(~●ω●)~ ~(●ω●)~ ~(●ω●~) Hello, Mari-chan is here ★★★ A cheerful, sweet, innocent and light idiot girl who loves Trafalgar Law more than anyone ♡♡♡ Trafalgar Law's Wife ♡ Fushichou Marco's Niece ★★ Sabo & Echizen Ryoga's Sister★ ★ Whitebeard Pirates & Heart Pirates ★★ Kaidou Kaoru and Momoshiro Takeshi's Bestfriend ★★ One Piece ── One Piece Live Attraction ★ Prince of Tennis ★ Hunter X Hunter ★ Death Note ★ MarcoAce is Life. MarcoAce is Love ♥ Sweet Combi ♥ Rival Pair ♥ Seigaku ★ Extremely biased towards Ishiwatari Mashu and Kimura Tatsunari ♥ Yoroshiku ♥ and welcome to my (weird) blog (ノ゚▽゚)ノ

Saturday 24 October 2015

Traffy


Pernah bertanya kepada seorang Fujisaki Mari apa arti Trafalgar Law di hidupnya?

Bagi Mari, Trafalgar Law adalah segalanya.

Meskipun gadis ini tak pernah mengatakan apapun pada Law dan selalu membuatnya kesal setengah mati. Tapi, di balik semua itu, Mari sangat menyayangi dokter bedah itu.

Pertemuan pertamanya dengan pemuda yang ia panggil Traffy itu telah merubah kehidupannya yang dulu hanya seorang gadis cilik yang cengeng dan penakut.

Bagi Mari, Law itu kekuatannya, Law itu penyemangat hidupnya, setiap hari mereka selalu bersama meski pun menurutnya, Law tidak pernah menganggap Mari sedikit pun.

Saat Mari memintanya untuk tersenyum pun, yang ia dapatkan hanya deathglare darinya, tapi sang gadis tetap merasa senang, setidaknya ia tahu bahwa ucapannya tidak sepenuhnya diabaikan oleh Law.


Gadis ini tahu benar sejak pertama kali mereka bertemu, pemuda yang ia panggil Traffy itu punya masalah dalam hidupnya tapi dia hebat sekali karena selalu terlihat kuat. Itulah yang Mari sukai darinya, dia sosok yang tangguh dan bisa diandalkan.

Tapi, hari-hari bahagia itu berakhir saat Law memutuskan untuk pergi dari rumah mereka. Law bahkan tidak mengucapkan salam perpisahan padanya, hati Mari kecil seolah hancur, bagaimana bisa dirinya mengalami hal ini, ia kan hanya anak kecil berusia 7 tahun.

Tapi, setelah 10 tahun tidak mendengar kabar apapun tentang Law, Mari malah bertemu lagi dengannya di Kepulauan Sabaody.

Mungkin, Mari tidak akan pernah menyadari bahwa yang menyelamatkannya adalah 'Traffy'nya, pemuda itu sudah tumbuh menjadi lelaki dewasa.

"Apa yang kau lakukan di sini, cepat pergi, Gadis Kecil," Mari yang masih menundukkan kepalanya karena ketakutan melebarkan mata hitamnya saat mendengar suara itu, ia pernah mendengarnya walaupun suara yang ini dulu terdengar lebih cempreng tapi─ 

"Room─Shambles!" 

Mata hitam milik Mari masih mengamati sosok di depannya yang masih membereskan para perompak yang tadi mengganggunya.

Lingkaran biru itu? Iya, ia tidak salah, ia pernah melihatnya saat kecil. Dia─

"Kalian bajak laut rendahan yang hanya bisa mengganggu orang lemah, tak pantas memasuki dunia baru."

Mari seakan tak mempedulikan apa yang terjadi pada para perompak itu, yang ia perhatikan hanya satu sosok. Tidak salah lagi. Pemuda yang menolongnya ini adalah─

"Traffy?"

Pemuda berkaos kuning itu berhenti melangkah saat Mari memanggilnya, tapi meski begitu, dia belum juga menghadapnya. Pemuda itu─benar-benar Traffy 'kan?

"Traffy... kah?"

Dan akhirnya Law pun menoleh ke arahnya dengan gerakan yang sangat pelan, mata hitamnya memicing dan ia menggumam "Kau?" 



One Piece © Eiichiro Oda 

Traffy © Mari-chan 


Siapa yang menyangka di tempat bernama Sabaody ini, Mari malah bertemu dengan Traffy.

Saat Mari menceritakan apa yang terjadi padanya dan kenapa ia bisa sampai di sini, pemuda itu tak bereaksi sedikitpun. Ia hanya memberikan gesture kepada Mari untuk mengikutinya.

Dan dengan otaknya yang bisa dibilang sangat pas-pasan, Mari akhirnya mendapatkan jawabannya, Law ingin dirinya ikut bersamanya.

Tentu saja Mari senang sekali, bertemu dengan Law lagi adalah keinginan terbesarnya sejak pemuda itu meninggalkan rumah.

Gadis ini akhirnya berpamitan kepada seseorang yang sudah mau merawatnya selama bertahun-tahun. Ia mempersiapkan mentalnya untuk berbicara dengan Shakki.

