(~●ω●)~ ~(●ω●)~ ~(●ω●~) Hello, Mari-chan is here ★★★ A cheerful, sweet, innocent and light idiot girl who loves Trafalgar Law more than anyone ♡♡♡ Trafalgar Law's Wife ♡ Fushichou Marco's Niece ★★ Sabo & Echizen Ryoga's Sister★ ★ Whitebeard Pirates & Heart Pirates ★★ Kaidou Kaoru and Momoshiro Takeshi's Bestfriend ★★ One Piece ── One Piece Live Attraction ★ Prince of Tennis ★ Hunter X Hunter ★ Death Note ★ MarcoAce is Life. MarcoAce is Love ♥ Sweet Combi ♥ Rival Pair ♥ Seigaku ★ Extremely biased towards Ishiwatari Mashu and Kimura Tatsunari ♥ Yoroshiku ♥ and welcome to my (weird) blog (ノ゚▽゚)ノ

Saturday 10 September 2016

Mari's Bestfriend

"Hei, hei... lihat itu! Itu kan 'Kaoru-chan~' haha."

Sebuah suara seorang anak lelaki merasuk ke telinga Mari.

"Lagi-lagi dia memakai baju seperti itu, haha, dasar anak aneh!"

Suara tawa menyertai ucapan seorang lagi. Mari yang sedang berjalan santai bersama Kaoru menuju rumahnya, spontan menghentikan langkahnya dan bergegas menoleh ke arah suara-suara yang jelas-jelas membicarakan sahabatnya itu.

Sebenarnya Mari tidak tahu apa artinya sahabat, ia mendapat kata itu dari Sabo ketika Mari bercerita panjang lebar tentang Kaidou Kaoru. Dan kakaknya itu menyimpulkan bahwa Kaoru adalah sahabatnya. Alasan yang dikemukakan Sabo saat itu tidak begitu jelas bagi Mari, tapi apa pun itu, Mari senang menganggap Kaoru sebagai sahabatnya. Itu terdengar keren. 

Ah, lupakan itu dan fokus ke apa yang terjadi sekarang ini.

Mata hitam Mari berkilat menatap tiga anak lelaki yang usianya sedikit lebih dewasa dari mereka tengah tertawa puas seolah mereka baru saja sukses membuat lelucon yang bisa membuat dunia tertawa. Hah, mimpi saja sana. 

Demi apa pun, Mari ingin sekali melempar sepatunya ke wajah anak-anak menyebalkan itu.



"Apa kalian bilang?" gadis ini menyahut kesal.

Ia sering mendengar dari Kaoru bahwa anak-anak di sekitar kompleks rumahnya memang sering mengganggunya karena Kaoru memakai baju-baju yang cantik seperti anak perempuan, meski pun dia laki-laki, sih.

Tapi menurut Mari, itu tidak salah. Salah satu ojisan-nya juga sampai dewasa masih berdandan seperti perempuan. Izou-san bahkan lebih cantik dari pada perempuan lainnya.

Dan ia tidak suka ada orang lain menghina teman dekatnya seperti itu. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang boleh mengganggu temannya.

Kaki-kaki kecil gadis empat tahun ini bergerak cepat menuju tiga anak laki-laki yang berdiri tak jauh dari mereka.

Oi, oi, Mari, ingat usiamu masih belum genap lima tahun, hei!

Tapi langkahnya terhenti, sebuah tangan menarik paksa dirinya untuk tidak menghampiri anak-anak itu.

"Mari, biarkan saja mereka," suara Kaoru terdengar lirih, mungkin agar tiga anak lelaki di depan mereka tak mendengar ucapannya.

Tetapi Mari tak mengindahkan sedikit pun larangan Kaoru, tekad Mari untuk memberi pelajaran kepada tiga anak yang sepertinya anak SD itu sudah tak bisa dipatahkan. Oh, Kaoru, mulailah mengerti bahwa keegoisan Mari itu sudah level tinggi, jangankan dirimu, Marco dan Sabo bahkan seluruh anggota Shirohige Family saja selalu mengalah pada keinginannya.

