kaidou Kaoru.
"Abang Ryoga sedang apa di sini?" Kaidou bertanya sopan, kepala bersurai gelapnya melirik ke kanan kiri berharap menemukan sosok adik Ryoga tapi tidak ada. Mari tidak ada. Oh iya, Mari kan tadi dijemput Dokter Law.
"Kalau kau mencari Mari, dia sedang kencan dengan si dokter menyebalkan itu! Dan meninggalkan aku! Huhuhu," Ryoga mulai berisik, ia mencomot kentang goreng milik Momoshiro dan memakannya, lagi-lagi dengan santai.
"Itu kentangku-" protes Momoshiro terhenti ketika Ryoga lagi-lagi merengek, "Tadi kalian bersamanya di sekolah 'kan, kenapa kalian mengizinkan adikku pergi dengan si dokter seram itu, hei!"
Kaidou mendesis "Fshuuuuuu," ada apa dengan kakak beradik ini. Tidak Mari, tidak Ryoga, sama-sama menyebalkan kalau sedang merengek.
"Ya, mau bagaimana lagi, Mari itu cinta mati dengan Dokter Law, lagipula Mari bilang Dokter Law mau pergi jadi mungkin mereka mau jalan-jalan sebelum Pak Dokter berangkat," Momo menyahut. Dan seketika nyalinya menciut mendapati tatapan tajam dari Ryoga.
"M-maaf!" Ia mengalihkan pandangan. Uhuhu Abang Ryoga kalau marah seram. Ia tebak Mari tidak pernah melihat ekspresi wajah Abang Ryoga yang seperti itu. Dasar beruntung.
"Oh iya, Momoshiro, Kaoru, besok tanggal 14 Februari 'kan? Kalian ada rencana membuat cokelat untuk orang tersayang tidak?"
Wajah Kaidou dan Momoshiro spontan memerah seperti kepiting rebus.
Si jabrik Momoshiro meminum sodanya dengan cepat sedangkan Kaidou mencomot kentang dan mengalihkan pandangan.
Ryoga menatap kedua sahabat adiknya dengan tatapan heran, kedua bocah ini kenapa?
Tapi sedetik kemudian, sebuah senyuman jahil terpampang di wajah pemuda tampan ini ketika ia melihat gelagat keduanya, "Ahahahaha kalian mau membuat cokelat untuk orang yang spesial kan? Yahoooo kalau begitu bagus, aku ikut! Karena si dokter menyebalkan itu akan pergi, besok Mari pasti sedih. Aku akan membuat cokelat untuknya. Kalian harus membantuku!"
Momoshiro mendelik.
Kaidou hampir terkena serangan jantung.
"Ahahahaha, dasar anak muda!" Ryoga tertawa, sedetik kemudian ekspresinya kembali serius dan menyeramkan, "Tunggu dulu, kalian tidak membuat cokelat untuk adikku kan?"
"TENTU SAJA TIDAK!" Kaidou dan Momoshiro menjawab kompak, Ryoga kembali tertawa.
...
"Abang mana, Om?" Mari yang baru memasuki ruang makan bertanya dengan nada heran, pasalnya di meja hanya ada Marco dan Sabo, sedangkan satu kakaknya lagi tak terlihat batang hidungnya.
"Dia pergi sejak pagi buta," jawab Sabo, "Mari sarapan dulu sebelum berangkat sekolah, ya," ajaknya ramah seperti biasa. Pemuda dua puluh satu tahun mengambilkan nasi dan lauk untuk sang adik.
Gadis tujuh belas tahun ini mengangguk pelan, ia berjalan menuju kursinya yang berada di samping Marco dan di depan Sabo. Ia menatap kursi di sebelahnya yang biasa diduduki oleh Ryoga "Abang ke mana sih?" gerutunya.
Sementara itu di tempat lain.
"Abang Ryoga! Itu gosong!"
"Aaaarrrggggghhh!"
Gubrak!
"Ugh," Kaidou Hazue, pemuda kelas dua SMP menghela napas berat menyaksikan tiga pemuda yang kini berlumuran cokelat tengah memporak-porandakan dapurnya.
Di sebelahnya, sang ibu hanya tersenyum.