"Sudah mau pergi? Bukankah di sini menyenangkan?" kata wanita itu begitu Mari memasuki bar miliknya. Suaranya terdengar kalem.

"Hai! Terima kasih atas semua pertolonganmu, Shakki-san," Mari membungkukkan badannya dan tersenyum hangat.

"Kalau itu keputusanmu, aku tidak akan melarangnya. Tapi kau tahu kan, Trafalgar Law itu adalah bajak laut? Dan berlayar bersama bajak laut itu penuh resi—ko," Shakki tertawa, mematikan rokok dan mengusap kepala Mari, "Siapa yang kubodohi, kau bahkan pernah berlayar dengan bajak laut paling ditakuti di lautan. Bocah itu tidak ada apa-apanya," lanjut sang mantan bajak laut.

Mari meringis, ingatannya kembali ke beberapa tahun yang lalu ketika sang Ojisan membawanya dari North Blue. Ia menangis sejadi-jadinya di atas punggung seekor phoenix yang seluruh tubuhnya diselimuti api biru yang tak lain adalah sang Ojisan, Fushichou Marco.

Mari tersenyum, hari-hari bersama Marco dan seluruh anggota bajak laut Shirohige tak pernah gagal membuatnya tersenyum. Mereka semua menyayanginya. Mereka semua adalah Ojisan-tachi nya. Belum lagi Shirohige-jiichan pun sangat menyayanginya. Ah, tiba-tiba ia merindukan Marco.

"Aku tahu, tapi Traffy tidak seperti bajak laut lainnya. Dia memiliki hati yang baik, seperti Ray-jiisan!" Jawab Mari sambil terkikik, Rayleigh-san sangat tidak suka dipanggil begitu, "Ne, Shakki-san."

"Ya?"

"Aku kangen Marco-jichan, bisakah membantuku menghubunginya?"

Shakki tertawa dan segera menyiapkan den den mushi.

Purupurupurupuru purupurupurupuru 

Kaccha... 

"Haruta di sini!"

"HARUTA-SAN!" Mari berteriak, mendengar suara Haruta selalu membuatnya bahagia.

"M-mari-chan?" Mari terlalu gembira sehingga ia tidak menyadari sebenarnya Haruta sedikit terbata menjawab panggilannya.

"Haruta-san, aku ingin bicara dengan Marco-jichan...." pinta Mari, lama sekali ia tak berbicara dengan Marco. Ojisannya itu juga sangat jarang menjenguknya. Huh. Mari memanyunkan bibir.

"M-Marco?"

Mari mengangkat alis, "Kenapa?"

"Tidak kok, segera akan kuberikan pada Marco~"

"Arigatou~"

Tak menunggu lama, suara Marco terdengar mengalun dari den den mushi, "Mari-chan?" Mari tersenyum, dadanya menghangat mendengar suara Marco. Tanpa sadar matanya mulai basah, rasanya lama sekali ia tak melihat Marco.

"Marco-jichan..." panggilnya lirih, "Mari... anu," Mari tak tahu bagaimana harus berkata. Rasanya susah menyatakan bahwa dirinya akan pergi dengan Law.

"Kenapa, yoi?"

Ah, lama juga ia tak mendengar aksen khas itu. Mari tersenyum, ia sudah menyiapkan mental. Dan ia ingin izin dari Marco sebagai keluarganya, "Marco-jichan, Mari—"

Dan respon Marco ketika itu, dia hanya tertawa dan mengatakan 'Hahaha, si bocah dari Flevance itu sudah kembali kah? ya mau bagaimana lagi, kan Mari memang menyukainya, yoi. Siapa tahu nanti di Dunia Baru Mari bisa bertemu dengan kami.'

Dan tak hentinya Mari bersyukur memiliki Ojisan seperti Marco. Bahkan Shirohige-jiichan pun tertawa dan mengizinkannya, tidak sebelum Izou-san memarahinya dan menyuruhnya menjaga diri.

Ah, Mari sayang Shirohige Kaizokudan.


(^v^)(^v^)(^v^)


Mari tersenyum mengingat Shirohige Kaizokudan. Tapi senyum itu tak bertahan lama, ia hampir menangis lagi ketika mengingat perang yang terjadi di Marineford.

Hatinya hancur, ia ingat ketika memeluk Marco sangat erat saat memakamkan Ace dan Shirohige. 

Law tak mengatakan apa pun dan hanya mengatakan ia akan merawat Luffy dan memberi izin Mari untuk bersama dengan Shirohige Kaizoku selama masa berkabung karena Marco berjanji akan mengantar Mari ke Amazon Lily jika semua sudah beres. 

"Marco-jichan?" 

Marco tak mengatakan apa pun, pria itu hanya memeluknya erat. Sangat erat sampai rasanya susah untuk bernapas. Tapi Mari tahu, Marco mengalami rasa sakit yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dia kehilangan ayah yang sangat dibanggakannya, dunianya, kebahagiaannya. Dan dia juga kehilangan Ace-san yang merupakan belahan jiwanya. 

"Mari, kau harus hidup. Kau harus hidup demi Marco-jichan, yoi." 