Dengan kasar, Mari melepaskan genggaman tangan Kaoru pada tangannya, gadis kecil ini tetap bergerak maju dan tak menghiraukan sedikit pun panggilan Kaoru.

"Woah, woah, lihat, bahkan sekarang Kaoru-chan itu dilindungi oleh anak perempuan, haha."

Cukup!

Gadis bersurai hitam panjang ini mengepalkan tangannya dan berjongkok untuk melepaskan sebelah sepatunya dan setelah jarak antara dirinya dan anak-anak kompleks itu tak terlalu jauh, ia melemparkan sepatu berwarna biru miliknya sekuat tenaga ke arah mereka.

Dan, bagaikan pemain baseball profesional, lemparan sepatu Mari tepat mengenai wajah salah satu dari tiga anak tersebut.

"Ittai!"

Salah satu dari tiga anak laki-laki yang bahkan namanya tak diketahui oleh Mari meringis kesakitan dan menutupi wajahnya, seringai gadis ini mengembang melihat hasil kerjanya sukses, "rasakan!" teriaknya puas, tak lupa ia menepuk kedua tangannya sebelum kemudian berkacak pinggang.

"Kau!"

Senyum kaku perlahan nampak menghiasi wajah Mari begitu ia melihat ekspresi korbannya yang sepertinya marah. Ya iyalah, dilempari sepatu dan terkena muka, bagaimana tidak marah. 

Hadeh. 

"Anak kecil! Berani sekali kau melakukan hal itu padaku!"

Gadis yang masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak ini terbelalak melihat anak yang terkena lemparan sepatunya berjalan ke arahnya dengan wajah marah.

"W-waduh! Gawat," Mari menggumam takut.

Keringat sebesar biji jagung mengaliri pelipis, perasaannya sedikit takut saat membayangkan hal-hal buruk yang bisa saja dilakukan anak yang ia lempar dengan sepatu itu. Ah tadi sok berani, sekarang malah ketakutan.

Dengan sedikit gemetar, Mari memundurkan langkahnya, kedua tangannya tak lagi berkacak di pinggang, kini yang ada di pikirannya hanyalah lari, lari dan lari. Lari bersama dengan Kaoru-chan maksudnya.

"Kau mau lari ke mana, anak kecil."

Ugh!

Bagaimana ini? Bagaimana ini?

Kalau Mari tahu bahwa kemarahan anak laki-laki itu semenyeramkan ini, pasti sejak awal ia tidak akan melemparkan sepatunya.

Penyesalan memang selalu datang belakangan, Nak.

Eh? Tapi dia menghina Kaoru-chan, dan Mari tidak suka itu. Sudah sepantasnya anak itu mendapat balasan.

Tapi, kalau seperti ini, seram juga sih.

....

Mari ingin sekali menjedugkan kepalanya ke tembok terdekat karena di saat genting seperti ini masih sempat-sempatnya memikirkan hal lain.

Oke, saatnya kembali ke rencana awal.

Kabur!

Gadis bersurai hitam panjang ini memutar tubuhnya yang awalnya masih berhadapan dengan anak yang sempat ia serang dengan sepatu itu, ia berniat lari dengan menarik tangan Kaoru, tapi belum sempat ia membawa kedua kakinya untuk melangkah lebih jauh, dirinya sudah merasakan tubuh kecilnya terangkat, "Are?" pekiknya kaget.

Ingin sekali Mari memberontak dan meminta untuk turun karena orang ini tiba-tiba mencampuri urusannya, dan seenaknya mengangkatnya. Ditambah lagi Mari kesulitan melihat siapa yang menggendongnya dengan sebelah tangan ini. Jelas Mari kesulitan, orang ini memposisikan Mari di antara tangan dan pinggangnya. Ugh.

Jangan-jangan.... yang menggendongnya ini ayah dari anak itu. Ini... gawat. Benar-benar gawat!

"Lepaskan aku, lepaskaaaaaaan!" ia berteriak kencang dan berusaha melepaskan diri, tapi mendapati reaksi Kaoru di depannya yang hanya diam saja dan ditambah aroma parfum yang tertangkap indera penciumannya, ia pun mengurungkan niatnya.