"Kakak, kenapa kalian harus repot membuat cokelat sih? Kenapa tidak beli saja, di toko 'kan banyak, aku melihat banyak toko yang menjual pernak pernik khas valentine kemarin," Hazue berkomentar.
Ryoga mengusap pipinya yang terdapat lumayan banyak cokelat, "Ouh, Haaazueee..." ia meraih pundak adik Kaidou, Hazue sendiri berusaha menghindar tapi terlambat, gerakan Ryoga jelas lebih cepat darinya, "Cokelat yang dijual itu tidak spesial. Yang spesial itu cokelat buatan sendiri," ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata. Hazue langsung merinding.
"Tapi cokelat kalian terlihat tidak enak, dan tidak spesial," bocah empat belas tahun ini masih terus berbicara.
Ryoga hanya tertawa dan kembali melanjutkan acaranya membuat cokelat (lebih tepatnya berusaha menghancurkan dapur keluarga Kaidou).
"Fshuuuu, yang akan memakan cokelatnya juga yang membuatnya, biarkan saja," Kaidou Kaoru berujar pelan, tangannya masih sibuk mengaduk adonan cokelat. Rambutnya terlihat kotor terkena adonan cokelat putih.
Cokelat mereka yang pertama gosong karena Ryoga sibuk mengunyah jeruk dan lupa mengoleskan margarin ke panci sehingga cokelat yang dituang menempel ke panci seluruhnya.
Ini yang bodoh siapa sih?
"Oy Mamushi, kalau cokelatmu tidak enak, aku tidak mau menerimanya!" teriak Momoshiro, rambut jabriknya terlihat berantakan. Ada krim vanila yang menempel di pipinya.
"Sudah, sudah, sini bibi bantu membuat cokelat," tawar ibu Kaidou yang seketika membuat tiga pemuda yang tadinya tidak memiliki harapan sama sekali dengan cokelat buatan mereka kini terlihat sumringah.
"Terima kasih, Ibu!" Momoshiro berlari menghampiri ibu Kaidou dan memeluknya. Tanpa sadar ia memanggil ibu Kaidou dengan panggilan 'Ibu' yang membuat Ryoga tertawa terbahak-bahak.
...
Perjalanan menuju ke sekolah terasa sepi bagi Mari, biasanya dia ditemani dua sahabatnya Momoshiro Takeshi dan Kaidou Kaoru tapi kali ini dia berangkat sekolah sendirian.
Tak ada sosok Momoshiro ataupun Kaidou.
Ketika ia ke rumah Kaidou pun hanya ada Hazue yang menyambut dan Hazue mengatakan kakaknya sudah berangkat sekolah dengan Momoshiro.
"Apa sih? Mereka berdua janjian berangkat bareng ya? Tanpa aku? Dasar jahat," sepanjang perjalanan Mari hanya menggerutu. Persis emak-emak.
'Tring'
Langkah Mari terhenti karena suara ponselnya, ia merogoh tas sekolah dan mengambil benda canggih berbentuk persegi panjang yang barusan berbunyi itu, sebuah pesan masuk.
Dari sang kakak.
Ia mengangkat alis membaca tiga bubble chat dari kakaknya, ternyata dia main tenis pantas saja tidak ikut sarapan dengannya.
Setelah membalas pesan Ryoga dengan beberapa kalimat singkat, Mari memasukkan lagi ponsel berwarna ungu miliknya ke dalam tas sekolah dan kembali melanjutkan perjalanan dengan lebih tenang.
Setidaknya dia sudah tahu kakaknya baik-baik saja, tinggal dua sahabatnya yang belum jelas.
....
"Kalian ke mana saja? Kencan, ya?" Mari bertanya dengan nada menyelidik kepada kedua sahabatnya yang baru terlihat setelah bel sekolah berbunyi. Kedua tangannya ia taruh di pinggang, lagaknya seperti seorang ibu yang memergoki kedua anaknya pulang larut malan.
Dua pemuda itu jelas tak gentar menghadapi omelan gadis bertubuh kecil itu, mereka balas mendelik tajam ke arah Mari karena tuduhannya tidak masuk akal sama sekali.
