(~●ω●)~ ~(●ω●)~ ~(●ω●~) Hello, Mari-chan is here ★★★ A cheerful, sweet, innocent and light idiot girl who loves Trafalgar Law more than anyone ♡♡♡ Trafalgar Law's Wife ♡ Fushichou Marco's Niece ★★ Sabo & Echizen Ryoga's Sister★ ★ Whitebeard Pirates & Heart Pirates ★★ Kaidou Kaoru and Momoshiro Takeshi's Bestfriend ★★ One Piece ── One Piece Live Attraction ★ Prince of Tennis ★ Hunter X Hunter ★ Death Note ★ MarcoAce is Life. MarcoAce is Love ♥ Sweet Combi ♥ Rival Pair ♥ Seigaku ★ Extremely biased towards Ishiwatari Mashu and Kimura Tatsunari ♥ Yoroshiku ♥ and welcome to my (weird) blog (ノ゚▽゚)ノ

Saturday 13 August 2016

Tutor

Prince of Tennis by Konomi Takeshi 

One Piece by Eiichiro Oda 

Tutor by Mari-chan 


Inui Sadaharu.

Siapa yang tidak mengenalnya?

Pemuda tinggi dengan rambut jabrik seperti durian dan berkacamata kotak nyentrik itu adalah salah satu murid terpintar Seishun Gakuen.

Tidak hanya itu, Inui juga salah satu anggota reguler klub tenis Seigaku. Iya, yang juara nasional junior jepang itu, lho.

Kepintarannya di sekolah dan kehebatannya dalam dunia tenis itulah yang membuat pemuda jangkung ini populer di kalangan gadis-gadis.

Eeerr—Atau lebih tepatnya itu hanya berlaku untuk satu gadis?



Iya, seorang gadis bernama Fujisaki Mari, kelas 2-8 Seishun Gakuen yang seenak jidat mengklaim Inui sebagai senpai kesayangannya.

Entah sebenarnya otak gadis ini yang agak melenceng karena suka dengan makhluk aneh yang setiap hari selalu menawarkan─lebih tepatnya memaksa teman-temannya untuk meminum—racun buatannya?

Atau memang otaknya sendiri sudah tercemar racun yang disebar oleh sang senpai?

Yang mana saja sama, intinya otak gadis ini memang perlu dipertanyakan kenormalannya.

Tapi, rasa sayangnya pada Inui Sadaharu tidak main-main.

Serius.

Gadis berhelai hitam panjang ini bahkan mengakui dengan senang hati bahwa dirinya lebih senang diajari matematika--yang mana adalah pelajaran yang paling tidak ia sukai--oleh Inui dari pada guru les pilihan Marco─Califa-san.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan wanita bernama Califa itu, beliau cantik, rajin dan juga pintar, tapi hobi menendang dari wanita itu membuat Mari menyerah di hari pertama mereka belajar.

Padahal saat itu Mari yang memang sudah bosan belajar berniat ngeles dan mencoba mencari cara supaya bisa kabur, tapi apa daya, kecermatan wanita bersurai coklat itu benar-benar tidak main-main, sangat mirip dengan kecermatan Marco dan Law dalam menganalisa kebohongan seseorang dan dengan gayanya yang luar biasa anggun, wanita itu menggebrak meja ruang tamu tempat Mari belajar dengan kaki.

Bisakah membayangkan bagaimana anggunnya mengangkat kaki ke atas meja a la Califa? Tidak? Baguslah.

Dan setelah kejadian penggebrakan meja dengan sebelah kaki oleh Califa di hari pertama mereka belajar itu, Mari pun protes sejadi-jadinya pada Marco untuk tidak mengundang wanita itu lagi.

TIDAK LAGI.

Nasib baik Marco sangat paham dan entah bagaimana bisa selalu mengalah dan mengabulkan segala keinginan Mari sehingga pria pirang itu tidak lagi memanggil Califa untuk memberikan pelajaran tambahan padanya. 

Dirinya lebih memilih Inui untuk mengajarinya matematika. Karena menurutnya, Inui lebih mengerti tentangnya dan tidak pernah marah-marah jika Mari ngeles dan kabur dari pelajaran yang ia berikan karena bosan. Atau alasan lebih tepat, sih, karena ia bosan dan tidak paham sama sekali tentang materi yang diajarkan.

Berbeda sekali dengan Califa yang langsung mengeluarkan gebrakan maut pada meja belajarnya ketika Mari mencoba ngeles. Ugh! Mengingat les perdana dengan wanita cantik tapi galak itu benar-benar membuat Mari merinding.





Seperti kejadian kemarin, Ia yang lagi-lagi entah untuk ke berapa kalinya—terlalu sering sampai ia sudah malas menghitungnya—mendapat nilai jelek dalam matematika, kembali dipaksa oleh Inui untuk belajar bersamanya sepulang sekolah.