Parfum ini 'kan─

"Hei Ojisan, jangan mencampuri urusan kami dan lepaskan anak itu, dia berani sekali melemparkan sepatunya ke wajahku! Dia harus diberi pelajaran!"

Ugh! Mari hanya bisa menggerutu dalam posisinya.

Apa, sih, mereka yang mencari masalah, kok. Batinnya.

"Benarkah itu, yoi?" orang yang menggendong Mari menyahut dengan nada lucu, mencoba mempertanyakan ucapan anak-anak itu.

Dan dari suaranya, juga aksen 'yoi'nya itu, Mari tak perlu lagi menebak siapa yang menolongnya.

"Jelas saja benar! Lihat, ini buktinya," anak laki-laki bersurai coklat yang kira-kira berusia tujuh tahun itu menunjuk geram sepatu biru milik Mari yang masih berada di tangannya.

Bukti tak terelakkan.

"Dia menghina Kaoru-chan! Dan aku tidak suka!" Mari berteriak tidak terima, sebisa mungkin gadis kecil ini memutar tubuhnya dan setelah ia bertatap muka dengan 'korban'nya, Mari menjulurkan lidah ke arahnya dengan niat meledek.

"Nani! Kau... anak kecil menyebalkan!"

"Kau juga menyebalkan!! Kau bahkan lebih menyebalkan dari pada Mari yang kau bilang menyebalkan!!!"


One Piece © Eiichiro Oda 

The Prince of Tennis © Takeshi Konomi 

Mari's Bestfriend © Mari-chan 


"Oi, oi, sudah sudah..." Marco─pemuda yang dari tadi menggendong Mari─menurunkan gadis itu dan menepuk kepalanya, menghapus raut cemberut dari wajah sang gadis kecil dan berjalan santai, kali ini berdiri di tengah-tengah gadis kecilnya dan anak-anak yang mengejarnya. Mencoba menengahi.

"Marco-jichan! Percayalah pada Mari! Mereka yang salah!" di sebelah kanannya, Mari berteriak membela diri.

"Ojisan, gadis itu yang salah!" dan di sebelah kiri, anak laki-laki itu juga berteriak.

Marco menolehkan kepalanya ke kanan─Mari masih manyun dan berkacak pinggang─dan ke kiri─pemuda kecil itu juga masih menatap Mari dengan pandangan kesal. Ia menepuk pelan keningnya dan menghembuskan napas lelah.

Hh, kedua kubu tidak ada yang mau mengalah. Batinnya.

Rencananya, ia datang ke kompleks ini ingin menjemput Mari, karena gurunya mengatakan, sepulang sekolah, Mari pergi ke rumah Kaoru karena Marco tidak juga datang menjemputnya.

Dan ia malah terjebak dalam situasi seperti ini, keponakannya satu ini benar-benar ajaib. Bahkan Sabo yang laki-laki saja tidak pernah terlibat dalam kasus pelemparan sepatu.

Hadeh. Sabar, Marco... sabar....

Pemuda pertengahan dua puluh tahun ini kembali menatap keponakannya dan anak-anak kompleks secara bergantian.

Marco bersyukur Mari tinggal jauh dari sini, bisa bayangkan jika mereka bertemu setiap hari, kompleks perumahan ini pasti berubah jadi medan perang.

Marco menghela napas.

"Kaoru-kun, bisa coba ke sini?"

Ia tahu hanya ada satu orang yang bisa menjelaskan apa yang sudah terjadi sehingga berakhir dengan insiden pelemparan sepatu Mari ke anak lain.

Anak yang ia panggil Kaoru itu mengangguk dan perlahan mendekatinya.

Marco berjongkok di depan tubuh kecil Kaoru yang masih menundukkan kepala, kedua tangannya memegang pundak Kaoru dan ia tersenyum lembut, "Kaoru-kun bisa menjelaskannya pada Marco-jichan 'kan?" tanyanya pelan.

Anggukan kepala untuk kedua kalinya yang ia terima dari Kaoru membuat senyuman Marco semakin mengembang, "...anak baik," ia menepuk pelan kepala bersurai hitam pemuda lima tahun itu, "jadi... apa yang sebenarnya terjadi, yoi?"