"Siapa yang kencan, kami ini direpotkan oleh Ab-" buru-buru Kaidou menyumpal mulut ember Momoshiro sebelum si jabrik membeberkan semuanya. Bisa kena smash Ryoga kalau sampai Mari tahu.
"Apa? Kalian jangan mesra-mesraan di depanku!" Mari protes dan segera memisahkan Momoshiro dari Kaidou dengan menarik tangan Kaidou yang masih menyumpal mulut Momo, "Ish, Traffy 'kan sedang tidak di sini. Uuuuuhh kalian malah pamer kemesraan," ujar Mari ngaco, "Kaoru-chan jahaaaaat," ia memukul pundak sahabatnya yang hanya dibalas helaan napas Kaidou.
"Yang bermesraan itu siapa, otakmu eror apa bagaimana? Jelas-jelas kita sama-sama lelaki, fshuuuuu," Kaidou menggeram menahan marah. Sudah ratusan kali ia dibuat emosi oleh sahabatnya ini, tapi entah kenapa dirinya tidak bisa marah pada Mari. Mari memakai pelet jenis apa sih?
"Pokoknya hari ini kalian harus menemaniku jalan-jalan. Masa di hari yang kata orang hari kasih sayang ini, Mari malah ditinggal pergi sama mas pacar ke luar negeri sih, 'kan sedih, huhu," kini Mari merengek.
Seperti kata Kaidou kemarin, Mari dan Ryoga ketika merengek itu menyebalkan.
Momoshiro dan Kaidou hanya bisa pasrah ditarik-tarik oleh tangan kecil Mari.
...
"Mari-chan, ini cokelat untukmu," wajah Mari yang awalnya cemberut mendadak sumringah, pasalnya salah satu teman sekelasnya memberi cokelat di hari valentine.
Ia menerima cokelat berbungkus kertas kado berwarna pink-putih yang dihiasi pita merah itu dengan muka berseri, "Terima kasiiiih, Hajimeeee," ucapnya tulus.
"Iya sama-sama," Hajime yang merupakan teman sekelas Mari tersenyum tipis, ia adalah teman akrab Mari selain Momoshiro dan Kaidou.
Hajime baik sekali mau memberinya cokelat, sementara Momo dan Kaidou pasti tidak akan memberinya, huh sama saja dengan Ryoga.
Haduh, Mari, bukankah seharusnya kamu yang memberi mereka cokelat? Bagaimana sih anak ini.
"Semoga Mari suka, ya," pemuda itu berkata sopan dan beranjak dari hadapan gadis tujuh belas tahun.
"Yah lolos satu," di belakangnya, Momoshiro berujar datar, ia mengambil cokelat Mari dan menelitinya, "Yah setidaknya Hajime tidak akan macam-macam, mungkin ini cokelat persahabatan, dia 'kan suka membuat kue," Momo masih nyerocos.
Mari merebut kembali cokelatnya dari tangan Momoshiro dan menjitak kepala jabriknya, "Ish, apa sih Momo-chi... ini cokelatku. Dan karena Hajime yang memberikannya pasti cokelat ini enak," katanya seraya menjulurkan lidah ke arah Momoshiro.
''Ei, apa maksudnya lolos satu?" Mari bertanya, kembali menyelidik.
"Ahahahaha, tidak lupakan saja, ayo ke lapangan," ajak Momo, Mari masih menatapnya dengan curiga.
...
Sampai di lapangan tenis, Mari dibuat melongo karena hampir semua anak perempuan berkumpul di pinggir lapangan, "Ada apa ini?" gumamnya.
Tunggu, rasanya aku pernah mengalaminya. Mari seketika teringat kejadian beberapa bulan yang lalu ketika kakaknya menjemput secara paksa di sekolah, ia juga membuat satu sekolah heboh.
"Jangan-jangan..." Mari berlari menerobos kerumunan manusia, "Permisi, permisiiiii," ucapnya, ia mendorong tubuh teman-temannya, berusaha masuk ke dalam lautan manusia.
Beruntung badannya kecil sehingga ia bisa masuk ke dalam kumpulan gadis-gadis SMA Seishun dengan mudah.
"..."
Mari mendadak jadi patung. Sesuai dugaannya, yang membuat sekolahnya menjadi lautan manusia tak lain adalah kakaknya, Echizen Ryoga.