Mari jadi ingat les terakhirnya dengan Inui yang diakhiri dengan gagalnya ia dalam mengerjakan soal yang diberikan oleh pemuda berkaca mata itu dan dirinya malah mencoret-coret kertas pemberian Inui dengan coretan benang ruwet.

Tapi, materi yang diajarkan oleh pemuda yang memiliki julukan ‘Seigaku’s Brain’ itu lagi-lagi—berapa kali Mari mengatakan lagi?─Tidak bisa masuk ke dalam otaknya. Seperti biasa.

Baguslah, berarti otak gadis ini masih normal.

Iya, terhitung normal karena masih idiot dalam hal matematika. Sasuga Mari.

Mari menghembuskan napas frustrasi dan menutup bukunya. Ia melirik sang senpai lewat ujung matanya. Inui masih tenang membaca bukunya di depan kelas.

Ugh. Ayo, Mari, kau pasti bisa! Tekadnya dalam hati.

Perlahan, gadis ini mengangkat tangan kanannya, mencoba memanggil pemuda berkaca mata itu, "Senpai...." panggilnya. Dan ia menelan ludah karena gugup ketika Inui menanggalkan bukunya dan kini memperhatikannya sepenuhnya.

"Senpai-" Mari menghentikan ucapannya, mencoba mencari alasan yang sekiranya bisa dikatakan bukan alasan bodoh.

"Ada apa, Mari?"

UGH!!!

Mendengar suara berat dan datar dari Inui sedikit membuat tekad yang sudah Mari bangun dengan sungguh-sungguh, luntur sedikit demi sedikit. Hih, ia tidak tahu kalau suara Inui-senpai ternyata sangat berefek padanya. 

Senpai... itu... Marco-jichan baru saja mengirim pesan," Mari mengangkat ponsel peraknya dan memperlihatkannya pada Inui, mencoba meyakinkan, "...Marco-jichan meminta Mari untuk segera pulang karena Sabo-nii membawa roti coklat yang ia dapat dari Sanji-san, ehehe,” ucapnya sambil meringis kaku. Oke. Kini alasannya terdengar benar-benar bodoh. Dan sangat ngaco.

Ia mulai meragukan apakah ucapannya bisa berefek ke Inui. Tapi ia sudah berusaha untuk mencari alasan sebaik mungkin. Lagi pula, Inui-senpai sangat tahu bahwa Mari sangat menyukai coklat, siapa tahu Inui-senpai percaya padanya... 'kan?

Duh, Mari, sebenarnya di mana letak kepintaranmu? 

Inui sendiri belum sedikit pun merespon, ia hanya menaruh buku matematikanya di atas meja dan menatap sang kouhai lewat kacamata kotaknya.

Dan percaya atau tidak bahwa sekarang ini Mari benar-benar merasa bulu kuduknya meremang?

Mari memang tidak bisa melihat mata dari Inui, tapi entah kenapa ia merasa saat ini senpai-nya itu tengah memberikan tatapan tajam padanya.

Kembali, Mari menelan ludahnya. Serius lah, ditatap seperti itu meski oleh senpai kesayangan sekali pun, rasanya tetap menyeramkan.

Horor. 

“Mari, kau pikir aku akan percaya Marco-san menyuruhmu pulang saat kau sedang belajar matematika?”

Mulut Mari terbuka lebar karena syok atas jawaban sang senpai. Ditambah lagi, mendengar respon Inui barusan benar-benar membuat Mari ingin menangis. Uh-huh... Tidak bisakah ia kabur sekarang?

“Lanjutkan. Jika jawaban dari soal yang kuberikan ini benar, akan kuberi kau hadiah istimewa," titah Inui dan didengar dari telinga yang mana saja, titah itu terdengar sangat telak dan tidak bisa dipatahkan oleh apa pun.

Bolehkah ia menangis sekarang?

Dan lagi.. apa katanya tadi? Hadiah? Inui-senpai memberi hadiah? Hah. Tidak butuh! Hadiah macam apa yang mungkin akan diberikan oleh Inui padanya? Palingan jus lagi. Demi apa, itu sih, bukan hadiah! Dalam hati Mari berteriak kesal.

Pokoknya Mari harus mencari cara agar bisa kabur... Kabur dari matematika.

Memakai alasan seperti ‘ada janji dengan Traffy atau Kaoru-chan atau Momo-chii sudah tidak mempan lagi untuk Inui-senpai.

Apa lagi melibatkan Marco dan Sabo. Mau cari masalah sih iya. Mari benar-benar dalam masalah.

Tapi tiba-tiba sebuah ide terlintas dalam pikirannya dan itu membuatnya menyeringai setan. Huh, memang, ya, otaknya ini akan memberikan ide brilian di saat genting, hahaha...

Senpai,” kembali ia memanggil pemuda berambut jabrik itu, Inui hanya merespon dengan mengangkat kepalanya dan menatap Mari tepat di mata. Ini hanya tebakan Mari, sih.