"Marco-jichan....Mari 'kan tidak salah... mereka yang mulai duluaaaaan," Mari merengek kepada ojisan-nya setelah mendengar hukuman yang diberikan olehnya.

Apa sih, setelah dijelaskan oleh Kaoru, Marco malah meminta Mari untuk minta maaf pada anak yang sudah ia lempar pakai sepatu (Marco juga meminta ketiga anak itu untuk meminta maaf kepada Kaoru dan berjanji tidak akan mengatakan hal-hal jelek tentang Kaoru lagi) dan tak lupa Marco pun memberi hukuman untuknya agar ia tak mengulangi perbuatannya.

"Marco-jichan tahu, niat Mari baik. Mari ingin membela Kaoru, tapi tidak seperti itu caranya... Mari bisa mengatakannya baik-baik pada mereka. Seperti Marco-jichan tadi. Kalau seperti itu kejadiannya, itu berarti Mari juga salah, tidak seharusnya Mari melemparkan sepatu ke arah mereka, kan? Bagaimana kalau anak tadi sampai terluka?" kata Marco. Pelan namun tegas.

"Tapi, mereka─"

"─Mari mau hukumannya ditambah?"

Ugh!

Mari menggelengkan kepalanya, "Maaf, Marco-jichan," ucapnya.

Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, mencegah siapa saja melihat raut wajahnya. Perasaan sedih memenuhi rongga dadanya dan membuatnya hampir menangis.

Ia sedih bukan karena hukuman yang diberikan oleh Marco. Hukuman yang didapat olehnya tidaklah berat, Mari hanya bertugas menyiram tanaman di pekarangan rumah setiap pagi selama tiga hari.

Sebenarnya itu tugas kakaknya, dan selama tiga hari Mari akan menggantikannya. Pernahkah Mari mengatakan bahwa pekarangan rumahnya itu sangat luas? Ya, dia baru saja mengatakannya.

Tapi ia sedih karena Marco tidak mengerti bagaimana perasaan Mari ketika anak-anak menyebalkan itu menghina temannya. Menghina Kaoru. Mari sangat menyayangi Kaoru, Kaoru adalah teman pertamanya di bangku sekolah. Kaoru juga teman pertama Mari di luar sekolah. Kaoru itu bukan sekedar teman, seperti kata kakaknya beberapa waktu yang lalu, Kaoru itu sahabatnya. Wajar kan kalau kita membela sahabat kita.

Dan di depan matanya, ada orang yang berbicara buruk tentang sahabatnya, jelas itu menyakiti hati Mari.  Dan lagi, Mari hanya ingin memberi pelajaran pada anak-anak yang menghina sahabatnya, meski caranya memang salah.

Tapi haruskah ia dihukum? Dirinya 'kan belum genap lima tahun?

Ya, walau usiamu sudah lima tahun pun tetap saja itu bukan jaminan kau bisa melemparkan sepatumu ke muka orang sembarangan. Hhhh.

Pelukan yang tiba-tiba ia rasakan membuat bola mata hitam Mari membulat, dan tangisnya tak lagi bisa dibendung saat ia menyadari bahwa Marco yang memeluknya.

"Maafkan Marco-jichan, yoi... tapi ini semua demi kebaikan Mari, lain kali jangan lakukan itu lagi, masih beruntung Marco-jichan datang, bagaimana kalau sampai Marco-jichan terlambat dan terjadi sesuatu yang buruk pada Mari. Marco-jichan tidak akan pernah memafkan diri sendiri."

Mari tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan, tangisnya semakin menjadi mendengar semua ucapan ojisan-nya, ia jadi semakin merasa bersalah, bukan hanya sudah menyakiti orang lain, tapi Mari juga sudah membuat Marco khawatir, "Uh-huh, Marco-jichan," ia terisak dan mencengkeram erat kemeja Marco.

Usapan lembut pada kepalanya membuat tangis Mari perlahan reda, meski isakan pelan masih terdengar samar-samar.

"Jangan diulangi lagi... oke?"

Kali ini Mari menganggukkan kepalanya dan berbisik lirih, "Iya, Mari minta maaf."