Kakaknya itu sedang apa di sini?
Belum lagi penampilannya yang terlalu mencolok mata. Biasanya dia hanya akan memakai kaos dan jaket hoodie serta raket tenis dan sebuah jeruk.
Tapi kali ini, pemuda sembilan belas tahun itu mengenakan kaos abu yang dilapisi jaket tebal berwarna hijau lumut serta celana jeans hitam. Bulu yang menghiasi hoodie jaket serta syal cokelat yang melilit lehernya membuat penampilannya semakin mencolok. Belum lagi rambutnya yang berwarna hijau jika terkena sinar matahari, membuatnya tambah menarik perhatian.
Di sekitarnya, gadis-gadis SMA ini berbisik, penasaran siapa pemuda itu. Bahkan ada yang mengatakan kakaknya keren dan tampan.
Andai mereka tahu, tampang kakaknya itu menipu. Dia sangat menyebalkan. Jahil. Bodoh.
Tapi lama-lama Mari risih juga mendengar bisik-bisik dari sekelilingnya. Ia menarik napas panjang dan, "Abaaaaaaang!" teriak Mari.
Echizen Ryoga yang masih santai duduk di pinggir lapangan sambil menikmati jeruknya (Iya, dia makan jeruk seperti memakan apel) segera menoleh, wajahnya yang kalem berubah cerah melihat adiknya, "Mariiiii," ia berdiri dan berlari menuju sang adik, dan tanpa basa-basi memeluk adiknya dengan gemas, Mari hanya bisa terdiam akibat ulah kakaknya.
"Hei hei, katanya mau memberi Abang makan, hahaha Abang lapaaar," Ryoga berkata lagi, kini mengacak rambut hitam adiknya.
Aroma citrus menguar dari tubuh kakaknya, dan itu terasa menenangkan.
Kakaknya memang jahil tapi Mari selalu suka dekat dengan Ryoga. Karena Ryoga selalu menggambarkan citrus yang menyegarkan.
Ziiiiiiinngg
Mari merasakan hampir semua pasang mata menatapnya, dan sumpah ia risih. Buru-buru ia melepaskan pelukan kakaknya, "Abang! Tidak bosan, ya, mengacau sekolahku," bentaknya galak.
"Lho, tadi 'kan Mari yang minta Abang ke sekolah," Ryoga ngeles, ia membuka ponsel dan memperlihatkan chatnya tadi pagi dengan Mari.
Mari pun sukses terdiam. Iya, ya, tadi pagi Mari menyuruhnya ke sekolah jika lapar.
Bodohnya.
"Tunggu di sini, Mari ambil bekal dulu," Mari pun mengalah, memang susah melawan kakaknya satu ini.
"Okeeeee, Abang tunggu ya, Adeeeek."
Kenapa kakaknya satu itu selalu membuat masalah sih? Mari mulai ngomel.
...
Setelah membuat sekolahnya rusuh selama jam istirahat, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi dan kini Mari dalam perjalanan pulang bersama sang kakak. Tumben sekali dia menjemput Mari. Ada apa?
"Abang tadi pagi main tenisnya menang atau kalah?" tanya Mari di sepanjang jalan menuju rumah mereka.
Ryoga tertawa, "Jelas menang lah, Abang 'kan jago~" jawab sang kakak, Mari memutar bola matanya karena bosan mendengar kesombongan kakaknya. Tapi diakui atau tidak kakaknya memang hebat dalam tenis. Ugh, kesal.
"Aku dengar si dokter menyebalkan ada pekerjaan di luar negeri, ya?" Ryoga bertanya, Mari hanya menggumam, "Kapan dia pulang?" tanyanya lagi.
"Dua minggu lagi," jawab Mari. Perasaan sedih memenuhi hatinya, ugh baru ditinggal sehari rasanya sudah rindu, "Aaaaaa Abang ih, 'kan Mari jadi kangen Traffy, hueeee," Mari merengek. Ia memukul kakaknya karena kesal.
Ya tidak hanya karena kesal, karena Mari memang mau memukul kakaknya saja sih.