“Mari mau ke toilet, sudah kebelet...” katanya dengan melas.

Dan Inui pun sukses mematung.

Mari sangat sadar bahwa Inui tidak akan pernah mencegah siapa pun untuk pergi ke kamar mandi, karena dirinya sendiri sangat tahu bagaimana rasanya orang ingin ke kamar mandi. Nasib baik Mari sangat ingat kelemahan sang senpai sehingga ia bisa memanfaatkannya dengan mudah.

Tanpa ba bi bu, Mari mengambil tasnya dan beranjak dari tempatnya duduk, menyerahkan selembar kertas pemberian Inui─dan membungkukkan tubuhnya sopan sebelum keluar dari kelas 2-8, "Sampai jumpa besok, Senpaaaaaai."









Ugh, mengingat kejadian kemarin membuat gadis ini merasa bersalah pada Inui.

Tapi jika semakin lama berhadapan dengan matematika, ia akan semakin merasa bersalah pada otaknya karena memaksanya bekerja tiga kali lipat hanya demi tiga soal.

Dan Mari memutuskan bahwa ia lebih menyayangi otaknya dari pada Inui--ah, maksudnya dari pada belajar matematika dengan Inui.

Biarlah. Nanti di sekolah ia akan meminta maaf. Batinnya lesu.

“Mari, ada kiriman untukmu.”

Eh? Mari yang baru saja menuruni tangga dan berniat menuju ke ruang makan spontan menoleh, menatap kakaknya─Sabo─yang sepertinya baru saja mengambil surat pagi, terlihat dari arah datangnya pemuda itu.

"Untukku?" gumam Mari, ia mendudukkan diri di kursi ruang makan sambil menunggu sang kakak yang tengah melangkah ke arahnya dengan membawa sebuah eerr—botol?

Apa itu isinya? Minuman kah? Dan apa katanya tadi? Untuk Mari? Kiriman apa pagi-pagi begini? Dan... dari siapa?

“Ini─" mata gelap Sabo memicing melihat nama pengirim, sedetik kemudian ia kembali menatap adik perempuannya dan nyengir kaku, "─dari Inui Sadaharu."

JEDEEEERRR!!! 

Tubuh Mari mematung sempurna mendengar nama pengirim yang disebut oleh sang kakak.

Serius???? Dari Inui-senpai???

"Untuk Mari-chan. 

Hadiah spesial dariku karena kemarin sudah berusaha KERAS ketika belajar matematika. Pastikan kau meminumnya sebelum berangkat sekolah. 

Inui Sadaharu."  

Mendengar isi surat Inui yang dibacakan oleh Sabo membuat wajah Mari semakin memucat.

"Wah, baik sekali Inui-kun mengirim hadiah untukmu, Mari... Padahal 'kan seharusnya kau yang memberinya hadiah padanya karena ia sudah mau mengajarimu matematika. Hmmm... dia benar-benar senpai yang pengertian, yoi."

Mari mendelik dan menatap Marco dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa Ojisan-nya ini mengatakan bahwa Inui adalah senpai yang pengertian?

Ah, Marco-jichan, andai saja kau tahu bahwa yang dikirim oleh Inui itu bukan sembarang hadiah.

Mari menerima botol berisi 'cairan' berwarna hijau lumut dan juga surat dari tangan Sabo dengan sedikit gemetar.

GILA! ISINYA TERLIHAT HOROR SEKALI! 

Sabo menepuk pelan pundak adiknya sebelum duduk di samping Marco, dan tak lupa, ia juga memberikan tatapan semoga-kau-selamat-adikku yang membuat Mari semakin tidak karuan. YANG BENAR SAJA!!!!  

Uh-huh... Inui-senpai sepertinya benar-benar marah karena kejadian kemarin sampai mengirimi Mari sebotol racun. Inui-senpai kowai. 


The End 

Yooooooooooooooiiiiiii..... 

Huooooo... wkwkwkwkwk 

Nulis tentang Inui-senpai >///////< #heh 

Pernah ya saya nulis tentang Inui-senpai, tentang matematika juga XDDD 

Dan ini endingnya lebih greget kalau menurut saya #eh sebenarnya ini dari #NulisRandom2016 yang sempat saya tulis di fb bulan juni lalu XD dan karena saya pikir ini tentang Inui-senpai jadinya saya kembangkan deh, terus ditulis di sini, wkwkwkwk /plak 

Inui Sadaharu 

DEMI APA, SENPAI SAYA GANTENG, YAAAAAAAAAAAAA.... #gubrak 

Tapi jusnya lho yang gak nguati :'( 

Sudah, sudah... thanks buat yang sudah bacaaaa... 

Sign, 
Istri Sah Trafalgar Law /YA ALLAH, GAK DI FFN, GAK DI BLOG, INI KOK TETEP IKUT T////T

No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Translate

Awesome Inc. theme. Powered by Blogger.