Setitik air mata jatuh dari mata hitamnya, sudah dua bulan berlalu sejak kejadian itu dan rasanya masih sesak, "Ah, baka, apa yang kau pikirkan, kau seharusnya tahu Marco-jichan baik-baik saja sekarang!" ia mengacak rambut dan menepuk pipi, tapi gerakannya terhenti saat ia melihat satu sosok tengah duduk dengan santai di geladak kapal.

Gadis tujuh belas tahun ini segera menghapus air mata dan bergegas menghampiri sosok tersebut. Tanpa basa-basi, ia langsung menyenderkan punggungnya ke punggung Law.

"Ne, Traffy," ucapnya pelan.

"Apa!" jawaban pemuda di belakangnya terdengar kesal tapi Mari sudah biasa diperlakukan seperti itu, ia pun hanya tertawa kecil.

"Kira-kira, Penguin masak apa ya hari ini? Aku ingin ayam goreng," ucap Mari lagi, ia menerawang menatap langit saat membayangkan akan makan ayam goreng buatan Penguin yang sangat lezat itu─

"Tidak ada ayam goreng untukmu, kau pikir sudah berapa lama kita di tengah laut? Kita bahkan belum menemukan pulau untuk berlabuh, makanlah seadanya."

Empat sudut berbentuk siku langsung menempel di jidat sebelah kiri Mari, jawaban pemuda di belakangnya itu benar-benar membuat semua angan-angannya menguap. Hih!!!

"Mouuu... ya sudah, aku mau membantu Penguin memasak saja, siapa tahu ada yang bisa kulakukan di dapur, daripada di sini, bersama makhluk menyebalkan sepertimu," kata Mari dengan geram. Ia langsung bangkit dari duduknya dan berlari ke dalam kapal.


(^v^)(^v^)(^v^)


"Okaasaan!"

Mari segera membuka kedua matanya saat ia kembali mengalami mimpi buruk yang masih sering menghampirinya. Dan seperti hari ini, dirinya kembali dihantui mimpi yang sama.

"Okaasan, Otousan..." air mata tak lagi bisa dibendung, Mari hanya bisa menangisi mimpi tentang kedua orang tuanya. Ini sangat menyakitinya, kapan mimpi buruk ini akan lenyap.

Perlahan ia turun dari tempat tidurnya dan menyeret selimut tebalnya, ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tersebut dan berjalan keluar kamar.

Sang gadis berdiri dengan perasaan gugup di depan sebuah ruangan, ruangan yang sebenarnya tidak pernah ia masuki, entah kenapa kedua kakinya malah membawanya ke sini.

Iya, di sini. Di depan kamar Trafalgar Law.

Ugh!

Mari segera merapatkan selimutnya dan mengetuk pintu di depannya. Masa bodoh Law akan marah, ia butuh seseorang untuk menemaninya, dan tentu saja pilihan pertama jatuh pada Law.

Entah kenapa hatinya bisa berkata seperti itu.

"Traaffyyyyy."

Tak ada jawaban dari dalam kamar. Apakah dia sudah tidur? Batinnya. Bagaimana ini?

Air mata hampir saja kembali menetes dari bola mata hitam milik Mari saat ia mengira Law sudah terlelap dalam tidurnya tapi sesaat ia terbelalak saat mendengar suara knop pintu dari dalam sana.

Buru-buru Mari menghapus air matanya dan ia nyengir kaku melihat Law yang memasang wajah bosan di depannya.

"Aku tidak bisa tidur."

Mari hampir saja tertawa melihat ekspresi Law yang melebarkan mata di depannya tapi ia berusaha menahannya.

"Lalu kenapa kau ke sini?"


(^v^)(^v^)(^v^)


Dua manusia berbeda gender itu duduk bersisian, tak ada suara yang terdengar dari keduanya. Hanya suara cipakan air dari bawah kapal lah yang mengalun di malam itu.

Mari tidak tahu harus berkata apa, kepalanya mendadak pusing, ingatannya kembali memutar mimpi buruk yang tadi ia alami. Tubuhnya mendadak gemetaran, padahal ia sudah membawa selimutnya.

Mimpi bodoh. Berhenti datang lagi ke─

"Kau kedinginan, Ahou! Kenapa tidak bawa selimut!"

Bentakan Law yang tiba-tiba membuat Mari tersentak, tubuhnya semakin gemetaran, ia takut, Law memang sering membentaknya, malah ia lebih sering membentak dirinya daripada berucap manis.

Tapi entah kenapa kali ini berbeda. Tapi ia juga tidak bisa menyalahkannya. Law kan tidak tahu apa yang terjadi padanya, lagipula dirinya memang sudah mengganggu tidurnya. Wajar saja kalau Law marah.

"Hei─"

Tapi...

"Aku tidak bisa tidur lagi, aku mengalami mimpi buruk, Traffy," Mari tidak bisa menahannya, suaranya terdengar lain, ah, dia pasti akan menangis, tapi ia memang butuh seseorang untuk membuatnya nyaman dan ia yakin orang itu adalah Law.

Dengan suara yang sama, Mari menceritakan mimpi buruknya ke pemuda di sampingnya. Law memang tidak mengatakan apapun, tapi saat ia merangkul dirinya dan mengusap kepalanya, Mari tahu kalau Law mendengarkannya. Mari tahu kalau Law peduli padanya. Apalagi saat Mari juga merasakan sang pemuda menyenderkan kepalanya kepadanya.