"Eits, eits, hentikan. Aduh, sakit," Ryoga berusaha menghindari, "Hei, dengarkan. Justru karena Abang tahu si Dokter tidak di sini, Abang menjemputmu dan mau mengajakmu jalan-jalan..." katanya, "Hehehe, mau tidak kencan dengan Abang?" tawarnya pede.
Mari berusaha memproses ucapan kakaknya, sebentar.
Sebentar.
Traffy pergi ke Amerika karena urusan kerjaan.
Dan ini hari valentine.
Mari sendirian.
Abang Ryoga mengajak Mari jalan-jalan.
Itu artinya, Abang Ryoga berusaha menghibur Mari.
....
Abang Ryoga berusaha menghibur Mari.
Ryoga menjentikkan jarinya ke depan wajah Mari, "Kok malah melamun, mau tidak?" tanyanya lagi ketika menemukan adiknya malah terdiam.
"Hehehe, hehehe," Mari nyengir lebar, kakaknya meskipun jahil dan menyebalkan, ternyata dia memikirkan Mari juga.
"Kenapa-"
"Aaaaaa Abaaaaaaaang," dalam waktu sepersekian detik, Mari menubruk kakaknya dan memotong ucapannya. Beruntung Ryoga memiliki kestabilan yang sempurna sehingga ia bisa menjaga keseimbangan dan tidak jatuh, "Mari sayaaaaaaaang sekali padamuuuu," pekik gadis tujuh belas tahun ini, ia memeluk erat kakak keduanya yang dibalas tawa dari sang kakak, "Mari seperti anak kecil, haha," ucap Ryoga di antara tawanya.
...
Ryoga benar-benar mengajak Mari jalan-jalan, makan, dan membelikannya es krim, "Abang hari ini baik sekali, ehehehe," Mari mencubit pipi kakaknya.
Mereka berdua kini tengah istirahat di taman dan duduk di bawah pohon. Mari menyenderkan kepala ke pundak Ryoga. Angin sepoi terasa lembut menerpa wajahnya. Dan membuatnya mengantuk.
"Abang sadar tidak, semua orang melihat kita," ia tertawa.
Ya, biasanya Ryoga selalu menjahilinya bahkan kadang sampai Mari menangis. Tapi hari ini dia super duper baik.
Ryoga hanya tersenyum dan mengacak rambut Mari, ia mengeluarkan sebuah kotak berwarna cokelat dari kantong jaket dan memberikannya ke sang adik, "Ini untukmu, aku yang membuatnya," ucapnya.
Mari terbelalak, ia menjauhkan kepala dari pundak kakaknya dan menatap sesuatu di tangan kakaknya.
Hah? Cokelat?
Ryoga memberikan cokelat.
Cokelat.
COKELAT!!!!
Hah yang benar?
Mari mengucek matanya, "Abang?"
"Hahahaha, Abang ingat semua cerita Mari, ketika valentine tidak pernah diberi cokelat. Dan saat itu Abang juga di Amerika jadi tidak bisa memberikan Mari cokelat juga. Nah, mumpung Abang di sini, jadi Abang mau memberi Mari cokelat. Hehehehe, makin sayang tidak sama Abang Ryoga?" Ryoga berucap pede dan itu terdengar menyebalkan!
Sangat menyebalkan.
Tapi mendengar ucapan kakaknya yang memikirkan Mari selama di Amerika, ia jadi luluh.
Belum lagi ketika melihat cokelat buatan Ryoga yang terlihat enak, Mari pun tertawa dan menerima cokelat pemberian sang kakak dengan semangat, "Abang yang terbaik!" ia memeluk kakaknya singkat.
Mari dengan dibantu Ryoga membuka kertas kado yang membungkus cokelat dengan semangat, "Uwaaaaaah terlihat enaaaak," ucap Mari, manik hitamnya berbinar cerah.
"Sini, Abang suapi," Ryoga mengambil satu potong cokelat dan mengarahkannya ke Mari, "Ayo aaaaaa," tuturnya.
"Bang, cokelatnya enak, Abang membuatnya sendiri?" tanya Mari di tengah kegiatannya mengunyah cokelat. Sesekali ia balik menyuapi kakaknya.
Sumpah, cokelatnya enak.
Sejak kapan kakaknya bisa membuat cokelat?
Kakaknya hanya tahu tenang tenis dan jeruk.