"Hai, hai, pernahkah Marco-jichan tidak memaafkanmu, haha."

Ucapan enteng dari Marco membuat perasaan Mari menjadi lebih baik, ia membisikkan ucapan terima kasih pada sang ojisan sebelum melepaskan diri dan tersenyum manis ke arah 'ayah'nya itu.

Ah, tak ada yang lebih baik selain Marco-jichan di dunia ini.

"Nah, kalau senyum begitu kan cantik, iya kan, Kaoru-kun?"

Kaidou Kaoru yang awalnya hanya diam memperhatikan dua orang di depannya, kini perlahan menguarkan tawa kaku, terutama saat menyadari bahwa drama antara Mari dan ojisan-nya baru saja berakhir, "Ah, iya, hehe."

Sepertinya, keluarga Mari memang keluarga yang sangat ajaib, ya?

"Hari ini urusan Marco-jichan di kantor sudah selesai, bagaimana kalau kita jalan-jalan... tapi sebelum itu, kita ke rumah Kaoru-kun dulu untuk meminta izin pada orang tuanya di rumah, setelah itu mampir ke sekolahnya Sabo-nii, setuju?"

Baik Mari dan juga Kaoru tak bisa lagi mencegah cengiran di wajah mereka setelah mendengar ucapan Marco, keduanya berteriak kompak dan memeluk Marco dengan erat, "Arigatou, Marco-jichan!"

The End

UWOOOOOOOOH >////< Kangen bikin fict family antara Mari dan Marco~ maaf ye, bang Sabo numpang nama doang lol

Traffy malah gak ada O.o

Ya iya sih, di sini setting-nya Mari masih TK, sedangkan Mari ketemu Traffy aja pas 7 tahun wkwkwk

Aaaah, friendship antara Mari dan Kaoru juga, ini mereka masih unyu-unyu, masih TK soalnya, wkwkwkwk

Dan di sini juga Mari menyadari bahwa Kaoru itu sahabatnya, thanks to our beloved brother, Sabo~

Duh, Om Marco sosok bapak idaman banget, yaaaaaa.... HAHAHAHAHA

Eniwei... sebenarnya pengen gitu ngetik fict di mana Kaoru-chan yang awalnya pendiam, kayak cewek dan sering dilindungi sama Mari ini berubah jadi Kaoru yang sekarang, iya yang sekarang ... yang galak-galak tapi penuh perhatian, eeaaaaa #WOI

Hmmmmmm... tapi kisah apa ya yang bisa membuat Kaoru-chan jadi uler berbisa kayak sekarang ini?

Ah, udah lah nanti saja mikirnya /udah buntu nih otak T.T
Kaidou Kaoru 
ASTAGHFIRULLAH, SAYA KOK BARU LIHAT ADA PICT KAORU-CHAN SEKEREN INI SIH OAO KE MANA SAJA SAYA, YA ALLAH T////T

Ih, Kaoru-chan kece bangeeeeeeeet *lempar ke Momo* (?) 

Tadi iseng jalan-jalan ke mbah gugel, dan nemu pict ini, serius saya suka banget sama pictnyaaaaaaa *simpen, cetak* #GAK 

Aih Kaoru-chan kuuuuhhh /wut Gomen, source-nya saya gak tahu, tapi ini official ya kayaknya /duh asli sotoy banget nih anak 

Fushichou Marco
TERUS YANG INI APA PULAAAAAAA.... ASDFGJDGSKSHSJS INI BENERAN OM SAYA KAN???? OM MARCO 'KAN INI??? GUSTI... EKSPRESINYA KALEM PARAAAAAAAAAH T//////T

HUHUHUHU, INI SAYA KALAP BENERAN LIHAT PICT INI, IIIIIHHHH OOOOOOOOOMMMMMMMMM >///////<

Noh, noooohh.... udah pantes belum dia jadi bapaknya Mari? Wakakakakaka /nak

Ih, sebelum kekalapan Mari berlanjut, Mari sudahi dulu postingan kali ini ya, jaaaaaaaa~ /tumben ini endingnya agak bener ToT

No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Translate

Awesome Inc. theme. Powered by Blogger.