Iya, Ia tidak butuh kalimat manis dari pemuda itu karena perlakuan Law kepadanya sudah membuktikan segalanya.

"Traffy?"

Gadis bertubuh kecil ini hanya butuh beberapa menit untuk menyamankan diri dalam dekapan Kapten Bajak Laut Heart itu dan kembali menjelajah alam mimpi.

'Arigatou.' Batin Mari.


(^v^)(^v^)(^v^)



"Aye aye! Kapten!"

Mari kenal suara itu, itu suara Bepo... sepertinya dia menemukan sesuatu yang menarik. Dengan cengiran lebar, ia keluar dari kamar dan mengikuti arah suara Bepo.

"Jangan berisik!"

Mari hanya meringis lebar mendengar teguran dari sang kapten kapal dan memelankan larinya; berjalan mendekati Bepo.

"Jangan mengganggunya."

Hih, apa-apa selalu dilarang. Tapi ia ingat kejadian beberapa saat yang lalu saat dirinya mendapat hukuman dari Law. Dan itu horor...

"Siap Kapten! Mari tidak akan mengganggu Tuan Navigator!" Mari berteriak lantang dan memberikan sikap hormat ke arah Law yang hanya menyeringai.

"Bagus! Kalau kau melakukan kesalahan, kau akan kembali dihukum. Kau pasti masih ingat hukuman yang kuberikan 'kan?"

"Dasar setan," Mari menggerutu dengan pelan.

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak kok, hehehe."


(^v^)(^v^)(^v^)


"Bepo-chiii, ayo ke sana..." setelah berlabuh dengan selamat, Mari, Law dan yang lainnya langsung turun dari kapal dan menjelajah kota pelabuhan tersebut.

'Aku ingin makan ayam goreeeng,' batin sang gadis. Ia sudah tidak sabar untuk berwisata kuliner di kota ini. Iya, wisata kulinernya Mari paling juga hanya ayam goreng Dasar, tidak ada hal lain kah yang lebih penting selain itu.

Dengan semangat, Mari menarik lengan beruang unyu di sampingnya.

"Kapten?"

Sang gadis melirik singkat pemuda di belakangnya dan ia kembali mengeluarkan cengirannya saat melihat Law berkata 'pergilah'.

"Yattaaaa!"

"Jangan sampai tersesat, kalian tahu kemana harus mencariku kalau ada masalah."

Mari berbalik sejenak ke arah Law dan berkacak pinggang "Tidak akan! Traffy juga jangan sampai tersesat," teriaknya dan dalam sekejap ia langsung menarik Bepo menjauh dari Law.


(^v^)(^v^)(^v^)


"Bepo-chiii... lihat, ada ayam goreeng!"

Dengan semangat yang luar biasa, Mari menarik lengan Bepo untuk menuju ke sebuah rumah makan, tentu saja untuk membeli ayam goreng. Kesukaan sang gadis akan makanan satu itu benar-benar tidak masuk akal. Law pernah mengatakannya sekali.

"Mari, tunggu sebentar..." Beruang kutub yang bersamanya hanya bisa mencoba protes. Meskipun kekuatan Bepo bisa dibilang lebih kuat dari Mari tapi entah kenapa hewan berbulu lebat ini selalu terlihat lemah jika sudah berhadapan dengan gadis itu.

"Ne, Bepo-chii suka ayam kan?" gadis yang selalu terlihat ceria itu bertanya pelan, ia masih mencoba memilih ayam goreng mana yang akan ia pesan. Ia akan membawakan untuk Traffy juga. Dia pasti suka.

"Lebih suka roti bakar," Bepo menjawab datar.

Mendengar jawaban yang sangat di luar perkiraannya itu membuat Mari memajukan bibir, "Tidak asyik!"

"Lepaskan!"

Gadis tujuh belas tahun ini mencoba menajamkan pendengarannya saat merasa kalau ia mendengar suara seorang anak kecil berteriak. Dari arah luar. Batinnya.

"Mari, kau mendengar se─eh?" Beruang yang berasal dari suku mink ini menolehkan kepala putihnya ke sekeliling saat merasa kalau gadis yang bersamanya dari tadi tidak bersuara sedikitpun, dan keringat mulai bercucuran dari tubuh berbulunya saat menyadari sesuatu "Mari? Mariiiii!!! Gawat! Kalau Mari hilang, Kapten Law bisa membunuhku!" teriaknya frustasi.


(^v^)(^v^)(^v^)


"Lepaskan dia!" Mari berteriak lantang dan berkacak pinggang sok galak di depan sekumpulan orang yang sedang mencoba mengganggu seorang anak kecil.

"Heh, kau anak kecil, tidak usah ikut campur!" Kata salah seorang yang terlihat menggenggam lengan anak kecil itu kuat-kuat, terbukti dari reaksi sang anak yang meringis kesakitan. Orang itu menatap Mari dengan tatapan meremehkan.

Tapi Mari bukannya takut akan gertakan orang itu, Law pernah mengatakan kalau orang-orang besar yang mengganggu orang lemah itu bukanlah orang yang kuat, mereka hanya sekumpulan pecundang!