Bukankah ini aneh? Apa jangan-jangan kakaknya punya bakat di bidang pastry? Seperti Paman Thatch?
"Hehehe, kakakmu ini 'kan jenius. Membuat cokelat saja itu mudah," sifat sombongnya kembali.
Dan Mari tidak percaya sama sekali.
Mencurigakan.
Jenius dalam bidang tenis sih iya, tapi kalau membuat cokelat? Mana mungkin!
Memasak di dapur saja harus ditemani oleh Sabo kok.
"Jelas saja enak, Ibu yang membuatnya. Abang Ryoga hanya menghias cokelat dengan krim berwarna jingga," suara datar itu menghentikan kesombongan Ryoga.
Mari yang awalnya duduk menyender di pundak kakaknya seketika terhenyak, itu suara Kaidou Kaoru, "Kaoru-chan!" pekiknya kaget menemukan sahabatnya sudah berdiri di samping mereka bersantai, di sebelahnya ada Momoshiro yang hanya nyengir.
"Abang? Itu semua benar? Bibi yang membuat cokelatnya?" Mari bertanya, kini ia sudah berdiri di tengah Kaidou dan Momoshiro.
Ryoga tertawa, ia ikut bangkit dari duduk santainya. Tangan kanannya menepuk celana, menghilangkan debu atau daun yang menempel sebelum berjalan pelan ke arah sang adik. Ryoga mengusap kepala Mari dengan pelan sebelum menyentil keningnya, "Jika Abang yang membuatnya-"
"Pasti rasa cokelatnya berubah jadi jeruk," ketiga remaja yang duduk di bangku kelas dua SMA berucap kompak.
Ryoga tertawa lagi.
Ia menarik lengan kanan Mari dan melihat jam tangannya, "Sudah sore, ayo pulang. Om Marco dan Kakak sudah pulang," ajak Ryoga, ia mengangkat ponselnya memperlihatkan grup keluarga yang meminta Ryoga dan Mari segera pulang, "Kalian berdua juga," ia mengisyaratkan Kaidou dan Momoshiro untuk mengikuti mereka pulang ke rumah.
"Paman Thatch juga datang dan memasak banyak makanan enak," kata Ryoga lagi. Membuat Mari dan dua sahabatnya teriak kegirangan, pasalnya Paman Mari dan Ryoga yang bernama Edward Thatch itu chef kelas dunia dan masakannya selalu menakjubkan.
"Yay! Ayo lomba lari siapa yang sampai rumah terlebih dahulu," teriak Momo yang langsung disambut gerutuan Mari.
"Mari mau Abang gendong?"
"TIDAK MAU!"
"Mari-chan lucu, Abang jadi ingin menjahili hahahaha."
Menyebalkan.
...
Sesampainya di rumah, Paman Thatch menyambut mereka berempat dengan senyum lebar andalannya, ia memberikan sebuah kotak kecil berbungkus kertas kado berwarna biru-putih untuk Mari, jingga-putih untuk Ryoga, hijau-putih untuk Kaidou serta ungu-putih untuk Momoshiro, "Selamat hari valentine untuk keponakan-keponakanku tersayang," katanya ceria.
Kaidou dan Momoshiro bertatapan sejenak, mereka menatap pemberian Thatch dengan perasaan bingung, mereka tahu Paman Thatch pintar memasak, tapi mereka tetap kaget Paman Thatch sampai membuat cokelat untuk mereka.
"Terima kasih, Paman Thatch," ucap keduanya sembari membungkukkan badan.
"Ayo masuk," ajak pria paruh baya tersebut, ia merangkul pundak Mari, mengajaknya masuk ke rumah, "Mari-chan, kamu makan cokelat?" Tanyanya, sepertinya Paman Thatch dapat mencium aroma cokelat darinya, Mari hanya nyengir.
"Oh syukurlah kalian pulang. Mari-chan, ada cokelat untukmu di sebelah meja makan, Kakak juga membawa banyak cokelat, yoi."
Mendengar ucapan Marco, Mari melepaskan diri dari Thatch dan berlari menuju ke ruang makan dan menyerbu meja yang disebut oleh pria berambut pirang itu, "Asyiiiik, cokelat dari fans Om Marco dan Kak Sabo, hehe," teriaknya semangat.