"Kalian ini orang-orang yang tidak punya perasaan apa," kata gadis itu lagi, ia berjalan dengan pelan menuju sekumpulan orang-orang itu dan berdiri tepat di depan mereka "Dia ini masih kecil dan kalian mengganggunya, dia hanya sendiri dan kalian ada sebanyak ini, dasar pecundang!" teriaknya.

"Apa katamu! Kau hanya anak kecil yang tidak tahu apa-apa, berani sekali kau mengatakan kalau kami ini pecundang, hah!"

"O-oneechan."

Bola mata hitam milik Mari melebar saat melihat anak kecil yang mereka ganggu itu mulai mengeluarkan air mata.

Ia mengepalkan tangan kanannya karena geram dan kesal "Kalian yang membuat seorang anak kecil menangis, tak pantas disebut sebagai seorang lelaki!"

Duagh!

Kaki kecil Mari pun beraksi, ia menendang lelaki besar yang tadinya mencengkeram lengan anak kecil itu tepat di bagian vital, seperti dugaannya, laki-laki itu balik meringis kesakitan dan spontan melepaskan cengkeramannya.

"Bos!!!"

"Huh! Rasakan!" Dengan cepat, Mari menarik lengan bocah kecil di depannya dan berniat melarikan diri dari sana tapi kaki kanannya mendadak mengalami nyeri. Sial, ternyata menendang orang itu sakit juga. Huhuhu.

"Bos! Kau baik-baik saja?"

"Da-dasar kalian bodoh, jangan sampai gadis kecil itu membawa kabur uang kita, ke-kejar mereka."

"Ha-hai!"

Mata hitam Mari kembali melebar, gawat!

"Go-gomennasai!" Teriaknya. Ia segera menyeret anak lelaki yang ia tolong menjauh dari para pecundang itu.

"O-oneechan?"

"Tidak ada waktu bertanya, aku sudah menyakitinya, mereka pasti akan mengejar kita, kita harus lari!"

Gawat gawat gawat! Kalau sampai tertangkap, bukan hanya dirinya yang akan berada dalam bahaya, tapi anak ini juga. Lagipula apa maksudnya mereka mengatakan kalau anak ini adalah uang mereka. Hih.

"Kembali kalian!"

"Hiyaaaaaaaaaaaa...." Bulu kuduk Mari merinding melihat sekumpulan orang-orang yang tadi semakin dekat dengan mereka.

Traffy... di saat seperti ini, apa yang akan dia lakukan? Ugh, Traffy kan jenius, kalau dia pasti akan menemukan cara keluar dari situasi ini. Memotong mereka jadi 8 bagian misalnya. Hih, tapi itu kan Traffy, aku mana mungkin bisa melakukannya!

Aduh, gadis ini.

"Oneechan, belok ke kanan, ru-rumahku ada di sana."

Eh? Mari menatap anak kecil yang ia tarik-tarik itu dengan mata lebarnya, "hontou ka?" Anggukan pelan dari kepala anak itu sukses membuat Mari nyengir kaku "Yokatta, hahaha."


(^v^)(^v^)(^v^)


Mari berdiri dengan napas terengah karena kelelahan sehabis berlari di depan sebuah rumah yang terlihat mewah. Ia menumpu berat tubuhnya dengan kedua tangan yang ia letakkan di atas lutut.

Dadanya sesak. Ia belum pernah berlari sejauh ini, apalagi sejak ia bersama Law. Pemuda itu meski pun kasar dan semaunya sendiri tapi dia tidak pernah membiarkan Mari melakukan pekerjaan berat. Pemuda itu juga selalu melindunginya. Tapi sekarang─

"Oneechan, ayo masuk."

"Eh? Eeeeeehhh?" belum selesai ia mengatur napasnya, Mari kembali dibuat terkejut dengan ucapan anak itu. Dan saat ia mengangkat kepalanya, barulah ia sadar bahwa rumah di depannya ini lebih mewah dari pertama kali ia melihatnya.

"Ini rumahmu?"

"Hai!"

Eeeeeeeehhhhhh????


(^v^)(^v^)(^v^)


"Fujisaki Mari, yoroshiku."

"Mari-neechan yang menyelamatkan Keita, Okasama, neechan sugoi..." 

Mari kembali mengeluarkan cengiran kakunya saat anak kecil yang tadi ia tolong itu bercerita dengan penuh semangat kepada ibunya. Hebat apanya, dirinya sendiri saja hampir pingsan tadi.

Tapi sedetik kemudian, gadis ini kaget luar biasa saat melihat perubahan ekspresi dari wanita itu yang semula terlihat tegang menjadi terharu dan wanita itu memeluk putranya dengan sangat erat.

Saking senangnya putranya selamat dari penculikan ya, sampai terharu begitu.

Ah, tidak ada waktu,... Mari menepuk pelan kepalanya saat ia menyadari sesuatu, dirinya sudah seenaknya berlari menjauh dari Bepo, pasti Bepo khawatir luar biasa, dan juga... Traffy.

Ugh!

Mari merasakan sekujur tubuhnya merinding membayangkan bagaimana marahnya Law saat ini. Ini gawaaaat.

"Anoo," dengan agak sungkan, Mari mencoba mengatakan sesuatu kepada dua orang di depannya yang masih berpelukan dan saat keduanya menatap dirinya lagi, gadis ini tak bisa berekspresi apa pun selain menggaruk kepala berhelai panjangnya.

"Neechan, ada apa?"

Senyum mengembang dari bibir Mari saat anak bernama Keita itu mendatanginya dan menatap dirinya dengan tatapan super polos.

Gadis tujuh belas tahun tersebut menepuk kepala pemuda kecil di depannya dan mengusapnya dengan lembut, "Kei-chan kan sudah pulang dengan selamat, lain kali Kei-chan harus berhati-hati ya, kalau bertemu lagi dengan sekumpulan teri berbentuk manusia itu, Kei-chan tendang saja seperti yang Mari-neechan lakukan lalu kabur, hahaha," ujarnya dan diakhiri tawanya yang terdengar dipaksakan.

"..."

Melihat tak adanya respon dari pemuda kecil di depannya, Mari pun menghentikan tawanya dan ia terbelalak saat menatap sepasang mata yang tadinya terlihat penuh keceriaan itu menjadi tatapan yang lain, kesedihan.

"Kei-chan?"

"Ucapan Neechan terdengar seperti perpisahan, apakah Mari-neechan akan pergi dari sini?"

Mari tak tahu harus berkata apa, anak di depannya ini sepertinya akan menangis, ugh, bukankah ia mengatakan kalau membuat anak kecil menangis itu bukanlah laki-laki, oke, ia bukan laki-laki sih, tapi tetap saja membuat anak kecil menangis itu salah.

"Ti-tidak bisakah Mari-neechan tetap di sini?"

Dan tangis Keita pun pecah begitu saja, ia menangis dengan suara terisak yang membuat hati Mari sakit saat melihatnya.

"Aku tidak punya teman, orang-orang di sini bahkan tidak pernah ada yang peduli padaku," ucap Keita di sela isakannya "cuma Neechan yang mau menolongku dan sekarang Neechan akan pergi," katanya lagi.

Hati Mari seakan tertusuk ribuan jarum tak kasat mata saat mendengar ucapan Keita, jadi dia kesepian? Tidak dianggap oleh orang-orang? Makanya saat itu tidak ada yang menolongnya?

Egois! Apa salah anak ini? Dia hanya anak kecil.

Pasti Keita sedih sekali, jadi... kenapa ibu dari Keita itu memeluknya dengan penuh haru saat melihat Keita tertawa adalah karena... selama ini Keita tidak pernah melakukannya.

Kejamnya.

"Ja-jangan menangis Kei-chan..." tangan kecil milik Mari kembali mengusap kepala Keita, ia tersenyum getir ke arah anak itu "Ma-Mari-neechan akan di sini kok, hehe, Kei-chan jangan menangis ya, laki-laki tidak boleh cengeng, oke?" ucapnya.

Keita perlahan menghapus air mata yang mengalir di pipinya dan menatap Mari dengan tatapan penuh pengharapan "Benarkah? Neechan akan di sini?"

Mari terdiam sejenak, ia menatap ibu dari Keita yang juga menaruh harapan besar padanya "Tentu saja, Mari-neechan akan menemani Kei-chan main," pada akhirnya itulah yang ia ucapkan.

"Yatta! Arigatou, Neechan..."

Bagaimana ini... Traffy...


(^v^)(^v^)(^v^) 


Mari melirik jendela besar yang terdapat di kamar Keita, langit di luar sudah gelap. Sudah berapa lama ia berada di rumah ini?

"Traffy."

Ia harus menghubungi Law kalau dirinya berada di rumah ini, tapi bagaimana caranya? Mari bahkan tidak memiliki Den den mushi.

Salah Law juga sih, dia bilang Mari tidak memerlukan seekor den den mushi! Kalau dalam keadaan seperti ini kan dia juga yang pasti kesulitan.

Sang gadis menghembuskan napas panjang, Keita sudah tidur dari tadi, wajar saja, ini sudah malam, Keita juga semangat sekali bermain dengannya dan langsung ketiduran.

"Apa yang harus kulakukan."

Tidak mungkin kan ia pergi begitu saja dari rumah ini, apalagi tadi ibu Keita mengatakan ada urusan sebentar di luar. Penjagaan di rumah ini juga tidak main-main.

Kasihan juga Keita jika ditinggal sendirian. Dia terlihat sangat bahagia saat bersama dengannya. Apa yang akan terjadi kalau ia meninggalkan Keita? Apakah dia akan merasa sendirian lagi... dan kesepian?

"Tapi, aku juga tidak bisa selamanya di sini... dan aku... merindukan Traffy," gumam Mari, ia membaringkan tubuhnya di samping Keita.

Baru beberapa jam tidak mendengar bentakan dokter bedah itu saja sudah membuat Mari tidak tenang seperti ini, bagaimana kalau ia tidak bisa bertemu dengan Law lagi selamanya?

"Yada... aku tidak mau, Traffy..."