Kaidou dan Momoshiro mengikutinya dari belakang.
"Om?" Ryoga menatap Omnya, "Jadi setiap tahun Mari mendapat cokelat dari Om dan Kakak?" Ryoga hanya bisa sweatdrop ketika Omnya mengangguk dan tertawa.
"Yaaaah, sia-sia aku merepotkan Bibi," ia mulai lesu.
Marco menepuk pundak tegap Ryoga, "Tidak sia-sia, yoi. Abang Ryoga melakukannya demi Mari 'kan? Dan Mari senang 'kan? Itu artinya usaha Abang berhasil. Selamat, yoi," ujar Marco yang membuat perasaan Ryoga kembali membaik.
"Abaaaaang, lihat ini! Cokelat milik Kakak, kita makan yuk!" Ryoga tersenyum mendengar suara Mari dari ruang makan, dan diikuti suara Sabo yang menyuruhnya untuk tenang. Suara Kaidou dan Momoshiro juga terdengar dari sana.
"Terima kasih, Om Marco," kata Ryoga.
Marco hanya mengangguk, "Ayo, sebelum makanannya dihabiskan Momoshiro dan Mari, hahaha."
THE END
Akhirnya selesaaaaaaaaai... aduh ceritanya random banget wkwkwkwk
Ini terinspirasi dari pict Abang Ryoga yang menyuapi cokelat itu. BHAHAHAHAHA NANGIS.
Terima kasih sudah membaca cerita buatan Mariiiiiii~
Have a nice and long holiday and see you on the next story~
27 Februari 2022
Sign,
Istri Sah Trafalgar Law
*Tambahan*
"Traffy, hari ini Abang mengajakku jalan-jalan. Abang juga memberiku cokelat. Paman Thatch juga datang dan memberiku cokelat. Om Marco dan Kak Sabo mendapat banyak cokelat seperti tahun-tahun sebelumnya, hahaha."
Trafalgar Law tersenyum tipis mendengar celotehan Mari. Baru sehari ia di Amerika dan dirinya sudah merindukan sosok Mari. Ugh sial.
"Syukurlah kalau hari ini Mari senang, aku tidak bisa melakukannya. Maaf, ya," ucapnya pelan, perasaan bersalah memenuhi hatinya karena tidak bisa bersama Mari di hari yang kata orang spesial ini.
Di seberang telefon, Mari tertawa dan itu membuat Law semakin merindukan gadisnya itu.
Aduh kapan kerjaannya selesai, ia ingin segera pulang ke Jepang.
"Traffy tidak perlu minta maaf, semangat kerjanya yaaa, Pak Dokterku," ujar gadis tujuh belas tahun itu.
Law tersenyum, perasaannya menjadi jauh lebih baik. Ah Law sayang sekali pada gadis itu.
"Istirahat sana, di Jepang sudah malam 'kan, aku masih harus kerja," kata Law karena sesekali ia mendengar Mari menguap.
"Traffy hati-hati ya, jangan terlalu memaksakan diri. Mari istirahat dulu, jaaaa. Love you, Traffy," setelah mengatakan itu Mari langsung menutup telefonnya.
Padahal Law belum membalas ucapannya.
"Gadis aneh," gumamnya.
Entah karena dia tidak mau mendengar jawaban Law atau karena terlalu mengantuk? Senyum tipis terukir di bibir dokter bedah ini, "Love you too, gadis bodoh," ucapnya, sedetik kemudian ia menepuk pipinya yang perlahan memerah, "Ugh, memalukan," Beruntung tidak ada yang melihatnya seperti ini.
Terkadang ia iri pada Mari, gadis itu bisa mengungkapkan apa yang dirasakan dengan begitu mudah. Tidak sepertinya yang sangat sulit mengungkapkan isi hati.
Karena itu ia sayang pada Mari, gadis itu mengajarkan banyak hal padanya yang tidak bisa ia dapatkan dari orang lain, Ugh semakin memikirkan Mari malah semakin membuatnya ingin pulang ke Jepang, "Ayo kerja, Law!" katanya, menyemangati diri sendiri.
TAMAT
(beneran wkwkwk)
No comments:
Post a Comment