Perlahan Mari mencoba menutup kedua matanya, mencoba untuk tidak memikirkan apapun, ia percaya pada Law. Pemuda itu pasti akan mencarinya dan membawanya pulang. Iya, itu pasti.


(^v^)(^v^)(^v^) 


"Kalian keluarganya Mari?"

Deg!

Sayup-sayup telinga Mari menangkap sebuah suara, ia berusaha membuka matanya yang terasa sangat berat. Ia benar-benar kelelahan, setelah lari-lari tadi, ia langsung menemani Keita main sampai malam, wajar saja tubuhnya yang lemah tidak punya banyak tenaga.

Tapi sebuah siluet yang tertangkap oleh indera pengelihatannya berhasil membuat mata hitamnya terbuka lebih lebar. Ia tidak salah lihat.

Pemuda yang tengah duduk bersama ibu dari Keita di kursi tak jauh dari tempatnya berbaring itu, Traffy.

Yokatta... 

Law pasti akan menjemputnya, ia percaya itu dan hal itu benar-benar terjadi. Senyum penuh kelegaan menguar dari bibir Mari, ia kembali menutup matanya meski pun percakapan ibu dari Keita dan Law yang hanya diam saja itu masih ia dengarkan dengan jelas.

Dasar. Paling tidak katakan sesuatu. Aku ingin mendengar suaramu. Batin Mari.

"Baru kali ini aku sebagai ibunya melihat Keita tersenyum dan itu semua karena Mari, teman-teman Keita menjauhinya karena status dari kami, tapi kehadiran Mari benar-benar membuat Keita bahagia, karena itu kalau tidak keberatan, bolehkah Mari tinggal di sini? Untuk menjadi kakak sekaligus teman bagi Keita. Aku berjanji akan menjaga Mari seperti anak kandungku sendiri."

Eh?

Apa katanya?

"..."

Traffy...

Kenapa Traffy diam saja?

"Kapten?"

Itu suara Bepo. Dari nada bicaranya, beruang itu pasti sedang mengkhawatirkan kaptennya.

"Law Senchou?"

Penguin juga?


(^v^)(^v^)(^v^)


Mari terdiam dengan pandangan kosong di atas tempat tidur milik Keita. Perlahan ia memaksa tubuhnya untuk duduk.

Setitik air mata jatuh membasahi pipinya saat menyadari apa yang baru saja terjadi. Law dan yang lainnya pergi begitu saja dari rumah Keita tanpa mengatakan apapun padanya. Iya dirinya memang setengah tidur tadi, wajar saja Law tidak berpamitan.

Tapi apakah harus, pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun?

Dan Law... meninggalkannya.

"Uso... kenapa kau tidak membawaku, Traffy..." ia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan terisak pelan, berusaha untuk tidak membangunkan Keita yang masih tertidur pulas di sampingnya.

"Traffy..."

"Gomenna, Mari."

Mari menghapus kasar air mata yang mengalir di pipinya saat mendengar suara itu, itu suara milik ibu dari Keita, wanita itu baru saja memasuki kamar Keita. Ia berjalan pelan menghampiri Mari sembari tersenyum getir, mungkin merasa bersalah juga kepada Mari.

Gadis yang lebih muda menggelengkan kepalanya dan tersenyum miris tapi ia masih belum mengeluarkan suaranya, Mari masih mencoba sekuat tenaga menahan tangisnya.

"Tapi, pemuda itu memilih menitipkanmu di sini, dia juga mengatakan akan menjemputmu lagi kalau urusannya sudah selesai, jadi Mari tidak perlu sedih, Obaasan akan menjagamu di sini."

Mari menundukkan kepalanya sehingga sebagian wajahnya tersembunyi di balik rambut hitamnya.

Traffy akan kembali ke sini? Tapi sampai kapan? Ia tidak bisa menunggunya tanpa kepastian.

.....

Tidak! 

Apa yang kau pikirkan, Mari! Jangan berpikiran aneh-aneh. Kau harus yakin Law tidak akan meninggalkanmu.

Tangan kecil milik Mari mencengkeram erat rok putih yang ia kenakan. Iya, ia yakin pemuda itu tidak akan meninggalkannya. Tidak akan. Traffy pasti akan kembali ke rumah ini. Ia tidak boleh meragukannya.

Perlahan Mari menggelengkan kepalanya dan membuat wanita paruh baya itu berhenti berkata "Obaasan salah," katanya pelan.

"Nani?"

"Traffy pasti akan kembali ke sini dan menjemputku, dia tidak akan pernah meninggalkanku. Aku percaya padanya. Dia pasti akan kembali."

"..."

"Dan jika itu terjadi," Mari menghentikan ucapannya dan memberanikan diri menatap wanita cantik di depannya "Aku mohon izinkan aku pergi dari rumah ini, aku lebih membutuhkan Traffy melebihi siapapun," lanjutnya, air matanya tak lagi bisa dibendung. Ia kembali menangis.

"..."

Keheningan melanda kamar bernuansa biru milik Keita. Hanya suara tangis dari Mari yang terdengar.  Sang Nyonya rumah belum berkata apa pun sejak mendengar ucapan Mari.

"Wakatta."

"Eh?" Mari sukses menghentikan tangisnya saat mendengar suara itu, ia tidak salah dengar... kan?

Wanita cantik di depan Mari itu tersenyum lembut dan mengusap kepala bersurai panjang Mari penuh sayang "Aku tidak akan menahanmu di sini jika hal itu malah membuatmu sedih, gomen sudah mengatakan hal yang membuatmu tidak nyaman."

Dengan cepat, Mari memeluk erat wanita di depannya, wanita ini sangat baik. Sangat mirip dengan ibunya. Hal itu juga yang membuatnya sedih, ia tidak keberatan tinggal di sini, tapi... seperti yang ia katakan tadi, dirinya membutuhkan Law melebihi apa pun.

"Kei-chan membutuhkan Obaasan, luangkanlah waktu Baasan untuknya, Kei-chan pasti akan lebih sering tersenyum," ucap Mari di sela pelukannya. Dan ia tersenyum lega saat merasakan tangan dari wanita yang ia panggil Obaasan itu mengusap punggungnya dengan lembut.

"Arigatou..." 


(^v^)(^v^)(^v^) 


Mari sedikit terkejut saat merasakan seseorang mengangkat tubuhnya, ia baru saja kembali terlelap setelah bercerita banyak dengan ibu dari Keita tentang Law dan juga Keita. Wajar saja tidurnya belum nyenyak. Tapi ia masih terlalu ngantuk jika dipaksa bangun.

Orang yang menggendongnya tidak mengatakan apapun, tapi meski pun begitu, punggung yang menjadi sandarannya terasa sangat kuat dan nyaman. Traffy, kah?

"Aku minta maaf sudah mengatakan hal itu padamu tanpa memikirkan bagaimana perasaanmu terlebih dahulu, aku terlalu egois dan mementingkan kebahagiaan putraku."

Obaasan? 

"..."

Orang yang membawa Mari masih belum mengucapkan sepatah kata pun dan itu membuat sang gadis yakin kalau yang membawanya ini benar-benar Law. Dasar manusia yang sangat pelit bicara.

"Mari pasti sangat kelelahan karena menemani Keita seharian... jadi─"

"Aku permisi."

Suara itu? Benar-benar Traffy?

Tapi, baru kali ini Mari mendengar nada bicara Law yang seperti itu, terlebih lagi, dia memotong ucapan orang lain. Law tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya. Tapi kenapa sekarang?

"Baiklah, tolong jaga Mari."

"Anda tidak perlu mengatakannya."

....

(^v^)(^v^)(^v^)


"Traffy?"

Kesadaran Mari perlahan mulai kembali dan ia pun melihat dengan jelas sosok pemuda yang tengah menggendong dirinya. Dan dia benar-benar Trafalgar Law.

"Tidur saja."

Senyuman mengembang dari bibir Mari meski pun ia tahu Law tidak akan melihatnya, "Aku pikir, kau tidak akan kembali, tapi, aku percaya Traffy tidak akan meninggalkanku, arigatou," ucapnya pelan nyaris berbisik, ia mengeratkan pelukannya pada leher Law.

Mari yakin wajahnya pasti memerah luar biasa, terbukti dari kedua pipinya yang terasa panas. Tapi Law juga pasti tidak akan melihatnya, jadi untuk malam ini saja, izinkanlah dirinya bersikap egois dengan menganggap Law adalah miliknya.



The End

MASYAALLAH, HAHAHAHAHAHAHAHA AKU NGE-BLUSH LHO NULISNYA HAHAHAHAHA INI PLIS YA, PLIS, PLIISSSSS...

TRAFFY YANG DIAM-DIAM PERHATIAN ITU EMANG PEMBUNUH BERDARAH DINGIN BANGET TOLOOOOOOOOONNGGG!!!!!!!

AKU MAU PINGSAN SAJA!!!!!

/nyebar kaps banyak amat kamu woi

Yang ini lebih gak jelas daripada yang pertama /ngesot ke kapal selam

Ya wajar aja sih, Mari-nya aja gak jelas ya sudah pasti POV-nya dia juga sama gak jelasnya lol

Ugh! 
Traffy kakkoooi... seringainya bruuuuhhh T////T 

Itu kemarin Mari bikin gif dari Marineford Arc, pas yang episode Law mau mengoperasi Luffy mihihi... 

Traafffyy 
Nah kalo yang itu dari Dressrosa Arc, lupa episode berapa /yha 

Dia mau berdarah-darah gitu juga tetep aja keliatan cakep ToT 
Duh, Traffyy.... wajahnya dikondisikan dong! /dicekek 

THIS!!! 
YANG ITU, DIA DITAHAN PAKE GRAVITASINYA FUJITORAAAAA OAO Sampe kesakitan gitu Traffy gueeeehh :'( 

OMG!!! 
Su-sudah ya, lama-lama ini malah bikin baper... tapi dari scene apapun Traffy selalu keren sih, rasanya pengen mengabadikan semua scene yang ada si ganteng iniiii (;´ຶДຶ `) 

Udah pokoknya gitu... terima kasih buat yang sudah mau membaca postingan Mari yaaaa... wkwkwk... gak yakin ini ada yang mau baca lol 

Bye noooowww~ 

No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Translate

Awesome Inc. theme. Powered by Blogger.